C H A P T E R • 03

2K 200 16
                                    

Happy Reading!
𝙺𝚕𝚒𝚔 𝚋𝚒𝚗𝚝𝚊𝚗𝚐 𝚓𝚊𝚗𝚐𝚊𝚗 𝚕𝚞𝚙𝚊^^
***

Setelah merapikan rumah sebentar, aku langsung ke walk in closet untuk mengganti baju

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah merapikan rumah sebentar, aku langsung ke walk in closet untuk mengganti baju. Tidak ingin ketinggalan satu pun kegiatan Mas Aiden, aku secara asal memilih sweater rajut kunyit, dan celana jeans hitam. Tak lupa mengenakan sneaker shoes hitam. Aku hendak keluar, tetapi setelah melirik cermin, niat tersebut batal. Aku akan mudah dikenali jika hanya seperti ini.

Mengambil pita, aku melipat rambutku ke dalam agar terlihat lebih pendek. Lalu memakai kacamata. Uh, setidaknya aku sedikit berbeda sekarang.

Tapi, tetap kentara sekali wajahku. Aku mencoba memakai make up tipis. Eh, wajahku semakin jelas. Segera saja aku menghapus make up dengan micellar water, dan uh, aku melihat zombie di cermin. Aku sedikit berbeda dengan ini.

Shadow cokelat aku tambahkan di bawah mata. Aku semakin terlihat tua. Pinggiran bibir aku berikan warna gelap, dan bagian dalamnya kuberi warna merah. Bibir pucatku sudah berubah. Uh, aku tidak lagi mengenali bayangan sendiri.

Saatnya menjadi detektif!

Aku harus mencari tahu permasalahan Mas Aiden, lalu menanyakannya pada dokter. Itu jalan terbaik. Kami sudah hampir setahun bersama, tapi masih seperti itu-itu saja. Bodohnya aku, baru sekarang kepikiran melakukan hal ini.

Setelah benar-benar siap, aku langsung keluar rumah dan mengunci pintu. Baru ke garasi untuk mengambil sepeda motor. Tapi, kalau aku naik sepeda motor, terlalu kentara aku mengikuti Mas Aiden.

Maka, aku ke pergi ke pengkolan ojek. Menyewa salah satu dari mereka seharian ini dengan empat lembar uang bergambar Soekarno-Hatta.

Penyelidikan dimulai!

***

Saat sampai di kantor Mas Aiden, masih aku dapati punggung pria itu memasuki gedung 7 lantai itu. Ia menyapa beberapa orang dengan ramah, lalu masuk. Aku turun dan meminta si tukang ojek menunggu.

Namun, baru di depan pintu, satpam menghalangi jalanku. Meminta alasan untuk masuk. Aku menggigit ujung kuku, karena tidak tahu alasan apa yang bisa aku berikan.

“Silakan pulang, Mbak, kalau tidak punya alasan untuk masuk. Tidak sembarang orang boleh masuk ke dalam.” Pria seusia Mas Aiden itu memasang badan tegapnya tepat di depan pintu. Aku mendengkus.

Aku dan si tukang ojek mencari tempat berteduh untuk melihat Mas Aiden dari jauh. Tapi, sejak pria itu masuk, dia tidak pernah terlihat lagi. Sampai berjam-jam lamanya. Aku yang tidak sempat sarapan, mulai merasa lapar saat matahari sudah berada di atas kepala.

“Dek, beliin saya roti dong, di warung.” Selembar uang seratus ribu aku berikan. “Roti 10, air mineral 2.”

“Iya, Mbak.” Pria yang usianya lebih muda dariku itu langsung melesat pergi. Aku mengipas diri sendiri dengan tangan saat panasnya benar-benar tidak tertahankan.

Passionate HubbyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang