Pantai Malam Hari

8 0 0
                                    


Saat meninggalkan kafe itu, Jungkook terus merutuki kebodohannya. Kesempatan untuk berdua saja bersama Hanna ia buang sia-sia karena kegugupan yang ia alami. Apalagi saat Hanna memanggil Namanya dengan imut membuat wajahnya menjadi kepiting rebus karena malu. Satu hal yang Jungkook lupakan, perbuatannya tadi mungkin akan menjadi jarak pemisah antara ia dan Hanna.

"Kenapa dia memanggilku seperti itu sih. Buat jantungku semakin berisik saja." Gerutunya sambil terus berjalan.

"Aku kemana ya? Malas sekali kalau aku harus pulang ke Apartemen. Apa aku pergi ke rumah Appa saja ya?" monolognya lagi. "Sekalian aku bisa memakan seafood yang banyak disana." Lanjutnya. Ia langsung bergegas mengambil ponselnya dan menghubungi orang rumah atas kunjungan dadakannya itu.

**

Sedangkan di dalam kafe, Hanna masih setia duduk sambil menikmati kopinya di senja hari. Tersenyum kecut, saat mengingat kejadian yang baru saja terjadi. Niatnya ia ingin menghabiskan waktu dengan juniornya yang lucu itu kandas. Entah karena apa, ia rasa Jungkook tak terlalu menyukainnya.

Biasanya ia akan menghabiskan waktu dengan Taeyong dan Jeahwan, namun ke dua temannya itu sedang sibuk dengan urusan masing-masing. Taeyong yang sibuk dengan calon tunangannya dan Jaehwan yang sibuk dengan persiapan lomba nyanyi yang akan ia ikuti. Hari ini juga tidak ada jadwal rapat Dewan Mahasiswa jadi ia tak ada kesibukan lagi.

"Ah, kemana lagi ya?" monolog Hanna sambil asik mengotak-atik ponselnya dengan serius mencari sesuatu.

Sejujurnya Hanna sangat membutuhkan teman saat ini. Setidaknya untuk bisa bercerita dan tertawa bersama. Bukan untuk bercerita tentang masalahnya, tapi untuk bercerita melupakan masalah yang ingin sekali ia lepasakan sebentar. Namun kenyataannya tak ada satu orangpun yang bisa ia temui saat ini. Niatnya untuk pulang ke apartemannya pun tak ada sedikitpun.

"Aku akan menemui Kevin sebentar, lalu melanjutkan pekerjaanku." Monolognya sambil menyeruput habis kopi yang dipesan tadi. Tentu saja kopi itu sudah mendingin saat itu.

Lalu ia bergegas menghampiri sahabatnya Kevin. Ya, satunya-satunya teman yang bisa ia datangi sekarang adalah Kevin. Pria blasteran Amerika-Korea itu adalah temannya sejak kecil. Ia selalu menyempatkan waktunya untuk menemui Kevin sesibuk apapun dirinya. Tak lupa ia mampir ke toko membeli sesuatu yang manjadi kesukaan Kevin. 'Kevin pasti senang ku bawakan ini,' ucapnya dalam hati sambil memengang barang itu dengan erat.

Setelah 15 menit perjalanan, ia telah sampai di tempat Kevin. Bergegas membuka pintu depan dan berlari menghampiri Kevin sahabatnya itu.

"Kevin, Hanna datang. Apa kabar?" Ucap Hanna dengan senyuman manisnya.

**

'Luka ini sudah ada sejak lama, terus menggerogoti kebahagian yang ku miliki. Aku tak tahu seberapa besar kapasitas ku dalam menghadapi luka ini, tapi jika saatnya tiba aku akan benar-benar menyerah. Menyerah untuk mengobati luka ini, dan juga menyerah untuk berusaha tidak terluka.' Tulis wanita itu dalam buku hariannya di bawah sinar rembulan yang meremang. Tak terasa air matanya jatuh perlahan saat ia menutup kedua matanya membiarkan angin malam masuk kedalam tubuhnya.

Malam semakin larut, tapi wanita itu tetap duduk tenang memandang lurus ke depan. Coklat panas yang ia pesan tadi kin telah menjadi dingin. Terlalu terbuai dengan bisikan angin malam terus membuatnya terbuai. Tempat yang tadinya ramai juga kini semakin sepi, ada beberapa orang saja yang duduk sepertinya untuk menikmati pemandangan malam.

"Maaf tempat ini akan tutup sebentar lagi." tegur seorang pelayan padanya.

"Ah ia sebentar lagi saya akan pulang." Balasnya sambil memamerkan senyuman.

5 menit kemudian wanita itu sudah bersiap untuk pergi, tak lupa ia menghabiskan coklat panas yang sudah berubah menjadi dingin itu.

"Minuman panas saja punya batas waktu agar ia tetap panas. Apa luka ini tak ada batas waktu untuk tak terasa sakit lagi?" monolog wanita itu setelah meneguk habis minumannya kemudian pergi meninggalkan tempat itu.

Tak langsung pulang, wanita itu lantas memilih menyusuri pantai yang ada di dekatnya. Menginjak kaki di pasir yang lembut merasakan angin malam dan bersenandung menciptakan harmoni dengan suara ombak. Adalah hal yang sangat di sukai wanita itu, tak peduli jika ia akan sakit karena kelamaan di malam yang dingin itu. Kenyamanan hatinya adalah hal yang utama saat ini.

Pantai, adalah tempat pertama yang selalu terlintas dalam benaknya saat mengalami masa seperti ini. Entah mengapa, ia juga tak tahu tapi satu yang pasti. Ia benar-benar merasa nyaman saat berada di pantai.

Dulu, pantai juga merupakan tempat yang sangat sering ia kunjungi bersama keluarganya. Dulu, saat ia masih kecil berusia sekitar 4 tahun. Ia akan mengunjungi pantai sambil membawa bekal, dan juga tak lupa membuat istana pasir bersama. Namun saat ini hanya dirinya yang sering mengunjungi pantai. Ibaratnya pantai selalu membawanya bernostalgia dengan kenangan indah masa kecilnya.

Saat asik berjalan di pinggir pantai, sepasang mata sedang memerhatikannya dari jarak yang tak begitu dekat. Mencoba memastikan siapa orang yang dilihatnya, ia menyipitkan mata untuk memusatkan pandangan.

"Apa yang dia lakukan disini?" tanya orang itu pada dirinya sendiri. Ia tampak kaget melihat wanita yang dia kenal itu berjalan-jalan di pinggir pantai semalam ini seorang diri. Meski merasa ragu, ia memberanikan diri mengampiri wanita itu.

"Noona." Panggilnya. Wanita itu pun menoleh karena kaget ada yang mengenalinya.

"Ah, Jungkook?" jawab Hanna sedikit terkejut.  

My Lovely NoonaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang