"PAPIIIIIII!" Teriak Zela, selaku istri Aldrian. Dia dari tadi manggil suaminya, tapi nggak ada jawaban. Perasaan umur Aldrian masih belum terlalu tua, tapi fungsi kupingnya udah menua.
Karena tetep nggak ada jawaban, dia langsung ke ruangan kantor Aldrian buat memastikan. Ada. Anaknya lagi tidur di sofa. Padahal tadi izin buat kerjain proyek, tapi nggak ada berkas sama sekali di mejanya.
Zela menghela nafas lelah. Terus ke kamar buat ambil selimut. Mau di pindahin ke kamar Aldriannya, Zela nggak kuat. Bisa-bisa langsung meluncur anaknya dari dalam perut.
Setelah selesai, Zela mengelus rambut Aldrian sayang. Romantis banget pasutri damai ini.
Tok!
Tok!
"Assalamu'alaikum! Paket!"
"Wa'alaikumussalam, asiap!"
Zela keluar buat buka pintu. Ternyata sepupunya yang datang. Untung Zela udah pakai hijab, jadi aman.
"Kenapa, Dan?" Tanya Zela.
"Suruh masuk dulu napa," ucap Dani.
"Mau sih sebenernya, tapi rumah lagi bersih."
"Nggak istri, nggak suami! Sama-sama nyebelin. Ini manusia, bukan debu."
Zela mau ngakak. Tapi di tahan. Terus karena kasian, dia mempersilakan Dani masuk ke rumah dan duduk di ruang tamu. Kasian juga kalau nggak dipersilahkan masuk, takutnya kaki Dani nggak kuat berdiri. Tulangnya keropos.
"Si Tiang mana?" Tanya Dani, setelah sadar kalau Aldrian nggak ada nyambut kedatangan dia.
"Lagi tidur, ngapain emang?"
Dani ngangguk. "Ini di suruh Dikta bikin ruangan buat bayi lo berdua. Sekalian, ngirim mobil Lamborghini Aventador."
Zela kaget. Shock dia. "Woi, kalau bercanda nggak usah bikin jantung gue senam ritmik bisa nggak?"
"Gue aja nggak percaya awalnya, tapi Dikta ngasih tanda bukti kok. Dia juga udah nyewa orang buat bikin kamar, sama ngasih gue duit belanja perlengkapan bayinya."
"Pasti kerjaan si Aldrian nih, bentar ya, gue panggil biang peras duitnya dulu."
Zela naik lagi kelantai atas. Nggak mau manggil, maunya langsung narik Aldrian. Biar jantungnya copot, kan impas sama Zela jadinya.
"Bangun," Zela langsung narik tangan Aldrian cepet. Yang di tarik kaget. Rasanya kayak di setrum listrik. Alay emang Aldrian.
"Kenapa sih, Mi?" Tanya Aldrian, coba untuk ngumpulin nyawanya yang masih ngambang.
"Turun kamu!"
Zela narik Aldrian sampai ke lantai bawah, pelan kok. Kalau kata Aldrian, masih bawah standar, soalnya tangannya cuman hampir keseleo doang. Kalau versi powerfull, mungkin tangan Aldrian udah tinggal nama.
"Eh buset, narik suami berasa narik leher cacing. Santuy banget," sewot Dani.
Zela acuh tak acuh, sedangkan Aldrian ngangguk setuju. Istrinya kalau lagi begini, tandanya mendidih.
"Ngapain lo kesini? Mau godain bini gue ya?" Tanya Aldrian ngasal. Terus duduk di samping istrinya, sambil di pegangin tangan Zela, takut diembat Dani..
"Sembarangan kalau ngomong. Ya kalau lampu hijau sih, gas. Sayangnya lagi lampu merah."
Zela ngacungin jempol. Aldrian panas. Cemburu bapak-bapak ya gitu.
"Lo mau di lokasi mana kamar bayinya?" Tanya Dani, mau dia data. Soalnya yang urusan beginian, itu tugasnya Dani.
"Apa?" Lagi nggak konek Aldrian.
KAMU SEDANG MEMBACA
UDAH HALAL -END
RandomFOLLOW SEBELUM MEMBACA√ •JANGAN LUPA MENINGGALKAN JEJAK√ •KRITIK SARAN DI PERBOLEHKAN√ •TIDAK MEMPLAGIAT KARYA SAYA√ Niatnya cuman mau ngelamar pekerjaan, eh malah di lamar. -Kanata Skala Mahameru Saya kira dia lemah lembut, ternyata kalah saing sam...