6 | Arunika Band

13 2 1
                                    

Suara instrumen musik mengalun dari auditorium, sayup-sayup terdengar sampai ruang kelas 10 IPA 3. Memecah konsentrasi mereka yang sedang belajar. Terlihat gelagat sebagian siswa yang mulai gelisah tidak bisa diam—seperti sedang kebelet buang air—tanda ingin segera mengakhiri pelajaran dan bergegas menonton gladi untuk Pentas Seni yang akan diadakan 2 Minggu lagi.

"Arunika Band!" Freya menyeletuk pelan, mengundang Lea dan Hana untuk menoleh ke belakang, menatapnya.

"Arunika Band?" Malka yang duduk di samping Freya mengerutkan dahi.

"Ya, band ter-hits seantero Arunika High School." Freya menjelaskan antusias, membuat Malka manggut-manggut paham.

Cewek berpipi tembam itu memutar kepalanya menatap Lea dan Hana bergantian. "Bentar lagi ada Pensi. Itu suara Arunika Band lagi latihan, nggak, sih?"

"Segitu pekanya, ya, sama suara Arunika Band?" Lea menaikan sebelah alisnya, bertanya dengan nada sinis. "Gue aja yang adeknya Bang Raiden, nggak se-kenal itu sama suara Abang sendiri."

Freya bingung mau bilang apa. Jangan sampai Lea tahu kalau dia menyukai salah satu personel band paling populer di Arunika High School itu.

"Ng-nggak. G-gue cuma nebak aja, sih."

Merasa topik pembicaraan ini tidak penting, Hana kembali menghadap ke depan tak acuh, menulis angka-angka yang tertera di white board. Sedangkan Lea masih mau berbicara dengan Freya.

"Nebak aja, atau emang ada intuisi khusus?" tanyanya penuh selidik. "Jangan bilang ... lo naksir sama salah satu dari mereka?"

"Ng-nggak. Dih, buat apa gua suka sama mereka."

"Kenapa nggak? Semua orang tau kok, mereka nggak susah buat disukai."

Serem. Malka tidak mau ikut-ikutan, ah. Gadis itu kembali menatap white board dan mulai menulis, berharap raganya menghilang dan tidak terlibat dalam situasi aneh ini.

Lea menyipitkan mata dengan kedua maniknya tajam menghunus Freya. Ruang di sekitar Freya rasanya menyempit, mencipta hawa panas yang membuat pipinya memerah. Dia benar-benar terintimidasi.

Lea sedikit memajukan kepalanya pada Freya, lantas berbisik, "Frey, the more you try to hide, the more I know you're lying."

Cewek itu memundurkan kepalanya. Melihat wajah Freya yang mendadak pucat dan tegang, Lea terkekeh pelan.

"Santai aja kali. Hak lo mau naksir ke siapapun, haha."

Lea kembali menghadap ke depan dengan sisa-sisa seringai yang belum hilang. Kepalanya diputar 90 derajat, matanya mengerling ke arah Freya.

"Asal jangan naksir sama Raiden."

Ucapan yang terdengar dingin itu berhasil menohok Freya.

Dan Malka dalam hati bertanya-tanya, mengapa Lea se-tidak suka itu kakaknya disukai orang lain?

••••

Alih-alih pergi ke kantin di jam istirahat ini, Lea, Hana, Freya dan Malka sepakat untuk menonton aktivitas gladi di auditorium. Mereka merapat ke tengah ruangan, berhadapan langsung dengan empat pemuda tampan di atas panggung yang sedang membawakan lagu To The Bone. Karena ini bukan gladi bersih, latihan dilaksanakan seadanya, tidak mengenakan kostum pertunjukan sebenarnya.

Lea bertepuk tangan pelan seraya tersenyum bangga melihat sang kakak bernyanyi keren di atas sana. Inginnya Freya bertepuk tangan juga, tapi tidak usah sajalah, takut ditatap tajam Lea.

Lagu sampai pada interlude.

Naresh, cowok paling tinggi di antara empat member Arunika Band itu memainkan gitar dengan asyik, berpadu dengan bunyi bass milik Raiden yang dimainkan apik.

MALKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang