1 | Malka dan Hujan

22 3 0
                                    

4, Agustus, 2021.









Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif...

Gadis dengan rambut panjang terurai itu menghela napas. Entah sudah berapa kali ia menghubungi seseorang dengan nama kontak "Ibu" diponselnya, tetapi yang terdengar hanya suara operator seluler. Sudah tiga hari ia tidak mendapat kabar dari Ibu angkatnya itu. Tentu saja Malka khawatir.

Jam dinding menunjukkan pukul delapan malam. Sepertinya gadis berpipi chubby serta bibir mungil itu harus melupakan sebentar rasa cemasnya. Dia harus keluar untuk membeli makan, lalu minum obat. Sebelum hujan di luar turun semakin deras. Malka segera mengambil hoodie yang tersemat di balik pintu, lalu berjalan keluar dari kamar sempitnya itu.

Wanita berpawakan gemuk yang kerap disapa Bu Dena, tersenyum hangat tepat setelah ia memakai sandal slop-nya yang tergeletak begitu saja di depan pintu. Terlihat Bu Dena sedang mengangkat jemuran yang terkena tempias air hujan.

"Lupa ngangkat jemuran, Dek." Bu Dena menyeletuk tanpa ditanya. "Mau kemana hujan-hujan begini?"

"Ah, anu, mau ke depan. Ada janji sama temen, Bu." alibi Malka seraya tersenyum canggung.

Gadis itu terpaksa berbohong, karena kalau terus terang hendak pergi membeli makan, Bu Dena pasti mencegahnya dan memaksa Malka untuk makan malam bersama keluarganya. Tentu saja Malka sangat canggung, dan Malka tidak ingin mengulangi kejadian dua hari lalu untuk kedua kalinya.

"Tunggu sebentar kalau gitu." Bu Dena bergegas memasuki rumahnya, dan kembali dengan sebuah payung ditangannya. "Nih, pake, ya. Jangan sampai kamu kehujanan, nanti sakit."

Malka menerima payung berwarna biru yang diulurkan Bu Dena, tak lupa berterima kasih dan pamit. Betapa beruntungnya Malka memiliki tetangga seperti Bu Dena, yang selalu menjadi sosok Ibu saat Nandini meninggalkannya untuk pergi bekerja di Ibu Kota.

Malka mulai melangkah. Rintik-rintik hujan terjatuh di atas payungnya. Gadis itu menapaki zebra cross dengan cepat, sebelum lampu merah berganti kuning. Lampu mobil menyorotinya dari arah kanan, membuatnya refleks menoleh dan melindungi matanya karena silau. Mobil berwarna hitam itu melesat dan menabraknya hingga terpental. Orang-orang yang berteduh di teras-teras toko menjerit bersamaan.

Air hujan menyapu darah segar yang mengalir dari pelipis dan kaki Malka. Dia merasakan beberapa anggota tubuhnya sakit. Begitu sakit hingga tidak dapat menangis. Samar-samar Malka melihat sosok laki-laki berusia 50 tahun-an keluar dari dalam mobil dan berlari kearahnya. Gadis itu juga bisa melihat seorang Cowok yang hanya duduk mematung dengan wajah terkejut di dalam mobil. Perlahan pandangannya benar-benar kabur. Lantas Malka tidak sadarkan diri.

••••

Malka bersyukur karena ia masih mempunyai kesempatan untuk membuka matanya kembali, walau harus terbaring diatas bangsal Rumah Sakit. Dengan pelipis diperban, selang infus tersemat dipunggung tangan kiri dan alat bantu pernapasan pada hidungnya membuat Malka tidak leluasa untuk bergerak.

Gadis itu tidak dapat tidur sejak semalam. Pikirannya terus terbayang pada Nandini jika mengetahui kondisinya sekarang, dan Malka juga merindukan wanita paruh baya itu. Setidaknya ia tidak akan menghabiskan malam yang membosankan itu sendirian.

Pintu berderit. Malka mendapati sosok Bu Dena yang memasuki ruangan dan berhambur memeluk Malka begitu saja. Gadis itu cukup terkejut, tak mengira Bu Dena akan datang secepat ini dan mengetahui keadaannya.

"Ya ampun Malka...Ibu khawatir karena kamu nggak pulang semaleman, Ibu sampai bolak-balik ke rumah kamu..." Bu Dena menangis, air matanya membasahi baju pasien Malka. "Tadi pagi Ibu cari kamu kemana-mana. Ada orang bilang katanya ngeliat kamu dibawa ambulans. Ternyata benar itu kamu..."

MALKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang