Hay.....
Salam kenal dari author abal-abal....
Jangan lupa kasih vote dan comment ya guys kalau menurut kalian cerita ini menarik 😎....
Follow akun author juga 👍Happy reading.....
Di ruangan kantor yang cukup tenang terdapat sepasang saudara yang tengah bersitegang. Tatapan sang kakak yang menghunus tajam netra abu-abu milik sang adik. Berbeda dari sang kakak, sang adik justru menatap kakaknya dengan raut putus asa. Cukup lelah meyakinkan sang kakak yang terlalu over protective itu.
"Come on kak, aku bisa jaga diri. Apalagi sekarang aku punya dua penjaga. Kamu sendiri yang melatih mereka. Dan tentu kamu tau kemampuan mereka" ucap sang adik meyakinkan lagi. Sambil menatap dalam netra sang kakak yang masih menatapnya tajam.
Hening selama hampir dua menit mereka saling bertatap-tatapan. Akqirnya sang kakak hanya bisa menghela nafas mengalah. Adiknya memang keras kepala lalu sudah mengambil keputusan.
"Oke fine, apabila mereka berani menyakitimu 'lagi', aku bersumpah akan menyembunyikanmu dan twins selamanya"
Sang adik tersenyum lega setelah mendengar penuturan sang kakak. Kemudian menggeleng setelah mencerna semua kalimat sang kakak.
"Pemikiranmu terlalu jauh kak. Aku tidak sepenting itu bagi mereka untuk tetap mengingatku selama ini" tersenyum mengejek untuk dirinya sendiri.
"Alice, apakah kau lupa siapa dirimu?" Sang kakak menatap tak percaya sang adik yang terlalu memandang rendah dirinya sendiri.
"Seorang desainer ternama. Brand milikmu telah mendunia. Memiliki ribuan boutique yang tersebar dibanyak negara. Apakah kamu tidak bangga dengan dirimu sendiri?"
"Apakah semua itu dapat dibandingkan dengan apa yang mereka miliki" tanya Alice malas sambil menatap netra coklat terang sang kakak.
"Sudahlah kak. Aku tidak perduli lagi dengan mereka. Fokusku hanya untuk kebahagiaan twins. Kebutuhan mereka tercukupi. Just that"
"Oke. Terserah kau saja. Yang harus kau ingat, apapun yang terjadi nanti. Keluarga Ramos ada di belakangmu" ucap sang kakak akqirnya.
Alice bangkit dari tempatnya duduk berjalan menghampiri sang kakak yang duduk di kursi kebesaran CEO. Memeluk sang kakak erat yang dibalas tak kalah erat oleng sang kakak. Tak dapat dipungkiri Alice sangat menyayangi sang sahabat yang sudah dianggap sebagai kakak oleh dirinya.
Kakaknyalah yang menjadi saksi dari saat dimana dia berada dalam posisi terbawah hingga bisa mencapai seperti sekarang. Penyemangatnya dikala ia sedang putus asa. Menemaninya tanpa kenal lelah. Satu-satunya orang yang masih mau menampungnya dikala ia sudah dianggap sampah oleh 'mereka'. Miris sekali bukan drama hidupnya.
Tapi itu sudah masa lalu. Alice sekarang sudah berbeda. Alice sekarang bisa berdiri sendiri tanpa bantuan siapapun. Bisa hidup sendiri tanpa bergantung pada siapapun. Dia bukan lagi sampah yang 'tak berguna'. Dia bukan lagi benalu yang bikin 'malu'.
Kini dia bisa berdiri tegak dengan mengangkat dagu tinggi sambil memandang rendah orang yang dulu memandang rendah dirinya. Ini adalah Alice yang baru.
"Thanks kak James" dua bulir air mata mengalir begitu saja dari mata indahnya.
Mendengar suara serak Alice. James dapat menebak bahwa ia tengah menangis. Tanda bahwa Alice mengingat kembali masa lalunya. James pun melepas pelukan mereka perlahan. Ditatap mata indah sang adik yang masih berkaca-kaca. Ia usap pelan air mata itu.
"Don't cry. You are a great women. You are a strong women. No one Will look down on you anymore. Trust me" begitulah kata-kata penenang James dikala melihat Alice kembali mengingat masalalunya. Dan terbukti dengan kembalinya binar semangat yang terlihat dari netra sang adik.
"Yahh. Kau benar kak. Tidak akan ada yang bisa memandang rendah me and my twins again" kata sang adik sambil sambil tersenyum.
Mengingat twins. Dua anak kembar laki-laki identiknya. Dua orang penjaganya. Ia jadi teringat bahwa ia harus menjemput mereka disekolahnya. Terlihat sekarang sudah pukul jam setengah dua siang. Dan kembarnya pulang jam dua siang. Dia tidak ingin terlambat menjemput mereka.
"Ohh kak James. Aku harus menjemput twins. Sebentar lagi mereka pulang sekolah" bukannya bergegas menuju pintu keluar. Alice malah berjalan menuju sofa yang ada didalam ruangan. Memangku tas Gucci limited edition seharga ratusan juta miliknya. Dan mengeluarkan alat tempur khas wanita dari dalamnya. Apalagi kalau bukan make up.
James hanya menatap malas sang adik sambil melipat kedua tangannya didepan dada. Pemandangan seperti ini sudah biasa baginya.
"Apakah perlu seperti itu. Kau hanya akan menjemput anakmu kesekolah"Alice langsung menatap tajam sang kakak dikala kalimat itu keluar dengan mulus dari bibir sexy kakaknya.
"Bagi seorang wanita. Penampilan itu nomor satu. Kapanpun dan dimanapun itu" James hanya memutar bola matanya malas what ever about women and with everything 'tetek bengeknya'.
"Kapan kau akan berangkat"
"Besok"
Jawaban singkat Alice sukses membuat James menatap tak percaya padanya yang masih sibuk dengan alat tempurnya.
"Jadi kau akan tetap pergi dengan atau tanpa persetujuanku?""Yeaahh" Alice hanya dapat nyengir tak berdosa dengan pertanyaan James.
"What the fuck" umpat James reflek.
Alice bangkit dari sofa setelah dirasa semua beres dan perfect dengan penampilannya. Menghampiri James. Mencium pipi James singkat
"Berhenti mengumpat. Ingat umur. Cepatlah mencari istri supaya ada yang merawatmu"
James melongo tak percaya dengan perkataan Alice. Padahal dia sendiri yang membuat dirinya belum bisa fokus untuk mencari pasangan. Alice selalu membuatnya khawatir. Ia belum bisa lega sebelum ada yang menggantikannya menjaga Alice. Seseorang yang dapat ia percaya.
'Braakkk'
Kesadaran James kembali saat dengan tidak sopannya Alice menutup kantornya hingga menimbulkan bunyi dentuman.
"Kebiasaan" James hanya mampu tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. Ia pun kembali duduk di kursi kebesaran nya. Kembali menekuni berkas-berkas yang menumpuk diatas meja.
Tbc.
Terima kasih sudah mampir.....😎
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Mommy
RomanceMommy pernah menjadi remaja labil Mommy pernah merasakan indahnya cinta monyet Mommy pernah dikecewakan oleh orang yang mommy cintai Mommy juga pernah mengecewakan orang-orang yang menyayangi mommy Mommy pernah putus asa Mommy pernah hampir menyerah...