Salah satu lorong di SMA Artharida tampak ramai disertai suara sorakan para siswi. Mata mereka tak mampu berkedip menyaksikan sosok yang melewati lorong tersebut. Menjadi pusat perhatian bukanlah lagi masalah baginya, ia sesekali mengedar pandang ke arah siswa-siswi yang menatapnya, juga melambaikan tangan disertai senyumnya yang menebar pesona. Terlalu hanyut dalam hal itu, membuatnya tak sadarkan diri, tubuhnya menabrak seseorang yang tampak memakai earphone dan membawa buku.
"Lu buta?" ucapnya dengan membentak, kemudian ia merapikan jas almamaternya. Suara kerasnya itu tak mengubah pandangan mereka yang terpesona, kini mereka saling berbisik dan menyaksikan dua pria itu.
Pria yang ditabraknya tadi tak menggubris, ia memilih mengambil bukunya yang terjatuh dan kemudian hendak beranjak dari hadapan pria tersebut. Merasa tak dihiraukan, ia menarik earphone yang terpasang di telinga pria itu, kemudian membantingnya ke lantai. Seluruh siswi yang ada di lorong itu terkejut, mereka segera memilih bubar dari sana. Lagi-lagi pria tadi tak menghiraukan, ia menunduk untuk mengambil earphone-nya. Namun, sebuah tangan gadis lebih dulu mengambil earphone itu.
"Lino, kamu nggak apa-apa?" Mina memberikan earphone tersebut. Pandangannya beralih pada pria di hadapan Lino yang memasang wajah angkuhnya.
Mina menatapi pria itu dari atas hingga bawah. Tubuh tinggi, rahang tegas, dan mata yang berbentuk seperti kucing. Ia melihat name tag yang ada di jas almamater pria tersebut, tertulis Johan Nugraha. Wajah pria itu masih memandang dengan sinis, Mina tak mau berlama-lama melihatnya, ia mengalihkan pandang ke arah Lino yang masih terdiam.
"Lu terpesona juga sama gue? Iyalah, mana ada cewek yang nggak bakal terpesona sama Jo!" Mina mendengar itu justru merasa jijik dan menautkan alisnya. Tangan Lino meraih tangan Mina, ia segera membawa gadis itu pergi dari hadapan Johan.
"Hormat dikit sama senior! Lino, pengecut lu!" teriaknya. Lino dan Mina tetap berjalan tanpa menghiraukan teriakan pria menyebalkan itu.
***
Lino dan Mina duduk di kursi yang ada di taman. Mina masih merasakan hangat di tangannya karena pegangan Lino tadi. Gadis itu menatap dengan senyum bahagia yang terulas dari sudut bibirnya. Pria di sampingnya masih belum memulai kata, ia memilih kembali memasang earphone dan membaca bukunya. Rasanya bagi Mina, ia sudah terbiasa dengan sikap Lino yang seperti ini. Bahkan, saat diam dan membaca buku seperti itu membuat pesona Lino terpancar.
"Ah, iya, maaf soal semalam." Lino melirik gadis di sampingnya yang masih menuai senyum sejak tadi.
"Maaf untuk apa? Sepertinya kamu tidak melakukan kesalahan." Mina menautkan alisnya dan menatap Lino lebih dalam.
"Aku bersikap dingin padamu. Maaf, selama ini aku hanya tidak terbiasa banyak bicara, terutama dengan seorang gadis." Lino menunduk, entah mengapa ia merasakan seperti ada yang mengacau di dalam dada.
"Oh, itu. Nggak apa-apa kok, cowok dingin kayak kamu tuh, keren! Apalagi kamu suka sendirian baca buku dan pakai earphone. Aku suka!" Mina tertawa, ia bahkan tidak sadar ucapannya itu membuat pipi Lino menghangat.
"Tidak pernah ada yang memujiku seperti itu."
Hening. Lino masih sibuk menunduk, menutupi semburat merah yang muncul di pipinya. Mina menutup mulutnya dengan tangan kiri, ia baru menyadari bahwa tadi secara tidak langsung mengungkapkan ketertarikan pada Lino. Gadis itu kini menggigit bibir bawahnya, ia tak berani buka suara ataupun menoleh ke arah pria di sampingnya itu.
"Mina?"
"Ya?"
"Apa kau bukan dari dunia ini?" Lino memberanikan diri menoleh. Ia menatap lekat wajah gadis di sampingnya yang tampak kebingungan dengan pertanyaan tersebut.
"Maksudmu aku makhluk astral? Yang benar saja!" Mina mengalihkan pandangan. Ia jadi teringat jika di dunia ini ia hanyalah menjalankan sebuah permainan.
"Lupakan. Ayo, ke kelas!" Lino mengulurkan tangan, gadis itu dengan ragu menerimanya. Namun, pada akhirnya jemari mereka saling bertaut.
***
Langkah keduanya terhenti di ambang pintu kelas. Melihat seseorang yang duduk di kursinya, membuat Lino mengepalkan tangan. Mina menoleh ke arah Lino, ia mampu merasakan betapa kesalnya pria itu. Seluruh pasang mata bergerak ke arah pintu. Seseorang yang menduduki kursi Lino hanya menyeringai. Ia kemudian berdiri, menghampiri dua manusia yang masih mematung di depan pintu kelas. Mata kucing milik pria itu memancarkan aura sinis, tatapan tajam dan dalam ia arahkan ke Lino.
"Sejak kapan lu bisa gandeng cewek di sisi lu gitu? Dia terlalu cantik, nggak pantas ada di samping lu!" Johan tersenyum sinis, ia kemudian melempar pandang ke arah Mina.
"Apa, sih? Kamu nggak ada kerjain lain, ya? Kenapa harus Lino yang diganggu? Pergi sana!" Mina memberanikan diri, ia tidak bisa menahan gejolak karena pria itu mengganggu Lino.
"Duh, galak banget sih, Cantik. Dengar ya, Lino itu hanya seorang pengecut! Selamanya akan begitu!" Johan melangkah, ia berjalan melewati keduanya begitu saja, bahunya sengaja menabrak bahu Lino.
Seluruh pasang mata yang memandangi mereka kini beralih, kembali ke tempat duduk masing-masing. Mina masih dapat merasakan kekesalan di wajah Lino. Ia memberanikan diri, menarik tangan Lino dengan lembut menuju ke meja mereka. Lino tersentak, ia menoleh, tetapi Mina hanya menuai senyumnya. Senyum manis dan hangat yang tak pernah diterimanya dari siapa pun.
"Terima kasih, Mina," ucap Lino pelan. Mendengar suara itu membuat Mina menoleh, lagi-lagi ia menuai senyumnya.
"Aku nggak ngelakuin hal lebih kok. Hehe." Lino menuaikan senyumnya. Senyum paling bahagia yang Mina lihat untuk pertama kali.
***
Mina berdiri di dekat gerbang sekolah, tentunya ia menunggu sang ayah menjemput. Di sekitarnya juga terlihat beberapa siswa dan siswi yang menunggu jemputan sepertinya. Beberapa dari mereka yang membawa kendaraan sendiri berlalu-lalang melewati gerbang sekolah. Motor ninja berwarna merah dan bercorak hitam berhenti di hadapan gadis itu. Awalnya Mina tak menghiraukan, tetapi pemilik motor itu membuka kaca helmnya dan tersenyum ke arah Mina yang masih tampak bingung.
"Mau gue antar?" Senyuman dengan mata kucing itu sangat terlihat jelas.
"Nggak perlu. Aku nunggu Ayah. Sana pergi! Kamu kan, yang tadi ganggu Lino? Nggak usah sok baik sama aku." Mina mengalihkan wajahnya, melihat ke jalanan sembari cemas menanti sang ayah.
"Yashmina Dandellina. Nama lu cantik, sama kayak orangnya. Gue Johan Nugraha. Kelas 3 IPS-B. Senior lu di sini. Boleh gue kenalan sama lu, kan?" Ucapan Johan sama sekali tidak dihiraukan. Mina melambaikan tangan pada mobil yang terlihat mendekat. Gadis itu tanpa membalas perkataan Johan, ia memasuki mobil sang ayah begitu saja.
"Cih, tapi menarik juga. Terlebih lagi dia dekat sama Lino. Sasaran empuk!" Johan menyeringai. Ia kembali memakai helm kemudian melajukan motornya.
KAMU SEDANG MEMBACA
KUBUS CINTA
Teen FictionMeski cantik dan siswi terpintar di kelasnya, Yuna masih menerima perlakuan tidak baik dari beberapa temannya. Suatu hari ia merasa muak dengan mereka yang merundungnya. Tiba-tiba saja Yuna menemukan kubus hitam misterius yang membawanya pada dunia...