14.

1.1K 165 13
                                    

"Akhirnya kita sampai akhir waktu yang telah digariskan. Orang baik akan pergi lebih dulu, karena tuhan sayang pada mereka."
ー𝓰𝓪𝓻𝓲𝓼 𝔀𝓪𝓴𝓽𝓾ー









     Nyawa Lia tak tertolong. Pada akhirnya gadis itu benar-benar pergi. Bukan karena penyakitnya tapi menjadi korban pembunuhan yang akhir-akhir ini sering terjadi di daerah mereka.

Junkyu masih mengurung diri. Mencoba menerima fakta bahwa gadis dengan senyum manis dan penuh semangat itu telah tiada. Pwrgi selamanya seperti sang Mama.

Dari upacara penghormatan hingga pemakaman, Junkyu tidak hadir. Keadaannya sungguh kacau. Bahkan bujukan Jihoon, Seunghoon dan sanh Ayahpun tidak dia gubris.

Karena itu juga, Seunghoon yang menceritakan semuanya pada Jihoon, antara Junkyu dan Lia yang dia tahu dari Lia langsung saat di rumah sakit. Membuat sahabat karib adiknya itu menangis tersedu-sedu. Menangisi nasib malang sahabtnya dan Lia yang tidak beruntung sama sekali.

Klek

"David." panggil sang Ayah begitu anak bungsunya keluar kamar, akhirnya.

"Vid, mau kemana?" tanya Seunghoon yang melihat Junkyu keluar dengan kemeja hitam dan celana bahannya.

"Ke rumah Lia. Masih ada 1 permintaanya yang belum aku penuhin." jawab Junkyu lirih.

"Abang anter ya jangan sendiri. Dan iniー"

Kata sang Ayah mengepalkan 1 amplop ke tangan kanan Junkyu.

"ーjangan datang dengan tangan kosong." katanya dengan senyuman.

Junkyu hanya mengangguk.

"Vid." panggil Jihoon yang baru keluar dari kamar mandi.

"Yan, sorry gue belum ceritaー"

Grep

Pelukan itu Jihoon berikan. Ditepuknya punggung sang sahabat, "Yang kuat David. Lo masih ounya gue, bang Genta dan Ayah. Dan masih ada keluarga gue yang sayang sama lo. Ikhlasin Lia ya, yang penting dia udah ga sakit lagi. Lia udah bahagia disana." bisik Jihoon.

Junkyu menangis lagi, dia hanya mengangguk untuk menjawab ucapan Jihoon.

"Pake motor gue aja bang, kalau naik bis kelamaan." kata Jihokn setelah menarik pelukannya.


☁️☁️☁️


Selesai memberi penghormatan, Junkyu duduk berhadapan dengan keluarga Lia di ruang makan. Karena ruang tengah dan tamu masih digunakan untuk penghormatan mendiang anak sulungnya.

Keadaan ketiganya kacau. Mama Lia yang persis mayat hidup, Papa Lia dan Yuna yang kusut dan mata bengkaknya, mungkin karena kebanyakan menangis.

"Maaf saya baru kesini, Om tante. Saya butuh waktu buat nerima bahwa sahabat saya Lia udah pergi buat selamanya." buka Junkyu.

Mama Lia hanya mengangguk maklum, meskipun dia tidak tau sedekat apa anaknya dengan Junkyu.

"Selain itu saya kesini untuk memberi ini." lanjut Junkyu sembari menyodorkan sebuah buku saku ke tengah-tengah meja.

"Lia yang minta saya untuk kasi buku catatannya ke Om, tante dan Yuna kalau dia sudah pergi." jelas Junkyu.

"Maksudnya? Kak Lia udah tau kalau dia bakal meninggal gitu?" tanya Yuna dengan suara seraknya. Efek sakitnya yang belum pulih dan kebanyakan menangis.

Papanya meraih buku itu, keningnya mengkerut melihat judul catatan mendiang anaknya, 'catatan penyakit'.

"Lia itu sebenarnya sakit. Lia sakit Leukimia akut, sudah stadium 4." Junkyu mulai terisak.

Garis Waktu | JunkyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang