Satu Geng

12 9 7
                                    

Arza berjalan merangkul Dilsah menuju kantin. Semua tatapan siswa tertuju pada mereka. Ada yang terlihat sangat kagum dan ada juga yang sedih karena mereka juga ingin diperlakukan seperti itu oleh Arza.

Serta ketiga temannya mengekor dibelakang sesekali melempar tatapan genit dan godaan lainnya kepada siswa-siswa perempuan yang ada dikantin.

"Aaa... romantis banget..."

"Gue juga pengen anjir..."

"Mereka berdua cocok banget ya..."

"Ish... kapan gue bisa gitu sama kak Arza..."

"Dilsah beruntung sumpah bisa deket sama cowok cool kayak Arza!"

"Udah Kak Arza nya ganteng kak Dilsah nya cantik, mereka cute banget deh!"

Ya, semua ucapan kagum sampai ucapan berharap seperti Dilsah karena bisa dekat dengan Arza banyak terlontarkan dari mulut ke mulut para siswa yang berada dikantin.

"Dilsah!"

Dilsah menoleh, ternyata itu adalah Dina temannya. Dina berjalan ragu-ragu mendekati Dilsah, ia takut dengan tatapan Arza yang begitu datar kepadanya.

"Dil, dari tadi gue tuh nyariin lo tau... lo kemana aja sih?" ucapnya setengah berbisik saat sudah disamping Dilsah.

"Hm... itu... gue..." Dilsah tergagap, kalau harus mengingat kejadian tadi ia benar-benar merasa sangatlah dipandang murahan oleh seorang lelaki terutama Danu.

"Dil. Kalo mau ngobrol disana aja, jangan disini." ucap Arza dan langsung menarik lengan Dilsah.

Saat Arza menarik lengannya, Dilsah juga dengan cepat menarik tangan Dina untuk ikut bersamanya, "Eh? Dil!"

"Minggir lo semua ini tempat gue!" Arza mengusir kumpulan adik kelas perempuan yang sedang duduk di bangku kantin bagian pojok, mereka mungkin lupa kalau tempat itu adalah daerah kekuasaan Arza dan gengnya.

"Berani banget lo pada ngotorin tempat gue, cepet bersihin!" ketus Arza songong.

"I-iya kak maaf..." ucap salah satu diantaranya takut.

Mereka dengan cepat membereskan sisa bungkusan jajanannya dan membersihkan setiap sudut meja maupun bangku sekalipun. Setelah sudah dipastikan bersih mereka pergi dan cepat-cepat berlari meninggalkan daerah kekuasaan Arza dengan terbirit-birit karena takut dengan tatapan sinis Arza.

Setyo, Farhan maupun Ari tak habis-habisnya menggoda adik kelasnya itu saat melalui mereka bertiga.

Arza duduk dibangkunya diikuti Dilsah disampingnya, tapi Dina tak ingin ikut duduk. "Dil, gue... kekelas duluan ya."

Farhan menoleh ke arah Dina, "Lo kenapa sih? takut duduk bareng kita-kita?" tanya Farhan kepada Dina.

"Tau lo! santai aja kali Din, ada Dilsah juga disini, ngapain lo takut, emang kita semua kanibal mau makan lo idup-idup?" sambar Setyo sambil terkekeh diikuti Farhan dan juga Ari.

Tapi Arza masih  setia menggenggam tangan mungil Dilsah sambil mengusapnya. Dilsah yang mengerti perasaan Dina menarik tangannya untuk duduk disampingnya.

"Nggak papa kok Din, kan ada gue disini ngapain lo takut... Oh iya Usup mana, kok nggak bareng sama lo?"

"Dia tadi ke toilet dulu, nanti nyusul katanya." jawab Dina dengan suara pelan tapi masih didengar oleh Dilsah.

Dilsah mengangguk mengiyakan. "Lo mau pesen apa Dil?" tanya Arza.

"Dilsah doang nih yang lo tanyain Za? lah kita?" celetuk Setyo.

Houdt vañ DilsahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang