02

1.9K 379 191
                                    

02

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

02. Shock Therapy

.
.
.

Pukul tujuh malam sesuai kesepakatan, malam ini Victor datang menjemput Liana ke apartemennya guna mengajak gadis itu bertemu keluarga besarnya. Victor akan membuat kejutan sampai Papa dan Mamanya bungkam, hingga menghapus seluruh agenda perjodohan itu dari depan wajahnya. Victor senyum-senyum sendiri dengan lamunannya, tanpa sadar sebuah sepatu tinggi bergemelatuk mendekatinya.

"Aku tahu aku cantik. Tapi tidak usah senyum-senyum begitu juga. Kau pasti tidak sabar ya berlagak jadi pacarku. Aww, romantisnya."

Senyum Victor lenyap. Tergantikan wajah super masam melihat jelmaan Maleficent di depannya.

"Apa-apaan dress itu?! Kau mau pergi ke club? Kenapa panjangnya tidak menutup lutut? Mau mempermalukan aku?!" Cerocos Victor. Mengomentari pedas penampilan Liana dari ujung rambut ke ujung kaki. Menatapnya sebal seperti Liana baru saja berdandan menjadi badut.

"Bercanda kau, setan!" Liana memukul dada bidang laki-laki itu dengan clutch bag Dior kesayangannya. Liana sudah tampil maksimal menjadi manusia Dior bukannya dipuji malah dicibir seperti wanita murahan. Liana mendekat, membelalakkan kelopak mata Victor dengan jemarinya. Sedikit saja lengah, Victor harus bersiap-siap buta karena tertusuk kukunya.

"Lihat ini, Victor-ku Sayang! Christian Dior edisi terbatas dengan fitted bodice, bermodel off the shoulder dan A line, dengan fabrik wool 100% ini kau bilang pakaian ke club? Kau harus benar-benar aku tusuk supaya sungguhan buta ya?"

Victor menepis tangan Liana kemudian terhuyung mundur. Menggosok-gosok matanya yang nyaris buta. Netranya menatap sebal wanita ular itu dengan jantung berdegup. Bukan karena takut matanya sungguhan dicolok, tapi karena takut telah menyembunyikan perasaannya diam-diam.

"Ya ya ya, terserah. Dasar tukang shopping! Pantas kau tidak pernah kaya karena belanja pakaian bermerk semua!" Hinanya kemudian.

Liana mendecak, mengusap surainya yang jatuh tergerai hingga ke pinggang. "Aku kan Jisoo Blackpink. The human Dior."

Victor mendesis geram. Ia berjalan ke mobil, membuka pintu penumpang untuk Liana lalu memutari mobilnya. "Sudah diam! Tutup mulutmu dan baru gunakan saat nanti bertemu keluargaku. Ingat kan skenarionya?"

"..."

"Liana?"

"..."

"Hei, kau mabuk?! Kenapa tidak jawab!" Victor sudah berancang-ancang ingin menggetok kepala Liana dengan batu karena khawatir gadis itu dirasuki roh halus.

Bibir Liana manyun, maju beberapa senti seperti bebek. "Katanya tadi disuruh tutup mulut!"

Victor menepuk keningnya. Victor yang sinting atau Liana yang idiot?

.
.
.

"Mama, Papa." Victor datang memasuki mansion keluarga Aldrich dengan senyuman ramah. Ia mengecup pipi kedua orangtuanya, lalu mencium tangan Sang Kakek yang duduk di kursi roda diantar oleh seorang pelayan. Sudah lama Victor tidak datang, terakhir kali ia pulang adalah saat perayaan ulang tahun Kakek yang ke 70, empat bulan lalu.

"Aku mau bicara. Tentang perjodohan yang kalian buatkan untukku." Victor menatap gamang pada Mama, Papa, dan Kakeknya. Sial, telapak tangan Victor tiba-tiba berpeluh. Padahal sebelumnya ia begitu yakin dengan rencananya ini. Ia melirik Liana yang berdiri di teras, menunggu kode Victor sampai laki-laki itu memanggilnya.

Victor mau membuat ini menjadi surprise untuk keluarganya. Yakin dengan amat sangat bahwa mereka akan terkejut saat tahu siapa yang Victor gandeng.

"Aku menolak perjodohan itu dengan tegas."

Julio Aldrich menghela napas. Tampak urat-urat tipis melintang di keningnya. Rahang tegasnya yang seperti milik Victor itu terlihat kalut. Sebagai kepala keluarga, ia gentar dengan keputusan Victor yang pembangkang. "Berani-beraninya kau menentang Papa, Vic. Kau juga menentang Kakekmu!"

"Karena Aku sudah punya pilihan, Pa."

"Siapa?" Kali ini Sabrina--Mamanya yang menyela. "Mama tidak akan menerima keputusanmu jika kau menjalin hubungan dengan orang tak jelas asal-usulnya. Kau tahu, Vic. Seluruh silsilah keluarga Aldrich yang terhormat. Tidak ada cacat dalam keluarga kita."

Victor mengulas senyumnya. "Kalian tidak akan kecewa padaku."

Ia melangkah keluar, lalu kembali setelah menggandeng seseorang di balik punggungnya. Kedua orangtua Victor menanti, demikian dengan manik sayu kakek yang tidak dapat menahan dongkol karena tidak akan setuju dengan perempuan manapun selain dari perjodohan tersebut.

"Ini dia, pilihanku." Victor beralih, menunjuk sosok Liana untuk ditatap ketiga pasang mata di ruangan itu. "Aku akan menikah dengan Liana, bukan dengan dengan wanita manapun dari acara perjodohan kalian itu."

"Halo, Paman dan Bibi. Halo, Kakek." Liana memamerkan senyumnya dengan terampil, berlagak seperti aktris yang bisa menyabet piala Oscar saking lihainya ia berakting.

Sabrina menjatuhkan sapu tangan rajutnya, demikian Julio yang langsung menyemburkan kopi di mulutnya. Hanya Kakek yang menunjukkan reaksi yang Victor inginkan, yakni tersenyum gembira seakan menemukan segepok berlian. Victor tak tahu mengapa Mama dan Papanya terlihat shock sedangkan mereka tahu bahwa Liana adalah gadis yang jelas, orangtua Liana pun bersahabat baik dengan mereka. Jadi Victor tak mungkin salah menargetkan Liana dalam misi ini.

"Kalian pacaran dan mau menikah?" Tanya Kakek.

"Iya, Kek. Kami saling mencintai dan sudah pacaran sejak enam bulan yang lalu. Tapi tidak ada alasan yang membuat kami harus menunda lagi. Victor sudah tidak tahan, demikian aku."

Untuk skenario, sejauh ini lancar. Hanya saja Victor harus dibuat mendelik dengan kalimat terakhir Liana yang jelas-jelas tidak tertulis di skenario. Victor yakin ia tidak pernah menulis kalimat mesum nan tolol seperti yang Liana ucapkan. Ini jelas hanya tipu daya busuk gadis bodoh tersebut untuk mencoreng namanya.

"Kakek senang sekali. Rupanya tidak perlu repot-repot mempertemukan kalian lagi, justru sudah bertemu dan pacaran sendiri."

Liana mengerjap, masih mempertahankan senyumnya meski tahu itu akan terlihat kaku. Ia melirik pada Victor yang juga diam membisu. Tidak ada yang bicara antara mereka sebelum Sabrina meraih ponselnya untuk bicara dengan seseorang di ujung sambungan dengan mode loudspeaker.

"Wendy, hari minggu aku resmi mengundangmu untuk makan malam."

Itu Mama Liana. Mama Victor menghubungi Mama Liana. Untuk apa? Pikir mereka kebingungan.

"Dalam rangka apa, Sab?"

Sabrina mengambil napas sebelum tersenyum gembira. "Dalam rangka penyatuan keluarga kita. Lupakan tentang perjodohan, karena anak-anak kita rupanya sudah ditakdirkan dari langit. Pernikahan Victor dan Liana siap dilaksanakan!"

Victor menjatuhkan rahangnya. Tubuhnya terpekur shock. Lain dengan Liana dengan kapasitas otak lebih kecil, yang agak kesulitan menangkap masalah besar di percakapan kedua ibu tersebut.

Sampai kemudian gadis itu terkejut, tatkala tahu-tahu Sabrina bangkit dari sofa untuk memeluk tubuhnya dengan isak haru. "Ini sangat hebat! Akhirnya kau jadi menantu keluarga Bibi, Sayang. Kami tidak perlu lagi mempertemukan kalian dalam perjodohan karena kalian ternyata sudah pacaran duluan. Astaga, ini sangat hebat!!"

Tahu reaksi Liana? Ia terhuyung mundur kemudian pingsan terjerembab ke lantai.

TBC

Tau sih ide ini mainstream bgt tapi gapapa lah ya kan 😆😆😆

𝘿𝙤𝙪𝙗𝙡𝙚 𝙏𝙧𝙤𝙪𝙗𝙡𝙚 𝘾𝙤𝙪𝙥𝙡𝙚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang