2015
JADI INI YANG namanya McDonalds?
Aku melahap cheeseburgerku dengan lahap sementara Emily hanya menyeruput sodanya dengan tenang. Ia mengamati televisi tanpa bokong yang menggantung di atas seolah dia menyala dengan sendirinya tanpa bantuan kabel maupun antena. Meskipun aneh namun semuanya terasa menakjubkan! Aku tidak menyesal Fred, kau mengirimku ke sini ketimbang kau sendiri yang datang. Aku malah berani yakin kau tidak akan mau kembali lagi ke masa kehidupan membosankan kita dan akan terus melahap cheeseburger kepunyaan McD ini.
Aku meraup kentang goreng ke dalam mulutku. Rasanya sangat enak dan aku tidak bisa berhenti mengingat kecapan rasa-rasa itu. "Selain McD, apa saja yang kau punya sekarang?"
"Pesawat. Kau punya pesawat?" tanyanya.
"Punyalah!"
"Yang bisa terbang ke luar angkasa dan melintasi banyak galaksi?"
Aku mengerjapkan mataku dan mulutku terbuka lebar. Nyaris kentang di mulutku yang sudah terlumat jatuh lagi ke piring. Tetapi setelah itu Emily tertawa heboh sampai memukul meja dan menekuk perutnya seakan itu adalah lelucon dunia. Lalu aku bingung, apa aku dibohongi?
"Tidak. Aku bercanda, Don. Mungkin itu bakalan ada satu milenium lagi. Sekarang kami hanya punya pesawat yang mampu mengangkut beratus-ratus orang untuk melintasi negara-negara lain. Oh, tentu dengan teritori yang ditentukan agar tidak terjadi kesalahan selama penerbangan."
"Oh, begitu ... yang seperti itu sih aku juga ada."
"Kalau begitu yang tidak ada .... Ah! Ponsel! Apa ada benda seperti ini di masamu?" dia mengeluarkan benda berbentuk kotak tipis dengan layar di atasnya. Warnanya hitam dan sudah sedikit tercoreng oleh goresan. Dengan sesuatu yang melindunginya bergemerlap berwarna merah jambu, benda ini membuatku pusing bukan kepalang. Benda apa ini? Dan ketika kutekan satu-satunya tombol di bawah layarnya, benda ini menyala menunjukkan waktu serta sebuah tulisan slide to unlock.
"Apa ini?" ketika aku meluncurkan jariku di atas layar, kini tampilan berubah menunjukkan kotak-kotak aneh bergambar dan warna-warni. Sebagai gambar besarnya, ada seekor anjing retriever berpose manis seakan dia adalah model anjing terimut sedunia.
"Ponsel namanya, pak tua. Smartphone, sih. Yang ini merek iPhone 4. Kau bisa bicara dengan siapapun yang ada di luar negeri tanpa menunggu selama satu jam. Hanya butuh bermenit-menit, tergantung seberapa cepat respons orang yang kau panggil."
"Semudah itu ...? Lalu ini apa? Instagram?" kutekan kotak itu kemudian layar kembali berubah.
Ada sebuah foto tentang gadis ini mencium pipi seorang remaja laki-laki yang mengarahkan kamera pada mereka.
Sesegera mungkin Emily menarik ponselnya lagi dari meja dengan seberkas semburat merah di pipinya.
"Kau dengan suamimu?" tanyaku.
"Suami? Halo, aku masih tujuh belas tahun dan kamu katakan dia suamiku? Dia hanya pacarku yang sudah bertahan selama sebulan. Yup, biasanya aku malah ganti-ganti pacar," ujarnya dengan wajah merasa bangga sambil bersedekap.
"Eh ... dunia di masa depan jadi aneh ya?" gumamku.
"Yang ini belum ada apa-apanya dengan kelab malam! Tapi segilanya tempat itu, kau pasti akan cepat terbawa arus bahkan ketagihan! Sudah selesaikan makanmu?"
"Eh? Sudah ...."
Emily pun segera berdiri sampai kursinya terseret ke belakang dengan sendirinya. "Ayo berangkat!"
Aku merasa pusing tujuh keliling.
Hiruk-pikuk tempat gelap yang hanya disinari lampu-lampu kecil membuatku nyaris tak sanggup berdiri lagi. Untuk apa mereka berkumpul dan menari-nari seperti orang sakit jiwa sementara lampu tak memperlihatkan mereka?! Lalu apa itu?! Perempuan berbusana minim lagi dan ... seksi tak tanggung-tanggung, berjoget-joget seperti cacing yang lentur pada tiang. Sedangkan pria lainnya seolah merasa sangat terbiasa, sementara aku langsung berpaling tapi menemukan perempuan-perempuan berbusana minim lagi. Tolong, aku masih muda. Aku tidak mau menghilangkan keperjakaanku pada sembarang perempuan. Itu adalah prinsipku!
"Em, kau di mana? Em?" aku berusaha menggapai-gapai bahu orang tetapi mereka malah menatapku sinis seakan menangkap sedang apa orang gila di tengah pesta besar mereka?
"Kita masih bergandengan tangan, Don. Ke arah sini," dia menarik tanganku dan aku yang terhuyung-huyung otomatis nyaris terjembap. Aku terus bergumam dan aku yakin hanya dalam hitungan lima aku akan muntah.
Tapi hal itu tidak terjadi sampai aku dan Emily menemukan tempat duduk. Dia memesan minuman beralkohol yang tidak pernah kusantap bahkan aku tahu namanya.
"Vodka, bung. Kau akan menikmatinya dan baru merasakan abad 21," kata Emily sambil mengangkat gelasnya, "ayo bersulang."
"Ng-nggak. Aku nggak mau. Kamu saja," cicitku pelan.
"Oh, ayolah! Sebelum kau harus kembali ke masamu yang membosankan!" Kemudian dia memaksa gelas itu terminum olehku sampai tumpah-tumpah ke pakaianku. Aku berusaha menolak tapi lama-lama aku meneguk minuman hangat dan berbau aneh itu yang rasanya bukan main tidak enak! Bagaimana bisa Fred yang sedang stres menikmati minuman ini?!
Tapi setelahnya, walau aku semakin pusing berjuta-juta keliling, aku merasa ingin bergerak lebih hebat sampai Emily tertawa dan menarikku ke dalam kerumunan orang-orang yang berjoget diiringi musik ganjil yang memekakkan telinga.
"You only live once!" seru Emily dengan semangat.
Lalu aku kehilangan kontrol seketika. Aku terlalu menikmati arus yang terasa seperti air yang mengalir. Aku ikut melompat-lompat bahagia dan menjerit sesukaku seolah dunia ini milikku dan tak ada yang mendengar sebab teredam oleh musik mesin seperti robot yang sedang bernyanyi. Semua orang semakin heboh begitu menyambut seseorang yang mengambil kendali musiknya dengan handal. Dan aku pun tidak bisa menahan diri lagi! Ini semua terasa hebat!
Tanganku pun tak sengaja mengalir pada tubuh perempuan berpakaian minim. Dia tak sama sekali keberatan dengan kedua tanganku yang menelusuri lekuk tubuhnya, bahkan dia malah semakin menari dengan hebat seolah dia adalah seekor ular yang meliuk. Aku merasakan setiap dari tekstur kulitnya dan ... astaga, aku tak bisa mendeskripsikannya lagi!
Lalu aku berlari dan diikuti Emily di belakang yang terbahak-bahak. Aku meneguk minumanku lagi dan berteriak heboh. Bahkan aku membawa gelas itu sampai naik panggung dan menjerit "it's fucking woooorld!"
Namun seketika keheningan menyelimuti.
Seorang laki-laki yang mengendalikan musiknya pun diam menatapku dengan jijik.
"Lanjutkan pestanya?" tanyaku dengan kikuk.
"Benar!" dan musik kembali bergelora menguasaiku.
Aku memekik sekencang mungkin dan melanjutkan minumku lagi. Kuangkat gelasku tinggi-tinggi dan seolah seluruh dunia sekarang di bawah kontrolku. Mereka mengikuti tanganku yang bergerak ke atas sambil bersorak penuh gembira.
Fred, ini baru yang namanya hidup. Menyesal karena tidak datang sendiri ke sini?
Aku bisa lihat Emily pada barisan depan lautan manusia tertawa manis padaku. Seakan dia merasa bangga baru saja melepas hewan piaraannya yang sudah tumbuh besar dengan baik. Aku pun tercengir lebar padanya.
Em, 2015 memang hebat![]
KAMU SEDANG MEMBACA
105 Years [2015]
AdventureKau tidak akan pernah mengenal seorang ilmuan brilian bernama Frederick Coulson. Sayangnya ia adalah seorang sanguin, suasana hatinya dapat berubah-ubah dan mudah bosan, itulah mengapa dia tidak pernah menuntaskan penemuannya yang padahal hanya belu...