10. Kenyataan (End)

62 9 0
                                    

Kenyataan memang tak selalu beriringan dengan harapan tapi bukan berarti kita harus dilanda keputusasaan.
_Stella_

***

Cinta, kepercayaan, janji, kebohongan, kecewa, tragedi, sakit hati, harga diri. Adalah takdir dari Stella yang harus ia Terima dalam keadaan apapun. Tidak semua hal manis, kebahagiaan, ceria hanya sesaat. Gadis itu tersenyum pelan, semuanya berakhir. Kisahnya selesai sampai disini. Tidak ada lagi kebohongan dalam dirinya. Sekarang ia bisa bernafas lega. Semua beban nya berkurang setelah semuanya berakhir dengan takdirnya.

Menyusuri dataran rendah yang terbilang cukup panas dan sangat luas, memasuki lorong-lorong yang dihiasi bunga matahari yang menjulang tinggi menutupi tubuhnya. Sesekali meraba beberapa bunga yang nampak sedikit layu, memetik salah satu bunga itu memejamkan mata menikmati harumnya. Sepi, damai, ketenangan. Itu yang dirasakan gadis lusuh dengan pelan kembali menyusuri lorong-lorong.

Mungkin ia akan menjalani kehidupan baru. Bersama nya dan makhluk kecil yang akan datang seiring berjalannya waktu. Terbesit hayalan kecil didalam otak gadis itu, untuk menjalani kehidupan bahagia bersama sang kekasih. Menjalani suka dan duka bersama hingga mendapatkan kebahagiaan kecil dalam kehidupannya. Takdir memang tidak ada yang tahu. Ia bersyukur pernah merasakan kebahagiaan di hari-hari nya ketika masih bersama sang kekasih. Bercanda, tertawa, senyuman. Sudah saatnya berpisah, memulai kehidupan baru. Menjalani setiap takdirnya dengan berbagai bumbu-bumbu kehidupan yang berbeda-beda.

Terimakasih untuk Bima, yang sudah menemani hari-hari bahagia, dan mengajarkan betapa kerasnya hidup ini. Merasakan senang dan sakit secara bersamaan dalam roda kehidupan. Satu yang harus lelaki itu tau, bahwa Stella akan selalu ada didalam hati nya. Walau jiwa mereka terpisah, namun cintanya tidak akan pupus. Saat nya untuk menjalankan kehidupan baru, orang baru, tahun baru, dan mungkin cinta yang baru.

Berharap suatu saat nanti, bisa dipertemukan kembali pada masa-masa indah bersama keluarga, sahabat, dan kekasih. Hanya harapan kecil, namun tidak mungkin tergapai. Tak apa.. Gadis itu memaklumi. Sebab kehidupan tidak seindah yang kita kira. Ada kalanya kita tersenyum,dan ada kalanya kita bersedih. Kita tidak bisa mengatur takdir Tuhan.. Kita hanya menjalani dan menerimanya. Berfikirlah sebelum melakukan. Jangan sampai sebuah kebohongan yang kecil, menjadi mala petaka yang besar. Jangan pernah menutupi sebuah masalah.. Yakinlah untuk bercerita dan menuangkan keluh kesah yang membuat ketidaknyamanan. Karena semua yang berasal dari kecil akan menjadi besar.

Memegangi perut yang terasa keram dan sedikit perih, gadis itu meringis pelan sambil berucap..

"Kamu laper ya? "

"Sama kok, mama juga. "

"Kita pulang yu.. Cari makan. "

"Sabar ya.. Mama jalan dulu. "

Tersenyum geli menatap perut rata itu, merasa sedikit bahagia kala seseorang datang dalam hidupnya untuk bersama. Walau kedatangannya kurang berkesan baik. Namun Stella tidak peduli, ia akan dengan ikhlas menerima nya walau akan di pandang buruk bagi orang-orang. Stella masih punya hati, bagai mana pun juga itu adalah darah daging nya.

Berjalan ke arah jalan raya dengan tangan tak henti mengelus pelan perut itu, senyuman manis yang tidak terlepas dari bibir tipis ranum nya hingga..

Brukkk!

***

Selesai membersihkan diri, kini pria itu nampak lebih segar dari sebelumnya dengan tubuh shirtless menampakkan roti sobek dengan sedikit bulu-bulu halus di bagian bawah perutnya. Sedikit terkejut namun kembali memasang wajah dinginnya kala kedua sahabatnya tengah berbaring pada kasur dengan kondisi kamar yang buruk. Memutar bola mata malas pria dengan rambut yang masih basah, menyisakan beberapa tetes air di wajah tampan itu. memilih menghiraukan kedua manusia itu dengan kembali ke walk in closed memakai hoodie ungu dengan bawahan jeans putih. Rambut yang sudah tertata rapi bersiap memakai sneakers hitam itu terhenti, kala salah satu membuka suaranya..

"Mau kemana lo? " tanya Rimba menatap malas Bima dengan tangan yang sibuk mendial nomor gadis yang beberapa hari lalu sudah resmi menjadi pacarnya.

"Balik ke Canada. " ucapan lelaki yang sudah selesai memasang sneakers hitam itu mengambil dompet, handphone, serta kacamata hitam pelengkap ketampanan nya. Membuat kedua lelaki itu mendelik kaget.

"Aduh plis deh Bim, lo bisa gak buat kasih kita waktu buat istirahat sejenak. " ucap Bagas cengo dengan coca cola kaleng yang berada di tangan kanannya.

"Gue gak ikut! " ucap Rimba dan Bagas bersamaan.

Melirik kedua sahabat nya malas, lelaki itu membuka pintu kamar beranjak keluar berucap dengan malas..

"Siapa juga yang ngajak kalian, kerjaan nolep,beban doang! " sinis Bima menutup pintu kamar apartemen itu dengan kasar.

"Anjing dada gue sakitt! "

***

Memutuskan untuk kembali ke Canada, kota pelampiasan Bima selama 2 tahun ini, lelaki itu berfikir untuk tinggal di kota luas tersebut. Mendamaikan pikirannya dan mungkin menjalani kehidupan baru di sana. Memulai ulang kehidupan yang akan jauh berbeda. Mencoba untuk melupakan semua kejadian bersama sang kekasih yang menghantui pikirannya. Lelaki itu menaiki mobil pribadinya menuju bandara internasional.

Macet? Sudah biasa di kota Indonesia. Lelaki itu mendengus kesal kenapa macet nya harus sekarang? Ia sudah tidak sabar meninggalkan kota ini. Tempat yang hanya menaruh luka pada hatinya, namun sepertinya Bima tidak bisa menyalahkan kota tersebut. Karena penyebab awalnya adalah Kebohongan. Memikirkan nya membuat kepala nya sedikit pusing. Kenapa ramai sekali? Bahkan ada yang turun dari motor, mobil, angkot, bus. Hanya untuk melihat kejadian di depannya. Bima penasaran.. Apa yang terjadi di depannya membuat banyak orang berlarian kesana kemari dengan ambulans yang datang. Kecelakaan? Ya, sepertinya ada kecelakaan lagi disini. Lelaki itu memutar bola mata nya malas, sebuah kejadian yang menurutnya sudah basi.

Mencoba untuk kembali berputar arah, kembali ke apartemen nya. Berniat menunggu sampai kerumunan di depan nya surut, membuat mata lelaki itu sakit melihat kebisingan ulah orang-orang. Kembali menghela nafas kasar, lelaki itu melirik sekilas spion belakang nya. Yang menampakkan deretan kendaraan beroda 4 serta 2,berjajar pada belakang mobil lelaki itu. Membuat Bima mengumpat kesal.. Lelaki itu terjebak sekarang.

Cukup lama lelaki itu menunggu, sampai kerumunan menyusut. Dengan beberapa para suster bawaan ambulans hendak menggotong gadis yang terkapar lemas. Lelaki itu terhenyak, ia seperti mengenali gadis itu. Walau rambut panjangnya menutupi wajah yang memerah kerena darah. Namun nampak tidak asing bagi Bima. Mencoba memastikan bahwa gadis itu adalah sesosok orang yang ia kenal, Bima menuruni mobilnya dengan kacamata hitam tidak lepas dari matanya. Berjalan pelan menghampiri para orang serta suster yang memindahkan gadis itu pada brankar. Tanpa sadar air matanya mengalir melewati rahang tegasnya.

"Stella.. "

***

Berlari dengan tergesa-gesa mendorong brankar itu dengan mata sesekali menatap gadis didepannya, menepis kasar air mata yang mengalir pada pipi nya. Pria itu menghela nafas gusar menatap pintu UGD itu tertutup membawa gadis itu.

Sedikit khawatir namun mencoba untuk tidak peduli, tapi hal itu sia-sia. Lelaki itu berulang kali mondar-mandir didepan ruangan itu, merapalkan doa. Hingga beberapa saat dokter keluar dari ruangan tersebut, membuat lelaki dengan wajah khawatir sigap hendak menanyakan kondisi gadis malang tersebut terhenti kala dokter terlebih dahulu angkat bicara.

"Pasien serta bayinya tidak dapat kami selamatkan. "

~End~



Tbc.

Satu part lagi epilog, dan cerita Bima benar-benar selesai:)

Makasih yang udah baca, vote, dan komen.
See you next chapter ☺

BIMA [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang