0 | Prolog

44 3 0
                                    

Hallo!

Jadi, MALKA adalah cerita kolaborasi pertama yang kami (livamawar dan tinkerrdel ) tulis. Kami menulis ini dengan harapan agar karya kami bisa menemani waktu luang kalian, menjadi teman sepi, penghibur, atau sebagai media belajar tentang kehidupan—sekecil apa pun pelajaran yang dapat kalian petik di dalamnya.

Bukan hanya tentang Malka, ada 4 anggota Arunika Band yang siap buat dikenalin ke orang tua kalian sebagai 'calon menantu' xixi ^ ^

Kami titip Malka untuk kalian. Sungguh, dia adalah tokoh yang kami sayangi.

Kalian bisa follow Instagram @bobaxmilo untuk info penting tentang cerita MALKA.

Di akhir paragraf, kami ucapkan selamat membaca!

Tertanda,

Liva & Ardel

— s t a r t —

PROLOG

Juni, 2012.

Tetesan air hujan terus mengalir dari talang air disebuah bangunan besar berwarna putih. Sore itu, hanya menyisakan dua orang anak perempuan dan laki-laki yang duduk memojok di sebuah dinding di luar ruangan. Mungkin karena hujan, orang-orang lebih memilih untuk menunggu didalam Rumah Sakit.

"Kak, aku boleh lebih lama di sini nggak?" tanya seorang anak perempuan dengan rambut sebahu yang tertutup oleh kupluk jaket.

Lantas anak laki-laki yang nampak murung sedari tadi menoleh dan menggeleng. Menatap sosok Adik-nya yang langsung memasang wajah cemberut.

"Tapi disini enak, Kak. Kasurnya empuk, tidurnya pakai selimut, terus makannya pake ayam ... Kita kan jarang makan ayam." seru anak itu semangat.

"Kamu mau makan ayam? Setiap hari?" tanya sang Kakak. Kemudian mencubit gemas hidung sang Adik. "Nanti kamu yang jadi ayam."

"Ah Kakak..." rengek gadis kecil itu.

Menjadi sosok Kakak dalam keadaan terdesak seperti ini memang tidak mudah. Menyembunyikan segala kecemasan dan rasa takut sendirian di kepalanya, berusaha untuk selalu tersenyum di hadapan orang lain.

Anak laki-laki dengan baju hitam bergaris yang sudah lusuh itu beranjak dari duduknya. "Kamu tunggu sini dulu, ya."

"Kakak mau ke mana? Aku nggak mau sendirian, takut." Gadis itu mendongak, menggenggam erat tangan Sang Kakak yang terasa dingin karena menadahi air hujan.

Senyum tulus terlukis di wajah Sang Kakak, menunduk lalu menimpali genggaman tangan Sang Adik. "Kita kan mau pulang, Kakak mau cari payung biar kamu nggak kehujanan."

"Nggak lama, kan?"

Sang Kakak menggeleng. "Tunggu Kakak, Kakak pasti kembali."

Genggaman mereka mulai melonggar. Anak laki-laki itu berlari keluar area Rumah Sakit, sesekali melambai pada Adiknya yang duduk dan menatapnya penuh harapan. Dan di hari itu juga, Sang Kakak tidak menepati janjinya untuk kembali.

MALKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang