aku kenal, orang yang kamu kenal

23 6 1
                                    

terbangun di meja makan dengan wajah esa yang pertama kali menyapa netraku bukanlah hal yang biasa. tawanya bak genderang yang di tabuh, menggagalkan fungsi jantungku tuk berdetak normal. esa peluk bahuku sejenak lalu antar aku tuk segera hidupkan kesadaran. ia cium aku di pipi sebagai ucapan selamat pagi, seperti tak mau buatku bangun dengan biasa saja.

"bangun dong yun, kan mau sekolah." katanya saat aku lemparkan tubuhku di sofa, enggan untuk segera ambil handuk dan bergegas membasuh diri.

"enggak mau." aku merengek, terdengar aneh bahkan di telingaku sendiri. esa tarik tanganku, sampirkan handuk yang entah kapan ia ambil.

"cepet, nanti aku anter ke sekolah." kata esa, aku gak peduli mau diantar dia atau tidak pun tetap malas untuk sekolah.

"sambil sarapan." sarapan juga bisa aku lakukan sendiri di rumah, dengan sereal dan susu.

"sarapan kupat tahu di deket smk 4 itu loh, na." tawarnya lagi, "sama bubur kacang sebelahnya atau mau susu jahe?"

aku lantas berlari menuju kamar mandi, membasuh diri secepat mungkin sebab bayangkan makanan itu berada di mulutku lebih mampu membangkitkan semangat untuk menjalani hari ini.

terhitung kurang dari sepuluh menit aku sudah keluar dengan semerbak sabun aroma stoberi, milik esa sebenarnya sebab punyaku aroma vanila. aku pakai seragam putih abu, mengeringkan rambutku, lalu merias wajahku tipis-tipis. hari ini aku ambil sweater warna merah tuk halau udara dingin kota yang menusuk kulit.

jam masih menunjukan pukul lima lebih duapuluh menit yang artinya masih ada satu jam lebih sampai gerbang sekolahku ditutup. aku cek lagi jadwal hari ini, takut-takut ada tugas yang belum dikerjakan. setelah selesai semua, lantas turun menuju ruang makan, kutemukan esa dan bapak sudah duduk berhadapan dengan dua cangkir teh di depannya.

"yun, entar sama bapak aja berangkatnya."

aku yang sedang buka lemari pendingin mendesah tidak terima dengar ucapan bapak, "kok gitu? kan esa yang mau anter sambil sekalian sarapan?"

"esa mau ke rumah tante rina ambil passport punya bapak," aku kernyitkan dahi, buat apa bapak butuh passport sepagi ini? "ada kerjaan tapi lupa passportnya masih ada di tante rina."

aku mendesah kecewa, lagi. yasudah, mau gimana, kalau kata bapak begitu aku bisa apa. dan tentang perihal passport bapak yang ada di tante rina itu karena perpanjangan visa perjalanan dan kebetulan adik bunda esa itu bekerja di kantor imigrasi. jadi ya... jalur orang dalam.

"maaf ya yuna." esa ucap bersalahnya saat bapak tinggalkan kami berdua di dapur, aku anggukan kepala walau tetap saja kecewa. esa pergi sepuluh menit setelah aku habiskan serealku, iya aku jadinya sarapan sereal dan susu coklat.

ia mengendarai mobil milik mas tara yang kebetulan sedang ada di rumah, sementara aku diantar bapak beberapa menit setelah esa tinggalkanku yang termenung di depan teras.

"mau ikut gak yun?" tanya bapak saat mobil yang kami tumpangi lewati gapura komplek, "ke istanbul."

"pengen sih tapi gamau kalo konteksnya buat nemenin bapak kerja." tolakku sebab aku tahu tujuan ia ajak kesana, agar aku lebih agamis.

"ya iya sih, kamu juga pasti bosen kalau diajak juga."

"itu tau, jadi aku mau minta turkish delight aja yang jeroannya peach atau kacang kastanye tapi yang original."

"kalo kamu ikut kan bisa beli sendiri, lagian ya yun bapak mana tau yang kaya gitu."

aku tertawa, betul juga kata bapak, mana tahu beliau oleh-oleh seperti itu sebab pekerjaannya bukan untuk berkeliling seperti wisatawan.
"entar yuna kasih tau mas bram aja, biar dia yang beliin." ujarku yang diiyakan bapak, mas bram itu asisten bapak semenjak mas tara umur dua tahun, sudah kuanggap sebagai kakak tertua. lalu setelahnya perjalanan kami lewati berkilo-kilo selanjutnya hanya ditemani suara dengkuranku yang sempatkan tidur.

seirama.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang