Permulaan

50 7 2
                                    

Isak tangis terdengar dari salah satu bilik toilet. Seorang gadis berkacamata dengan rambut terikat satu ke belakang beberapa kali meremas ujung seragamnya. Ia merasa geram dengan hal yang terjadi padanya. Bukan kali pertama, tiga manusia paling menyebalkan menurutnya itu selalu mengganggu ketenangan. Hari ini ia harus kembali menerima perlakuan tidak baik hanya karena tidak sengaja menumpahkan minuman milik Airin. Yuna menabrak Airin dan dua temannya karena terburu-buru menuju toilet. Namun, nasib sial justru menimpanya.

"Lu buta atau gimana, sih? Seragam gue basah gara-gara lu nabrak gue! Bego banget sih, lu!" Airin menarik rambut Yuna dan menenggelamkan wajah gadis itu di wastafel dengan posisi keran air menyala.

Airin dan dua temannya meninggalkan Yuna begitu saja. Gadis berkacamata itu menatap wajah diri pada cermin. Air mata yang berlinang di pelupuk akhirnya tumpah ruah. Ia memasuki salah satu bilik toilet dan menangis sejadi-jadinya di sana.

"Aku salah apa sama mereka? Kenapa hanya mereka yang tidak bisa menerima keberadaanku?" isaknya.

Suara ketukan pada pintu bilik yang ia singgahi membuat Yuna segera menyudahi tangisannya. Ia melepas kacamata yang sudah lembab dengan air mata kemudian menyeka kacamatanya dengan ujung seragam. Setelah memakai kacamata kembali, ia beranjak kemudian menghela napas sejenak. Gagang pintu ia raih dan pintu itu terbuka. Gadis yang menunggu di depan pintu hanya menatap bingung ke arahnya seolah bertanya kenapa dan apa yang terjadi. Namun, Yuna hanya tersenyum kemudian beranjak meninggalkan toilet.

***

"Kak, mereka gangguin kamu lagi? Apa perlu aku kasih pelajaran buat mereka? Nggak ada kapoknya ya, bisa-bisanya gangguin kakak gue mulu!" Arkan menghentikan langkah sang kakak di koridor dekat lapangan basket. Kebetulan, ia sedang bermain basket dengan teman-temannya.

"Aku nggak apa-apa kok, Kan. Ya udah, kamu lanjut main dengan teman-temanmu aja, aku mau balik ke kelas. Daaghh!" Yuna melambaikan tangan kemudian pergi dari hadapan sang adik.

Arkan Panditto, adik satu-satunya yang Yuna miliki. Orang tua mereka sudah meninggal akibat kecelakaan lalu lintas. Sosok Arkan yang selalu menjadi pelindung bagi Yuna. Sang adik tak pernah peduli masalah apa yang akan ia hadapi, yang terpenting baginya adalah memberi pelajaran bagi siapa pun yang sudah berani mengganggu sang kakak. Ayyuna Anggita adalah nama lengkap gadis itu. Ia kini duduk di bangku kelas 2 SMA. Meski berkacamata, ia tetaplah seorang gadis cantik dengan senyum manis yang dimilikinya. Ia juga terkenal pandai di kelas. Namun, entah mengapa Airin dan dua temannya selalu mengganggu Yuna.

Yuna tiba di kelas bertepatan dengan bel masuk berbunyi. Ia menduduki bangkunya yang terletak di baris ke dua nomor empat dari depan. Hiruk pikuk menjadi hening saat suara langkah Bu Mitha terdengar mendekati kelas. Beliau membawa setumpuk kertas yang sepertinya hasil ujian minggu lalu. Wanita berkacamata dengan rambut disanggul itu berdiri di depan papan tulis kemudian menyapa para murid.

"Hasil ujian minggu lalu sudah keluar. Selamat kepada Ayyuna Anggita, kamu memperoleh nilai tertinggi seangkatan kelas dua. Untuk posisi kedua ada Airin Kesya dan posisi ketiga Rio Pradipta. Selamat sekali lagi untuk nama-nama yang tadi sudah ibu sebutkan. Rio, boleh tolong bantu saya membagikan ini?"

Tepuk tangan terdengar bersahutan. Beberapa kawan mengucapkan selamat kepada Yuna. Namun, hanya Airin yang menatap sinis ke arahnya. Kini Yuna tahu alasan Airin selalu mengganggunya, gadis itu merasa tersaingi. Rio beranjak dan mulai membagikan kertas hasil ujian kepada yang lain.

"Selamat ya, Na, lu megang posisi juara lagi. Someday, gue bakal bisa ngejar posisi lu! Hahaha." Rio meletakkan kertas hasil ujian milik Yuna di mejanya.

"Selamat juga untukmu, Rio. Haha, bersaing secara sehat, ya?"

"Jelas!" Rio kembali melempar tawa yang disambut tawa juga oleh Yuna.

KUBUS CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang