wooyoung menghela nafasnya untuk kesekian kali hari ini. ia merasa, hari ini adalah hari tersial yang pernah di jalani.
pasalnya, sejak tadi pagi. ada saja kesialan yang menimpa.
mulai dari terlambat bangun, terjebak macet, terlambat masuk kelas yang membuat ia dihukum dan juga yang satu ini, benar benar sial.
tadi, saat berada dijalan. wooyoung ditabrak oleh seorang laki laki— yang ia yakini lebih tua- dan membubuhi hoodie putihnya dengan noda americano.
saat ini, yang lebih tua tengah memberi pertanggung jawaban. entah apa, wooyoung tidak tahu. dan tidak ingin tahu, sebenarnya.
ia hanya ingin segera pulang, dan merebahkan tubuh lelahnya. namun, hatinya berkata lain. membuat ia tetap berada di posisi awalnya.
terduduk di pojok cafe, masih dengan hoodie yang sama, dan menunggu lelaki yang lebih tua memesan sesuatu.
cukup membosankan ternyata.
ia merogoh kantung celana, mengambil handphone dan memainkannya. membalas pesan dari sepupunya, jung yunho.
saat asik bertukar pesan, sebuah suara deheman membuat ia menoleh.
"iya?"
"kau jung wooyoung, kan?"
si manis mengangguk. cukup heran kenapa seorang laki laki ini mengetahui namanya.
"ah, boleh saya duduk?"
si manis tak ambil repot dan hanya mengangguk kan kepala.
setelah mendudukkan pantatnya, ia tak langsung berbicara. jemarinya ia bawa ke area mata, melepas kaca mata dan menyisir rambut hitam dengan highlight hijau ke belakang.
sukses membuat wooyoung ke habisan nafas.
lelaki tadi tersenyum kecil, "saya choi san. maafkan ayah saya tadi, ya?"
wooyoung tak kunjung menjawab, matanya masih membola. terkejut sekaligus terpesona.
apalagi titik cacat yang timbul saat tersenyum tadi. astaga! wooyoung rasa ia hampir pingsan.
"wooyoung?" sentuhan di tangan membuat yang lebih muda tersentak, dan buru buru menyimpan tangannya.
"a-ah iya. tidak apa kok om. saya ju—"
"san. panggil saya san."
wooyoung mengedipkan matanya beberapa kali, "tapi anda terlihat tua..."
menyadari ucapannya wooyoung lantas membulatkan mata, "ah maksudku! lebih tua dariku!"
kelakuan si manis mampu membuat san tertawa kecil. astaga, lucu sekali, batinnya.
"okei, langsung ke intinya saja."
wooyoung mengangguk dan memposisikan tubuhnya se serius mungkin.
"saya yang akan bertanggung jawab mengenai hoodie mu. silahkan memilih, dibelikan baru atau saya cucikan?"
wooyoung mengernyit, "ih gausah," wooyoung menggembungkan pipinya, "serius banget, sih? cuma hoodie loh.."
san menghembuskan nafasnya. menahan diri untuk tidak menyubit pipi gembil milik pemuda manis ini.
"yasudah, kamu mau apa?"
mata wooyoung berbinar, dengan segera ia memajukan tubuh— mendekat ke yang lebih tua- dan berkata,
"mau pulang! capeeeeeeek ~"
hah, san tidak tahan. dengan gemas ia membawa telapak tangan ke pipi si manis, menguyel nya dan sempat membuat si manis memekik kesakitan.
"aduh astaga! lucunya!"
oke, wooyoung rasa harinya tidak seberapa buruk.
setelah bertemu choi san, tentunya.
---
hari ini kelas wooyoung berakhir pada pukul tiga sore. dan sialnya, ia lupa bahwa tidak membawa motor hari ini!
keluar dari fakultasnya dengan langkah lesu. ia menoleh ke sana kemari. berharap menemukan satu kenalannya.
namun nihil. tidak ada seorang pun yang ia kenal.
batrai ponsel pintarnya habis. juga dompetnya yang tertinggal di rumah.
ia menghela nafasnya, lagi. lalu bagaimana ia akan pulang hari ini?
mungkin ia akan meminjam telpon milik satpam kampus dan menghubungi sahabat sematinya, kang yeosang.
ah, ide itu lumayan bagus. dengan itu, langkah lebar ia ambil. berharap pak satpam dengan tubuh gemuk dalam mood yang baik, sehingga ia dapat meminjam ponselnya.
entah karena ia melamun, atau memang laki laki di depannya ini tidak melihat jalan. ia terjatuh, tepat setelah menabrak laki laki di hadapannya.
"aduh!"
"eh, maaf maaf. butuh bantuan?"
wooyoung mengernyitkan dahi. bukan karena tangan yang terulur kepadanya, namun suaranya. ia merasa seperti pernah mendengarkannya.
karena itu ia mendongak, mendapati choi san— dengan setelah formal- menatap kearahnya dengan gurat khawatir yang tersirat di balik kaca matanya.
tangan kecilnya dibawa untuk mengenggam telapak yang lebih tua. lantas berdiri, sedikit menepuk pantatnya— guna menghilangkan debu yang mungkin saja menempel, dan bertanya.
"kak san ngapain disini?"
"ah itu," ia menggaruk pipinya yang tidak gatal, "saya salah satu dosen disini, hehe."
yang lebih muda membelalakkan mata tak percaya, wah! yang benar saja?.
"oh.. fakultas apa, kak?"
si choi tersenyum, "sastra inggris."
wooyoung hanya mengangguk sebagai balasan. pantas tidak familiar, jauh ternyata.
"ah iya, wooyoung?"
"ya?"
"butuh tumpangan? mau saya antar?"
si choi berucap dengan senyum manis hingga menampilkan dua titik cacat, juga tatapan teduh yang akan membuatmu terpanah.
iya, sukses membuat wooyoung tidak bisa untuk menolak.
---
kelopak mata itu terbuka perlahan, menampilkan sepasang netra cantik berwarna hitam yang berkilauan.
ia melirik jadwal di handphone nya. ah, masih ada beberapa jam sebelum kelasnya mulai.
berpikir sejenak tentang apa yang harus dimasak pagi ini. mengingat ia tidak makan apa apa semalam.
"nasi goreng dan ayam. oh, pilihan yang bagus."
hendak beranjak sebelum sebuah lengan kembali melingkari pinggangnya dengan erat.
"sleep a bit more, mrs. choi," yang lebih muda membawa tubuhnya untuk berbalik. mengusap surai berantakan suaminya dan membubuhkan kecupan.
"wakey wakey! choi pemalasan san!"
"setidaknya kau harus sopan kepada suamimu," alisnya bergerak naik turun. berniat untuk menggoda.
yang dibalas dengan tatapan malas juga putaran bola mata.
"minggir! aku lapar, tuan choi!"
si choi tertawa kecil, "baiklah. memasak yang enak untuk suamimu ini ya, choi wooyoung."
_____
iya sudah, ga ada lanjutannya :D
anw, thanks for reading this story!
wuff u <3
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀cta est 𝐅abula.
Fanfictionwarning: - oneshot, twoshot or etc. - bxb with some crackpair. - some mature content (🔞). written in bahasa feat lowercase.