30. Firasat atau fakta?

343 75 18
                                    

Pagi ini aku sudah bersiap dengan seragam sekolah ku. Belum-belum, aku belum ingin berangkat pergi ke sekolah, kak Jongin meminta ku untuk membuat kan roti bakar cokelat yang rupanya kak Jongin suka.

Kemarin aku pulang lebih dulu dari pada kak Jongin, kakak pulang sekitar pukul sembilan malam dengan bebarapa plastik berisi bahan makanan.

Sedikit terkejut melihat itu, biasanya kakak tidak ingin merepotkan diri nya untuk sekedar membeli bahan-bahan seperti itu. Kak Jongin biasanya menyuruh ku, tapi ini tidak.

Kalau boleh jujur, aku sempat melihat kak Jongin yang keluar dari kamar ayah dan bunda dengan mata yang cukup sembab, dan setelah nya sifat kak Jongin berubah. Ada apa? Apa kakak sedang ada masalah? Itu yang ada di pikiran ku.

"Sudah?"

Aku menatap kak Jongin yang sedang menatap ku dengan sebelah alis yang terangkat. Lagi dan lagi, untuk kedua kali nya di pagi hari aku melihat mata kakak yang sembab terlihat seperti menangis dengan waktu yang cukup lama. Sungguh, tangan ku sudah gatal sekali rasanya untuk bertanya ada apa dengan kondisi kak Jongin sekarang.

Aku mengangguk-anggukan kepala ku ke arah kak Jongin, dan yang ku dapatkan adalah kak Jongin yang mengucap kan kata 'terimakasih' dan senyuman tipis yang ingin sekali ku lihat dari wajah milik kak Jongin sedari dulu.

Sungguh? Aku sedang tidak bermimpi? Kak Jongin baru saja mengatakan terimakasih kepada ku? Dengan senyuman pula?

Aku. Senang. Sekali.

Senyum ku terus mengambang saat mengingat kejadian di rumah tadi, sedikit tidak percaya dengan apa yang kak Jongin lakukan. Sungguh, aku berjalan sembari tersenyum di jalanan dekat sekolah, tidak peduli dengan orang-orang yang menatap ku aneh dan remeh.

"Sedang merasa senang?"

Aku terlonjak kaget saat mendengar suara di samping ku lengkap dengan suara motor. Aku menoleh ke arah samping dan mendapati wajah Jeno yang tersenyum. Baiklah, hari ini aku sudah mendapatkan dua senyum dari orang yang tidak ku sangka-sangka.

Aku dengan senang menganggukkan kepala ku, ku lihat Jeno terkekeh lalu kembali bersiap untuk menjalankan motornya kembali.

"Ayo cepat"

Aku menyerngit bingung, cepat kemana?

"Naik ke motor, kalau berjalan sembari tersenyum seperti itu banyak orang yang akan mengira kalau kamu sudah gila"

Aku mendengus kecil mendengar apa yang Jeno katakan, memang nya aku terlihat sangat seperti orang gila ya? Dengan perasaan sedikit kesal aku menaiki motor Jeno, walaupun sedikit khawatir dengan murid-murid sekolah yang melihat nya tapi aku berusaha untuk tidak memperdulikan itu.

"Tidak usah khawatir, kalau ada yang mengganggu bilang saja ke aku"
"Jawab dong, serasa berbicara sendiri aku"

Aku menatap wajah tampan milik Jeno dari kaca spion, bagaimana cara nya menjawab? Jeno ini.

"Ya maaf aku bercanda"

Aku hanya mengangguk-anggukan kepala ku lewat kaca spion, tidak terasa kalau ternyata aku sudah memasuki gerbang sekolah. Jeno mengarahkan motor nya ke arah tempat parkir dan memarkirkan motor nya di tempat yang sudah seperti hak milik diri nya dan teman-teman nya itu.

Aku hanya di suruh menunggu diri nya di pintu masuk dari arah parkiran. Menunggu Jeno yang masih di sibukkan dengan kegiatan memarkirkan motor matic nya yang entah mengapa terlihat ribet sekali. Setelah nya ku lihat dia segera menyimpan tas ransel nya di bahu sebelah kanan dan berlari kecil ke arah ku.

"Maaf ya lama"

Aku mengangguk, tidak masalah, lagian juga pembelajaran masih beberapa menit lagi.

Bisu Ft. Lee Jeno [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang