sebab laraku katamu hanya pisau bermata dua, tak ayal hanya sebuah dengungan tak bermakna. ia sebabkan renjana tak bertuan yang buatku limbung dari puan. ambiguitas semesta lebih jelas dibanding karsa yang tertanam, kamu tahu kenapa? karena aku lapuk dimakan payah, hilang, tergerus.
hari itu esa pulang.
senangku bukan kepalang.
ia datang dan katakan bahwa musim panas sudah tiba, sebab itu ia kembali ke tanah air tuk jumpa rumah yang sudah lama tak terjamah. ibu, bapak, dan aku jemput ia di terminal internasional, pagi sekali bahkan sengaja lewatkan sarapan dipaksa rindu untuk temui ia secepatnya. bukan aku saja yang merasa antusias, sebab esa putra kesayangan yang orangtuaku banggakan, kata bapak dunia dan seisinya pantas ia dapatkan.
terakhir kali kulihat surainya masih di semir pirang pucat, pipinya masih penuh dengan lemak dan kacamatanya masih ia pakai apik. entah memang setahun adalah waktu yang lama atau memang disana kultur berbeda, yang jelas ia berubah derajat setengah lingkaran. surainya lebih terlihat normal namun wajahnya berubah tegas, rahang dan garis pipi membuatnya lebih dewasa. sekarang pun, lensa minus menjadi pilihan pertama untuk ia pakai.
jujur saja, mahesa memang selalu terlihat keren.
"sini aku kunci." katanya saat kami jalan bersisian menuju kasir untuk pesan sarapan. tentu saja, mcd menjadi pilihan terbaik.
"apanya?" aku heran.
"hatinya." ia tertawa.
aku memutar bola mata, tentu saja, "baru juga nyampe loh, sa, gausah gombal."
pagi itu, kami tunggu di depan kasir dengan rasa rindu yang membuncah. senang, sudah pasti, aku harapkan ini sekian purnama lamanya, harapku pun ia sama rasakan itu.
"disana gaada nasi uduk tau, yun," ia ucap itu sebab katanya rindu makanan di kantin sekolah yang dulu setia menemani pagi kita, "kangen mbak nia, gimana kabarnya ya?"
"kemarin aku denger sih dia udah nambah peliharaan lagi."
mbak nia itu penjual makanan di kantin sekolah, ia jajakan mie instan, seblak, makanan berat seperti nasi dan bahkan es serut. beliau tipe wanita paruh baya yang trendi karena bergaulnya dengan anak sma, obrolan kami selalu nyambung seperti tanpa adanya perbedaan generasi. setiap istirahat, tempatnya pasti selalu penuh oleh siswa yang kelaparan, salah satunya itu esa. saat itu ia kakak kelasku.
"peliharaan apa lagi?" esa kerutkan kening, ia bicarakan mbak nia seperti bahas kawan lama yang bertahun-tahun dipisah sibuk.
"kupu-kupu."
mahesa melongo, "demi apa?! kok makin gila sih."
aku angkat bahu, "katanya kupu-kupu itu makhluk estetik, sa."
"apa harus ya sekarang semua berdasar sama estetik."
aku tertawa lihat ia yang keheranan. rasanya sudah lama tidak mengobrol sebebas ini, bahkan tentang hal yang tidak berhubungan dengan duniaku atau dunianya. ini perihal dunia sekitar kita, yang hidup dan berwarna.
konversi terputus oleh suara pramusaji yang bawakan makanan pesanan kami, ia sebutkan rinci lalu ucap ramah segera setelah usai lakukan tugas. esa bawa nampan makanan sementara minuman berada di tanganku. langkah kami beriringan, depan belakang seperti anak bebek dan induknya. kami temukan ibu dan bapak di meja pojok dengan kursi busa layaknya sofa, salah satunya angkat tangan kode agar kami hampiri mereka.
esa duduk sebelah bapak yang terus tanyai bagaimana rasanya tinggal di london. ibu tak kalah juga, ia tanyai keseharian putra tengahnya, bagaimana makannya, tidurnya dan sanitasi dorm miliknya. aku hanya diam, nikmati kopi dan egg muffin pula dengarkan euforia tiap kali ia sebut disana. aku ambil ponsel saat notif pesan buat distraksi ketiga orang disini. ada tiga pesan dari jusuf dan tulisan mengetik di bawah namanya.
<3
|mau sarapan bareng gak yun?
|buryam deket alun-alun enak kayanya
|kalo mau aku jemput sekarang
|ya???mauuuuu|
tapi aku lagi diluar|
:(||tumben sepagi ini?
[send a photo]|
mcd dong||loh esa pulang????
iyaaaa|
|seneng dong?
"yuna juga kan ya?" bapak lihat aku yang tanya heran, ponsel masih ku pegang tampilkan ruang chat jusuf, "iya gak yun?""kenapa pak?" aku simpan ponsel di meja, tidak paham konteks apa yang bapak tanyakan.
"yuna juga mau ambil kedokterankan ya kaya mas tara." beliau tersenyum padaku, banyak arti dari tarikan bibirnya tersebut. mas tara itu kakakku paling tua, beda sembilan tahun denganku dan sekarang sudah hidup enak dengan titel dokter spesialis termuda. aku berhenti sejenak dan ingat-ingat memori di otakku, sejak kapan aku bilang mau jadi dokter?
"bukan beg—"
"katanya yuna mau ambil di ui aja soalnya kalo ke luar gak bapak izinin, melang." antusias bapak terpancar dari matanya. aku tercekat, ingin kulayangkan protes, sejak kapan pula aku pernah membahas almamater kuning itu?
"pak—"
"kalo ga keterima, ya ambil ekonomi bisnis kaya bapak." aku tahu bapak tak mungkin terima keberatanku dengan begitu mudah, tatapan matanya katakan bahwa itu bukanlah permintaan. aku diam. sudah tidak akan protes sebab didengarpun tak kan merubah apapun. iya, bapak ucapkan hal tersebut di depan esa sebab tahu aku takkan mampu katakan hal yang menyakitinya ataupun ibu.
aku diam.
sebab bukan aku yang pilih diam.
mereka yang buatku diam, terima segala perintah dan jadikanku boneka kebanggaan. kalau menolak? tentu saja diabaikan.
aku pilih laksanakan, sebab aku takut ditinggalkan.
"iya gak yun?" kali ini ibu yang lontarkan tanya, tangan hangatnya terpa bahuku sedemikian rupa. siapa yang mampu lawan malaikat tak bersayap ini?
aku anggukan kepala, "iya bu."
dua orang berjasa tersebut pasang senyum hangat, ramah dan penuh kasih sayang. esa lirik aku yang tak karuan di tempat, ia tahu rasanya dibeginikan, alasan itu yang buat ia larikan diri ke tanah orang. pilih hidup untuk dirinya sendiri, untuk inginnya sendiri dan cecap semua susah senangnya sendiri.
bagi bapak ibu, kami hanyalah sosok yang harus sama dengan apa yang mereka harap saat dalam buaian. anak berbakti dan berbudi luhur sudah kewajiban, namun anak yang sukses sebagaimana inginnya lebih dari wajib. mereka terobsesi dengan kata sempurna, sebuah teoritis dengan praktis yang berwujud nilai dan materi.
...
KAMU SEDANG MEMBACA
seirama.
Fanfiction(n) satu irama, senada ; kita seirama namun tidak di semesta ini. ft. kim seungmin, yang jeongin - trigger warning : psikologi abnormal, mental disorder, suicide attempt, lowercase!