C H A P T E R • 06

2K 184 8
                                    

Happy Reading!
𝙺𝚕𝚒𝚔 𝚋𝚒𝚗𝚝𝚊𝚗𝚐 𝚓𝚊𝚗𝚐𝚊𝚗 𝚕𝚞𝚙𝚊^^
***

Tampilanku sudah sangat mirip dengan hari saat aku melamar pekerjaan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tampilanku sudah sangat mirip dengan hari saat aku melamar pekerjaan. Seharusnya, Ayya sudah berbeda dengan Binar-nama samaran yang akan aku pakai nanti.

Namun, aku selalu merasa kurang. Volume bulu mata aku tambah, tetapi aku masih merasakan aura Ayya dalam diri. Kontur dagu aku tambahkan agar tampak menonjol. Tetap saja.

Aku membuka laci, mengubek-ubek isi make up dan skin care, sampai menemukan sebuah kotak kecil. Lensa kontak dengan beberapa pasang warna. Aku pilih warna abu-abu, agar berbanding terbalik dengan mataku yang hitam pekat.

Seharusnya aku tidak bisa dikenali lagi. Aku memperbaiki letak bando di atas kepala, yang menutupi pita sebagai alat untuk melipat rambut sehingga terlihat pendek.

Aku mengambil tas tangan yang baru aku beli secara online kemarin. Tidak ada lagi di tubuh ini yang menunjukkan sesuatu tentang Ayya. Seharusnya.

Sembari keluar dari pekarangan rumah, aku menelpon Adi yang ternyata sudah stand by sejak 15 menit lalu di depan gerbang.

Segera, kami menuju kantor karena ini sebenarnya agak telat sedikit. Kali ini, Adi menghentikan motornya di depan kantor, bukan lagi di bagian samping yang jauh dari perhatian orang-orang.

Sekali lagi, sebelum benar-benar masuk dan kemungkinan bertemu Mas Aiden lagi, aku merapikan penampilan. Jangan gugup ....

Setelah memastikan semuanya sudah rapi, aku memantapkan langkah masuk ke area kantor.

Dari arah belakang, muncul seorang pria dalam balutan jas abu-abu dengan celana bahan warna senada. Mataku langsung memicing tajam meski melihat wajahnya secara langsung.

Radar cemburuku memang setajam itu. Aku langsung mengenali si Zul pelakor ini hanya dari bentuk tubuhnya.

Kedua tanganku mengepal kuat. Rasanya ingin langsung menabrak pria ini sampai terjungkal. Namun, mengingat aku masih butuh wawancara di sini agar diterima, keinginan tadi terpaksa ditahan dulu. Tunggu sampai aku benar-benar bekerja di sini.

Mas Aiden tiba-tiba muncul dari dalam kantor. Aku membeku di tempat, agar tidak bersinggungan dengannya. Ia tidak melirik padaku sedikitpun, dan sibuk mengobrol dengan pria tua itu. Membahas beberapa laporan entah apa, lalu keduanya masuk dengan begitu akrabnya.

Aku bahkan tidak pernah diperlakukan sedekat itu.

Kemudian, teringat lagi ucapan Mas Aiden di rumah orang tuaku kemarin.

Semua sikap baiknya itu tergantung dari caraku memperlakukan Mas Aiden. Karena, semua yang dia lakukan hanya sebagai bentuk balas budi. Bodohnya aku, meski sudah dianggap seperti orang asing, tetap saja berusaha untuk orang itu.

Passionate HubbyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang