"Tak perlu iri, kita punya sepi sendiri-sendiri. Jika hidup orang tampak meriah, itu karena sepi dirayakan dengan mewah." ー Adimas Immanuel
ー𝓰𝓪𝓻𝓲𝓼 𝔀𝓪𝓴𝓽𝓾ー
Kaki panjang itu melangkah melewati jalanan yang mulai sepi. Udara dingin menyeruak menusuk tulang, bau aspal yang terkena hujan masih membekas dan menyeruak masuk kedalam indra penciumannya.
Sedikit dipercepat, langkahnya mulai lebih panjang seiring dengan air hujan yang menggenang ikut terciprat ketika sepatu lusuh itu menginjaknya.
Klik
Sepi. Kata itulah yang selalu menyambutnya setiap pulang larut malam.
Kakinya melangkah menuju dapur dan didapatinya piring kotor bekas pagi sebelum dia terburu-buru berangkat kuliah masih tetap sama.
"Ga pulang lagi ternyata." gumamnya sembari melangkah menuju kamarnya yang sempit untuk berganti pakaian.
Langkahnya menuju dapur terhenti begitu matanya menangkap pigura berisi 4 orang didalamnya.
"Ma, boleh ga David ngeluh? Rasanya berat banget sekarang." gumamnya sembari mengusap sosok perempuan satu-satunya didalam bingkai itu.
Brak
Junkyu terlonjak begitu suara gebrakan terdengar dari pintu rumahnya. Dengan langkah tergesa Junkyu membuka pintu yang knopnya hampit lepas itu.
"Ayah." panggilnya pada sosok pria berambut jabrig dengan mata merahnya.
"Minggir." jawab orang yang dipanggilnya Ayah itu.
"Mabuk lagi?" tanya Junkyu dengan langkah mengekor sang Ayah yang masuk sempoyongan.
"Hik lo diem brengsek! Sekali lagi ngomong gue tebas lo!" jawabnya dengan badan yang masih sempoyongan dan mata yang menyipit.
Bau alkohol seketika menyeruak. Membuat ruangan kecil itu semakin terasa sesak bagi Junkyu.
Junkyu hanya mengehela nafas lalu meninggalkan Ayahnya yang kini membaringkan diri di sofa reyot milik keluarga mereka. Baginya mencuci piring lebih seru daripada memperhatikan Ayahnya.
☁︎ ☁︎ ☁︎
Dengan wajah terkantuk-kantuk Junkyu memasuki kelasnya. Semalam dia pulang larut karena restoran tempat dia part time sangat ramai dan sialnya hari ini dia ada kelas pagi.
"Kalau ngantuk gausah masuk Vid." kata Jihoon temannya dari semasa SMP hingga kini mereka duduk di bangku kuliah.
"Mana bisa, gue ga bisa lewatin kelas Prof. Tuti Yan." jawab Junkyu yang masih berusaha membuka matanya lebar-lebar.
"Nih makan permen siapa tau kantuknya bisa berkurang."
Junkyu dan Jihoon menoleh kebelakang. Gadis berambut panjang yang kini tersenyum manis kearah mereka menjulurkan sebuah permen mint pada Junkyu.
"Eh boleh emang?" tanya Junkyu. Gadis yang memiliki eye smile itu mengangguk.
"Makasih errー"
"ーLiliana Deolinda. Panggil aja Lia." jawab Lia dengan senyum manisnya, kali ini dia menampilkan deretan gigi rapi dan putihnya.
Junkyu ikut tersenyum, seolah sangat disayangkan jika tidak membalas senyum manis gadis itu, "Makasih banyak Lia." kata Junkyu tulus.
Lia hanya mengangguk.
"Semester baru anak cewenya pada bening ya." bisik Jihoon pada Junkyu yang sudah kembali menatap kedepan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Waktu | Junkyu
Fanfictionー ft. Choi Jisu ❝ Segala hal yang baru bagiku adalah hal terakhir bagimu.❞ ーsandenim