C H A P T E R • 04

1.7K 170 10
                                    

Happy Reading!
𝙺𝚕𝚒𝚔 𝚋𝚒𝚗𝚝𝚊𝚗𝚐 𝚓𝚊𝚗𝚐𝚊𝚗 𝚕𝚞𝚙𝚊^^
***

Happy Reading!𝙺𝚕𝚒𝚔 𝚋𝚒𝚗𝚝𝚊𝚗𝚐 𝚓𝚊𝚗𝚐𝚊𝚗 𝚕𝚞𝚙𝚊^^***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Letak kacamata aku perbaiki sebelum mengambil tas pundak. Setelah mengunci pintu, aku menunggu Adi di depan gerbang.

“Bentar. Kamu coba bandingin muka aku sekarang, sama yang di foto ini. Mirip, nggak?” tanyaku sembari menunjukkan layar ponsel.

Adi melirik foto tersebut dengan alis berkerut selama beberapa detik, lalu memandangku. Beberapa kali ia melakukan hal tersebut secara berulang.

“Nggak mirip, Mbak. Yang ini cantik dewasa gitu,” dia menunjuk fotoku, “kalau Mbak kayak anak ABG, manis.”

Aku memukul lengan pria itu dengan map yang kubawa.

“Pinter gombal kamu. Pasti banyak cewek yang naksir, kan?” tebakku.

“Pinter gombal buat apa, Mbak, kalau ujung-ujungnya mandang harta.”

Aku tertawa ringan mendengar curhatan pria itu. Kemudian naik di motornya. Mulai sekarang, dan jika aku diterima bekerja, Adi akan menjadi ojek pribadiku.

“Sabar aja. Banyak kok cewek yang nggak mandang harta.” Aku menghibur.

“Ada sih, nggak mandang harta karena udah kaya. Tapi mandang fisik lagi, Mbak. Uh, dunia emang nggak adil banget sama saya. Udah jelek, nggak kaya lagi.”

“Nggak boleh gitu, ih! Bersyukur aja, kamu setidaknya punya semangat kerja. Itu modal besar buat jadi sukses. Kalau udah miskin, jelek, nggak punya semangat lagi, ya jadi sampah doang.”

“Ih, Mbak, nggak boleh ngomong gitu!”

Aku tertawa.

Tidak lama, kami sampai di depan kantor tempat Mas Aiden bekerja. Aku mulai gugup.

“Beneran kan, aku beda dari foto tadi?” tanyaku.

“Iya, Mbak. Suer deh,” ucapnya sembari menunjukkan jari telunjuk dan tengah.

Kalimatnya itu tidak mengatasi kegugupanku dengan baik. Aku mengatur napas dengan menarik oksigen banyak-banyak. Rambut yang aku lipat ke dalam agar terlihat pendek, diperbaiki sebentar. Rok selutut aku cek, serta kemeja putih.

“Kamu bisa pulang dulu, cari penumpang lagi atau makan gitu. Ntar aku telpon kalau butuh kamu.”

“Kan Mbak udah sewa saya seharian. Lagian, uang yang Mbak kasih lebih banyak dari yang saya dapetin setiap harinya.”

“Yaudah, kerja lagi, biar banyak duit, cepet kaya. Sana, sana!” Aku mengibaskan tangan padanya sembari tersenyum.

“Oke deh, Mbak. Kalau saya kaya gara-gara ngojek nanti, Mbak yang bakalan pertama kali saya traktir!”

Passionate HubbyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang