minggu pagi ini

18 6 2
                                    

semesta bertanya padaku, kamu pilih yang mana sebenarnya yun? aku geleng kuat hentakan kepala bak boneka di dashboard mobil, aku tidak tahu. aku hanya ingin mereka rasakan bahagia sebab hadirku. namun yang selalu kulakukan hanya kecewa.

hari minggu datang seperti berkedip mata, aku hadir di sekolah hanya lima hari perminggu, sabtu ku pakai untuk latihan ini dan itu lalu minggu di tengah bulan kuhabiskan untuk seharian berada di lapangan tuk, katanya sih, berikan latihan fisik dan mental kepada adik tingkat. minggu ketiga kupakai tuk berseni peran persiapan ujian akhir, dan entah minggu pertama ataupun minggu terakhir kupakai untuk lakukan konseling pulihkan jiwa di tempat kerja mas tara. sedang yang kosong hanyalah salah satu dari empat minggu dalam sebulan, aku putuskan untuk bermalas-malasan sehari penuh.

rutinitas yang biasa kulakukan ialah tidur larut malam dan bangun setelah mentari minggu menyingsing sampai di atas kepala. bersihkan diri, ambil makan, lalu ajak bermain trophe dan glory, kucing peranakan peliharaan keluarga kami—yang entah kenapa namanya begitu elegan. setelah bosan, aku kembali lagi mengurung diri di kamar sampai waktu makan malam tiba. biasanya yang kulakukan saat waktu tersebut ialah melatih tanganku untuk melukis, membaca novel yang belum selesai atau sekadar untuk merapihkan ulang binder photocard koleksiku. semuanya sudah seperti dibayangan dan jadwal kebiasaan minggu tenangku akan selancar jalan tol. sebelum akhirnya esa menerobos kamarku pada pukul lima pagi dengan penampilan siap untuk pergi dan kaus kaki olahraga trendi di kakinya serta suaranya lantunkan lagu milik hozier, yang selalu dibenci bapak, take me to church.

bayangkan! pada pukul lima pagi di hari minggu seseorang sudah rapih dan beraroma vanilla yang menyegarkan. aneh.

dia bilang yunani ayo bangun!, sementara yang kulakukan ialah eratkan kembali selimut dan bergumam jelaskan bahwa aku tidur pada pukul dua dini hari yang artinya hanya tiga jam yang kutempuh tuk istirahatkan tubuh. "salah siapa begadang!"

"ayo cepetttttt!!! nanti ketinggalan kereta!" ucap esa seraya tarik selimutku supaya aku segera bangun.

aku abaikan dia, lanjutkan tidur tanpa selimut dan jadikan guling sebagai penghalang dingin sebab semalam aku setel -16 derajat di pendingin ruangan kamarku. esa tarik tangan dan kaki, namun upayanya gagal karena walaupun terusik, kantuk milikku lebih besar di banding inginnya tuk bangunkanku. kudengar jejak kaki tinggalkan kamarku disusul oleh suara pintu yang tertutup sendirinya, aku bernafas lega, berdiri lalu ambil selimutku yang tergeletak di lantai.

hari mingguku tenang dan tidurku tidak akan terganggu lagi—"yunani!!!"

aduh, sialan. teriakan ibu.

aku terlonjak kaget saat pintu dibuka kasar dan selimut yang kupakai ditarik sekali hentak sampai raga setengah tidur milikku berguling mengenaskan di tengah kasur. teriakan ibu yang bangunkanku dengan sebut nama tuhan bawaku menuju kesadaran.

"....mau sampe kapan tidur?! udah dibangunin berkali-kali sama kakaknya malah tidur lagi! giliran denger ibu teriak baru melek, malu atuh neng sama ayam tetangga yang udah..." ibu terus ucapkan marahnya, setiap pagi yang kudengar ialah racauan beliau yang selalu menyertakan ayam tetangga sebagai perbandingan. jika ada nominasi khususnya, aku sudah menjadi juara satu dengan kategori lulus dimarahi ibu setiap pagi.

"masih jam lima ibu, masih pagi buat weekend." erangku saat ia sodorkanku handuk untuk segera membilas diri.

"ya karena masih jam lima, makanya ayo cepet bangun terus mandi habis itu langsung solat terus turun ke bawah."

tanpa tunggu jawabku ia hilang dibalik pintu. aku mengeluh malas lalu teriakan enggan, suara ibu yang panggil namaku lagi-lagi terdengar walaupun samar, aku tahu di bawah pasti terdengar sangat lantang.

seirama.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang