Kekosongan

12 0 0
                                    

Semua mata tertuju saat seseorang mengendarai motor ninja berwarna hitam memasuki arena mereka. Saat sosok itu tiba, ia langsung membuka helmnya dan menyugar rambut. Dua orang pria yang sudah menunggunya bersorak dan berjalan menghampiri. Dion melabuhkan pukulan kecil di lengan Lino.

"Gue kira lu nggak bakal dateng ke tempat beginian. Wih, kayaknya Lino udah mulai mau keluar dari sangkarnya!" Dion tertawa.

"Apa yang ngebuat lu mau ke sini, No?" tanya Topan dengan sesekali memerhatikan wajah Lino yang tampak kusut.

"Bosan. Hanya itu. Malam ini gue gabung sama kalian. Boleh, kan?" Lino menoleh ke arah Dion dan Topan secara bergantian. Kedua temannya itu hanya mengangguk. Mereka masih tampak begitu bahagia karena Lino akhirnya mau bergabung.

Tiba-tiba terdengar suara motor yang melaju dengan kencang ke arah arena mereka. Ia mengendari motor ninja berwarna merah dengan campuran corak hitam. Hampir dari mereka bersorak menyambut kedatangan sosok itu. Lino yang masih tidak tahu apa-apa hanya menyaksikan sampai orang itu membuka helmnya. Pria itu bermata sipit dan tajam seperti kucing, rahang pipi yang tegas, dan beberapa tindik di telinganya. Lino hanya ber-oh dalam hati. Ia sudah mengenal wajah pria itu meski tidak tahu namanya.

"Ada tamu rupanya malam ini. Murid kutu buku dan cupu kayak lu, bisa apa di sini?" Suara itu terdengar menyebalkan di telinga Lino. Ia mengembuskan napas kasar. Pria itu berjalan menghampiri ke arahnya.

"Gue mau lu tanding malam ini sama gue. Tenang aja, citra baik lu di sekolah nggak bakal gue rusak. Gimana?" Pria itu menyeringai. Suara-suara berisik dari orang-orang yang berada di arena itu semakin menyebalkan. Lino yang tadinya hanya ingin mengusir rasa bosan, tetapi harus dihadapkan dengan situasi seperti ini.

"Oke." Lino mengenakan helmnya. Ia segera meluncurkan motornya ke garis start, begitu juga pria bermata kucing tadi.

Seorang wanita berdiri di antara mereka, ia mulai menghitung mundur, kemudian mengangkat bendera pertanda pertandingan mereka dimulai. Pria bermata kucing itu melajukan motornya lebih dulu, ia terlihat begitu semangat. Sementara Lino, ia hanya bersikap santai dan tidak mau terpancing emosi. Ia juga tidak bersungguh-sungguh dalam balapan ini. Dion dan Topan berteriak kepadanya penuh semangat untuk menyalip pria bermata kucing itu. Awalnya Lino enggan, tetapi embusan angin dan suasana yang tak pernah ia rasakan ini seolah-olah memacu keberaniannya.

Lino mulai menaikkan kecepatan, perlahan ia dapat mendekat ke arah pria bermata kucing itu, posisinya juga sudah dapat tersalip olehnya. Namun, pria itu rupanya tidak mau kalah. Ia terus memacu motornya untuk selalu berada di posisi terdepan hingga finish nanti. Dua putaran sudah mereka jalani. Kini di putaran ketiga adalah penentuan pemenangnya. Lino masih menjernihkan akalnya, ia tidak mau terjadi apa-apa. Keadaan itu dimanfaatkan pria tadi untuk melewati Lino dan ia berhasil berada di finish lebih dulu.

"Cih, sekali cupu ya cupu aja! Lu nggak pantes ada di arena ini. Mending pulang sana, dicariin mama tuh!" Pria itu tertawa kencang disambut suara teman-temannya yang lain. Dion dan Topan justru merasa kesal Lino diperlakukan seperti itu. Namun, Lino tetap menuai senyumnya dengan tenang. Ia memilih melajukan motornya untuk pulang, tanpa memedulikan tawa yang meledeknya.

***

Lino menghentikan motornya di depan sebuah minimarket. Ia memasuki tempat tersebut dan bergerak menuju kulkas yang ada di bagian ujung ruangan tersebut. Tangannya membuka pintu kulkas dan hendak meraih jus jeruk dalam kemasan kotak. Namun, rupanya ada tangan seseorang juga yang hendak meraih jus tersebut. Lino menoleh pada sosok di sampingnya. Gadis itu membulatkan mata saat mengetahui sosok di hadapannya. Lino bergerak cepat mengalihkan pandangan wajahnya, ia mengganti pilihannya pada minuman kaleng bersoda.

Mina berdecak sebal karena Lino tidak memedulikan kehadirannya. Pria itu justru menuju meja kasir dengan cepat. Mina tak mau tertinggal, ia juga bergegas menyelesaikan belanjanya. Saat sudah selesai, pandangan gadis itu mengedar ke sekitar minimarket. Tak jauh dari sana ada sebuah bangku panjang di bawah pohon. Ia dapat melihat jelas jika Lino sedang meneguk minuman tadi di sana. Tanpa pikir panjang, gadis itu berjalan menghampiri dan langsung duduk di sampingnya tanpa izin.

"Ngapain duduk di sini?" tanya Lino dengan setengah melirik ke arah Mina.

"Ngapain, ya? Nggak tahu juga. Eh, kamu ngapain juga ada di sini? Rumahmu memangnya dekat sini?"

"Rumahku jauh. Bukan urusanmu juga aku ada di sini untuk apa. Dah, aku harus pulang." Lino beranjak dari duduknya, tetapi tangannya ditahan oleh Mina. Gadis itu juga tidak sadar mengapa tangannya menahan tangan Lino.

Lino tak mau menghiraukan. Ia menghempas tangan Mina kemudian menaiki motornya. Namun, tiba-tiba saja ada rasa yang mengganjal di hatinya. Ia kembali menoleh ke arah Mina yang masih duduk dan menunduk lesu.

"Ayo, naik! Sebelum aku berubah pikiran." Lino memukul jok belakang motornya. Mina menoleh dengan wajah berseri. Ia segera menghampiri Lino dan berboncengan dengan pria dingin itu.

***

Lino menghempaskan tubuhnya di kasur. Ia tak memedulikan lagi teriakan sang mama dari balik pintu, ia sudah mengunci pintu tersebut dengan rapat. Ia memandang lurus ke arah langit-langit kamar. Senyum di sudut bibirnya sedikit mengembang. Entah sejak kapan bayangan senyum Mina saat berterima kasih padanya tadi melintas dalam benaknya.

Lino mengangkat telapak tangan kanannya, kemudian menatap garis-garis yang ada di telapak tangan tersebut. Genggaman hangat tangan seorang Mina yang mengajaknya berkenalan secara resmi tadi masih begitu terasa. Ia merasa ada ruang hampa dalam dadanya yang kini seolah-olah perlahan terisi.

"Dih, gue apaan!" rutuknya sendiri. Ia segera beranjak untuk berganti pakaian.

Seusai berganti pakaian, Lino duduk di hadapan meja belajarnya. Ia merapikan buku-buku pelajaran yang sesuai jadwal besok. Ia juga memastikan tidak ada tugas yang terlewat. Lino selalu mengerjakan tugas pada saat hari itu juga ketika tugas tersebut diberikan. Jadi, ia sudah selesai lebih dulu sebelum deadline.

"Besok gue harus minta maaf," ucap Lino saat menyadari sikap dinginnya terhadap Mina saat di sekolah. Pria itu kemudian menuju tempat tidurnya. Ia menarik selimut, bibirnya mengucapkan doa sebelum tidur, kemudian perlahan matanya memejam. Kehadiran Mina hari ini membuat ruang kosong di hatinya sedikit terganggu. Sementara itu, Lino masih belum dapat mengartikan ini semua.

Di tempat lain, Mina juga baru saja merebahkan tubuhnya di kasur. Gadis itu tak dapat menahan senyumnya. Pada akhirnya ia dapat berbicara dengan Lino. Ia pikir pria dingin itu akan selamanya mengabaikannya, tetapi nyatanya tidak. Baginya juga Lino tak sedingin yang ia kira. Mina memejamkan matanya, ia tak sabar besok bertemu Lino di sekolah.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
KUBUS CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang