2.

172 29 11
                                    

Setelah insiden hilangnya Stella dari hutan. kini semua guru dan murid sudah beraktivitas disekolah seperti biasa, kecuali untuk kelas 9 yang heboh karena full jamkos. tidak perlu repot-repot belajar karena tugas mereka sudah selesai, hanya menunggu perpisahan dan mengambil ijazah. dan selanjutnya? memulai kehidupan baru. melanjutkan pendidikan, mengejar cita-cita, dan membanggakan orangtua.

Walau tersisa beberapa waktu lagi untuk mereka bersama, tapi tidak membuat mereka sedih karena di setiap pertemuan pasti ada perpisahan. beginilah cara mereka memanfaatkan waktu bersama, bernyanyi, berteriak, membuat kegaduhan, dan saling tertawa bersama. sangat kekanak-kanakan? tapi itu cara mereka. di pertemukan oleh pendidikan, di pisahkan dengan masa depan. tiga tahun yang benar-benar berharga bagi mereka.

Disaat riuhnya suara para siswa/i di kelas berbeda lagi dengan segerombolan lelaki yang duduk di pojok dengan bangku yang disusun melingkar. terlihat lelaki jangkung yang tengah memperhatikan gadis yang tengah asik bernyanyi dengan semoceng di atas meja. dikelilingi para siswa/i yang membuat lelaki itu mengepalkan tangannya menahan kesal. membuat Bagas yang sedari tadi memakan pisang merasa terganggu karena lelaki di sampingnya tidak henti-hentinya menarik nafas panjang.

"Sesak berak lu? Narik nafas mulu kayak mau lahiran." Tanya Bagas menatap heran Rimba yang tak dihiraukan nya.

"Monyet lu? Makan pisang mulu kayak orang utan." Sarkas Rimba menirukan gaya bicara Bagas, membuat lelaki dengan mulut sibuk mengunyah pisang itu mendengus sebal.

Hal itu tidak luput dari pandangan Bima yang hanya menggelengkan kepala heran karena kedua sahabatnya itu tidak pernah akur. Mengalihkan pandangannya ke ponsel sejak tadi ia menunggu ponsel itu menerima notif dari kekasihnya yang berkata bahwa akan mengabarinya tapi tak kunjung juga. Membuat lelaki dengan tindik itu menghela nafas gusar, memilih beranjak dari bangkunya yang sukses mendapat pertanyaan dari sahabatnya. Menghiraukan umpatan kasar sahabatnya berjalan keluar dari kelas yang rusuh tujuan nya hanya satu, mencari kekasihnya yang mengingkari janji.



°°°
Turun dari atas meja dan melangkah menjauh dari kerumunan menuju bangku yang terisi dua lelaki jangkung yang sibuk sendiri. Memilih duduk di salah satu bangku sebelum suara rendah menghentikan bokongnya yang hampir mendarat di bangku, menatap kesal lelaki jangkung di depannya karena tidak jadi duduk. Ia lelah ngomong-ngomong

"Udah konsernya?"

"Dapat berapa sawerannya?"

"Bagi dong buat nyewa cewek di Michat."

"Apaan sih Rimba!" Sentak Nita menatap sengit lelaki yang menatap nya datar.

"Kenapa neng? Tersindir? Ngerasa?" Tanya Bagas sengaja mengompori gadis di sampingnya.

Nita yang mendengar ucapan Bagas itu tidak bisa menahan amarahnya

"Maksud lu apa?! Lu pikir gua cewek murahan?!" Teriak gadis itu lantang membuat beberapa siswa/i menoleh karena suara Nita yang menggelegar.

"Gua gak bilang lu murahan kan? Tapi kelakuan dan cara lu persis kayak jalang." Sarkas Bagas membuat Nita naik pitam

Melihat keadaan sedang tidak baik-baik saja, Rimba meminta teman-teman sekelasnya keluar beralaskan sedang ada masalah kecil.

"Mau sekolah apa nge-dj lu." Sinis Bagas menatap Nita yang mengepalkan tangan bahkan wajahnya memerah menahan kesal.

"Su--," Ucapan Bagas terpotong karena dibekap Rimba menggunakan kertas yang ia gumpal. Yah.. sepertinya Rimba salah memilih orang untuk berkerjasama. Rencananya tadi ingin membuat Nita cemburu dengan Bagas yang mengompori, tapi jauh dari ekspetasi. Lelaki maniak pisang itu malah menghujat Nita. Sudah cukup..ini keterlaluan. Memilih menarik gadis itu pergi duduk di bangku yang ditumbuhi pohon rindang menyejukkan. Ia harus menenangkan gadis ini.

"Apa maksudnya Bagas tadi! Emang aku cewek murahan?!" Tanya gadis itu dengan tubuh bergetar menahan linangan air mata.

"Emangnya aku ja--,"

"Syuttt, udah jangan pikirin omongannya Bagas. Dia itu udah konslet, di otaknya itu cuma ada pisang." Ucap Rimba mengelus surai pendek Nita.

"Tapi aku sedih pas dia bilang gitu." Cicit Nita dengan mata berkaca-kaca.

Rimba hanya tersenyum teduh menatap Nita. ahh..dia terlihat imut sekali dengan ekspresi seperti ini. Menarik pelan tangan Nita berdiri di depannya menatap dari ujung kaki yang terbalut sepatu putih dan kaos kaki panjang sampai paha hingga rok yang ketat hanya sebatas paha dengan kaos sekolah yang dililit di bawah dada memperlihatkan perut mulusnya dan rambut lurus nya yang hanya sebatas leher menampilkan tampilan eee..sexy. tidak ada salahnya juga Bagas berkata seperti itu karena penampilan Nita yang diluar kata wajar untuk ukuran anak sekolah.

Rimba menarik lilitan baju gadis itu dan menutupi perutnya, melepas jaket yang selalu ia pakai dan dililitkan pada pinggang Nita hingga menutupi paha gadis itu sementara Nita hanya diam menurut. Mengelus pelan pipi gadis itu dengan pelan berkata

"Kamu cantik tanpa di umbar, jadi jangan di buka lagi ya." ucapan Rimba seakan hipnotis bagi Nita hingga tanpa sadar gadis itu mengangguk membuat Rimba tersenyum mendekap gadis itu ke dalam pelukannya.






°°°
Menarik paksa tangan rapuh itu dengan kasar. Menaiki tangga dengan cepat tanpa memperdulikan ringisan dari gadis yang menahan sakit akibat di seret paksa olehnya. Menghempaskan tubuh itu ke dinding roof top yang penuh dengan coretan. Dorongan itu cukup kuat, hingga membuat gadis itu berteriak kesakitan. Membuat lelaki itu tersenyum miring.

"Kenapa lu bawa gua kesini?" Tanya gadis itu pelan dengan mata menatap tajam lelaki jangkung didepannya.

"Tadi rencananya gua mau bawa ke gudang, tapi.. gudangnya gak ada kunci. Gua takut ada yang ngintip, jadi di sini lebih aman." Jelas lelaki itu dengan mata menatap polos gadis didepannya.

"Gua udah bilang, nanti aja pulang sekolah! Tapi lu masih gak ngerti. Nanti Bima bisa curiga lihat keadaan gua yang kayak gini! lu mikir dong!!" Teriak gadis itu membuat lelaki dengan tangan kiri memegang baseball itu melangkah ke arahnya dengan tatapan nyalang.

"Uhukk--uhhkk--b-bajingan!" Teriak gadis berusaha menarik tangan kekar lelaki yang mencekik nya dengan erat. Membuat lelaki itu tertawa senang.

"Yes call me that baby.. I really like it, it's a side of me Reza Mahardika! that's me!! Hahaha." Teriak Reza tertawa bak orang gila yang menatap senang gadis di depannya yang  kesulitan bernafas.

Melepaskan tangannya dengan terpaksa, membuat gadis itu ambruk di lantai kotor dengan nafas tercekat. Mendecih pelan dengan segera beranjak pergi dari roof top meninggalkan gadis yang terlihat lemas itu berusaha duduk dengan tubuh bergetar.

"B-bajingan! A-aku..B-bima!!" Kaget gadis itu mengingat bahwa ia akan mengabari kekasihnya tapi ia lupa karena dibawa oleh lelaki iblis itu. Oh tidak! Ia dalam bahaya.

"Duhh gimana nih?! Nyari alasan apa lagi gue? Ini lagi otak! masalah sendiri susah nya minta ampun, giliran masalah temen solusi dari gue nomor satu!" Omel gadis itu kesal dengan panik mengambil hp nya di dalam saku rok berniat mengabari kekasihnya. Bahkan ia melupakan rasa sakit di sekujur tubuhnya karena rasa panik lebih mendominasi.

Bima yang hampir menaiki tangga menuju roof top itu terhenti kala hp bergetar pertanda notif masuk memperlihatkan pesan dari kekasihnya yang mengatakan bahwa dia tidak ada di roof top tapi di kantin. Memasukan kembali hp nya dan berbalik arah menuju kantin dengan perasaan heran.

Menatap nanar kedua tangannya yang dipenuhi luka goresan dengan darah mengering yang tidak akan sembuh dalam 2 hari. Melepas kedua kaos kakinya yang keruh bergetar pelan mencabut satu persatu beling tajam yang menancap di kedua telapak kakinya yang di aliri darah dengan tatapan sendu.

"Kenapa harus aku yang menanggung semua ini?"



BIMA

BIMA [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang