1

8K 570 98
                                        

Cuaca siang ini sangat terik, walau jam masih menunjukkan pukul sepuluh pagi. Matahari sangat garang, tidak ada ketawa-ketawanya seperti di Teletubbies.

Kedua murid laki-laki yang sedang berdiri di bawah tiang bendera menggerutu. Alih-alih menikmati sunrise seperti bule di Bali, mereka malah tampak seperti ikan asin.

Mereka dihukum menghormat pada tiang bendera. Iya, tiangnya saja. Benderanya entah kabur kemana. Biasalah, bendera di sekolah ini hanya berkibar di hari Senin.

"Ini semua gara-gara lo, gue udah menaruh harapan sama lo, nyatanya zonk." Juki yang selalu minta dipanggil Jungkook, nama asli Alexis, menyalahkan Cahyo.

"Makanya, jangan menyandarkan harapan pada manusia, sandarkan harapan pada Allah semata." Cahyo yang merasa dirinya adalah Park Chan yeol versi kearifan lokal, nama asli Darrel, memberi kultum singkat.

"Emang kenapa lo nggak ngerjain pe er? Biasanya lo yang paling jahil diantara kita. Apa juga lo kerjain." Juki berkata kesal.

"Gue lupa, kemarin 'tuh sibuk bantuin bapak gue nyari surat nikah yang keselip." Cahyo beralasan.

"Suruh aja bapak lo nikah lagi, ntar juga dapat surat nikah lagi." Saran Juki.

"Syalan!"

"Enak kali, mak lo dua, uang saku lo dobel."

"Belum lagi adek gue, minta diajarin pelajaran geografi, mana susah banget soalnya." Curhat Cahyo.

"Apa soalnya?"

"Nama ibukota Indonesia."

"Gitu aja nggak tau. Lo tinggal di Wakanda?"

"Gue bingung mau jawab jekardah apa Pekanbaru."

"Yang pindah ke Pekanbaru itu kagak jadi, kudet, sih, lo!" Juki menoyor pelan kepala Cahyo.

"Tau nih, kebanyakan nonton mak Beti." Cahyo cengengesan.

"Eh, nak ku jangan lupa subscribe, ya...."

"Halo juga we!"

Mereka berdua tertawa, teriknya sinar matahari mereka rasakan seperti cahaya bulan saja jika dibawa bercanda.

"Sst, Bela lewat."

Mereka berdua melihat ke arah seorang gadis yang berjilbab acakadul mirip Martha di serial mak Beti. Wajah gadis itu tak terlihat karena tersalip oleh kerudungnya.

"Nggak usah manggil dia, kami udah game over." Juki enggan melihat ke arah masa lalunya.

"Kenapa?"

"Beda keyakinan."

"Beda gimana? Kalian berdua 'kan Islam. Lo murtad?" tanya Cahyo aka Ceye alias Park Chan Yeol abal-abal.

"Bedalah, gue yakin dengan sepenuh hati kalau muka gue ganteng, eh dia nggak yakin." Juki berkata dengan nada santai, membuat orang yang diajak bicara ingin mengebiri dia seketika.

"Gini orang kalau lahirannya ditolongin pemadam kebakaran." Cahyo berkata pasrah.

"Lo kira mak gue LPG yang mau meleduk?" Juki tak terima ibunya disamakan dengan tabung gas melon.

"Dia matre, apalah daya gue yang cuma dikasih bokap hape somay mana kartunya tri, motor gue cuma beat," curhat Juki.

Walau dari keluarga saudagar kaya raya, ayahnya membiasakan Juki hidup sederhana. Makanya ia hanya diberi fasilitas kuda besi berupa beat imut, untung bukan mio pink.

"Ora beat, ora sweet, Bro." Cahyo meledek.

"Cowok baru dia motornya Ducati, mana kalau ngajak jalan ke counternya LV. Nah, gue? Paling banter ngajak ke Miniso, paling sering alpa sama indokampret." Juki berkata sedih.

Teman Tapi CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang