Happy Reading!
𝙺𝚕𝚒𝚔 𝚋𝚒𝚗𝚝𝚊𝚗𝚐 𝚓𝚊𝚗𝚐𝚊𝚗 𝚕𝚞𝚙𝚊^^
***Setelah merapikan rumah sebentar, aku langsung ke walk in closet untuk mengganti baju. Tidak ingin ketinggalan satu pun kegiatan Mas Aiden, aku secara asal memilih sweater rajut kunyit, dan celana jeans hitam. Tak lupa mengenakan sneaker shoes hitam. Aku hendak keluar, tetapi setelah melirik cermin, niat tersebut batal. Aku akan mudah dikenali jika hanya seperti ini.
Mengambil pita, aku melipat rambutku ke dalam agar terlihat lebih pendek. Lalu memakai kacamata. Uh, setidaknya aku sedikit berbeda sekarang.
Tapi, tetap kentara sekali wajahku. Aku mencoba memakai make up tipis. Eh, wajahku semakin jelas. Segera saja aku menghapus make up dengan micellar water, dan uh, aku melihat zombie di cermin. Aku sedikit berbeda dengan ini.
Shadow cokelat aku tambahkan di bawah mata. Aku semakin terlihat tua. Pinggiran bibir aku berikan warna gelap, dan bagian dalamnya kuberi warna merah. Bibir pucatku sudah berubah. Uh, aku tidak lagi mengenali bayangan sendiri.
Saatnya menjadi detektif!
Aku harus mencari tahu permasalahan Mas Aiden, lalu menanyakannya pada dokter. Itu jalan terbaik. Kami sudah hampir setahun bersama, tapi masih seperti itu-itu saja. Bodohnya aku, baru sekarang kepikiran melakukan hal ini.
Setelah benar-benar siap, aku langsung keluar rumah dan mengunci pintu. Baru ke garasi untuk mengambil sepeda motor. Tapi, kalau aku naik sepeda motor, terlalu kentara aku mengikuti Mas Aiden.
Maka, aku ke pergi ke pengkolan ojek. Menyewa salah satu dari mereka seharian ini dengan empat lembar uang bergambar Soekarno-Hatta.
Penyelidikan dimulai!
***
Saat sampai di kantor Mas Aiden, masih aku dapati punggung pria itu memasuki gedung 7 lantai itu. Ia menyapa beberapa orang dengan ramah, lalu masuk. Aku turun dan meminta si tukang ojek menunggu.
Namun, baru di depan pintu, satpam menghalangi jalanku. Meminta alasan untuk masuk. Aku menggigit ujung kuku, karena tidak tahu alasan apa yang bisa aku berikan.
“Silakan pulang, Mbak, kalau tidak punya alasan untuk masuk. Tidak sembarang orang boleh masuk ke dalam.” Pria seusia Mas Aiden itu memasang badan tegapnya tepat di depan pintu. Aku mendengkus.
Aku dan si tukang ojek mencari tempat berteduh untuk melihat Mas Aiden dari jauh. Tapi, sejak pria itu masuk, dia tidak pernah terlihat lagi. Sampai berjam-jam lamanya. Aku yang tidak sempat sarapan, mulai merasa lapar saat matahari sudah berada di atas kepala.
“Dek, beliin saya roti dong, di warung.” Selembar uang seratus ribu aku berikan. “Roti 10, air mineral 2.”
“Iya, Mbak.” Pria yang usianya lebih muda dariku itu langsung melesat pergi. Aku mengipas diri sendiri dengan tangan saat panasnya benar-benar tidak tertahankan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Passionate Hubby
Storie d'amore18+ | ROMANSA || SELESAI 𝐌𝐞𝐧𝐢𝐤𝐚𝐡 𝐝𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐩𝐫𝐢𝐚 𝐭𝐚𝐦𝐩𝐚𝐧, 𝐤𝐚𝐲𝐚, 𝐬𝐮𝐤𝐬𝐞𝐬, 𝐩𝐞𝐫𝐡𝐚𝐭𝐢𝐚𝐧, 𝐧𝐚𝐧 𝐛𝐚𝐢𝐤-𝐬𝐢𝐚𝐩𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐛𝐢𝐬𝐚 𝐦𝐞𝐧𝐨𝐥𝐚𝐤? 𝐒𝐚𝐲𝐚𝐧𝐠𝐧𝐲𝐚, 𝐩𝐞𝐫𝐧𝐢𝐤𝐚𝐡𝐚𝐧 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐛𝐢𝐬𝐚-𝐛𝐚𝐢�...