Kini, kamar Rista benar-benar berantakan. Sedari tadi ia terus melemparkan barang-barang di kamarnya dengan kasar. Sampai akhirnya ia merosotkan tubuhnya ke lantai, rasanya ia tidak sanggup lagi untuk berdiri tegak. Kakinya begitu lemah, ia merasa tubuhnya telah banyak kekurangan energy karena terus menangis.
Tidak mudah untuknya menerima kematan Cesi yang tiba-tiba, dan ia juga sudah beberapa kalu mengucapkan janji pada dirinya bahwa ia akan menemukan orang yang menabrak Cesi. Ya, orang itu harus tanggung jawab.
Sedangkan di rumah Vano sekarang, cowok itu hanya duduk di kasurnya dengan kepala yang tertunduk. Bahunya bergetar, cowok itu sedang berusaha untuk menahan tangisnya.
Tidak berbeda dengan Farel di rumahnya, cowok itu hanya duduk melamun di meja belajarnya. Pandangannya kosong, tangannya mengepal kuat saat tangisan sahabatnya yang merasa kehilangan itu tiba-tiba terputar. Tangisan pilu, tatapan yang penuh dengan kehampaan dan keputus asaan.
Melati di rumahnya, cewek itu terus memandangi photo dirinya dengan Cesi di handphone. Senyum cerah yang terukir jelas di wajah Cesi begitu menyenangkan untuk dilihat, tapi tidak untuk sekarang. Senyuman itu terasa menyakitkan sekarang, menyentil hati yang terdalam dengan tanpa permisi kenangan bersama gadis itu kembali terputar. Kenangan dari hari-hari yang dipenuhi oleh gelak tawa antara dia dan kelima shabatnya.
"Gue ma-masih mau lihat senyum lo la-lagi." ujar Melati parau.
Dengan airmata yang masih membanjiri pipi, Melati bergerak untuk memeluk handphone yang menampilkan photo dirinya dengan Cesi itu.
Di rumah Dito, keadaannya juga tidaklah jauh berbeda. Cowok itu memukuli tembok yang berada di dekat pintu kamarnya, kematian Cesi yang mendadak benar-benar tidak bisa membuatnya langsung terima begitu saja. Rasa bersalah dan penyesalan selalu menyapanya saat hendak memejamkan mata. Bayangan saat Cesi sedang ketakutan pada saat mobil yang menabraknya mendekat, memikirkan itu membuatnya gila.
Sepertinya itu juga yang dirasakan oleh yang lainnya, yaitu rasa bersalah karena tidak ada di samping Cesi malam itu. Tidak melindungi Cesi hari itu, dan kematian Cesi tepat setelah mereka pulang dari rumah Rista. Mereka semua merasa bersalah, karena tidak ada di samping Cesi malam itu. Mereka sama sekali tidak menyangka bahwa waktu yang mereka habiskan dirumah Rista malam itu menjadi malam kebersamaan mereka yang terakhirna. Malam yang awalnya penuh dengan canda tawa akhirnya menjadi alasan terurainya airmata. Malam yang awalnya menyenangkan itu, akhirnya menjadi malam yang mencekam yang merenggut nyawa Cesi.
⚫⚫⚫
Ke esokkan paginya mereka berlima kembali bersekolah. Tanpa adanya Cesi di antara mereka tentu saja menciptakan suasana yang berbeda. Tidak ada lagi gadis cerewet bermulut pedas dan suka menyindir di antara mereka, gadis itu sekarang sudah pergi jauh dari mereka dan meninggalkan banyak sekali kenangan.
Bagaimanapun, mereka berterimakasih kepada Cesi karena sudah menjadi bagian dalam kisah mereka, menjadi salah satu pelangi yang mewarnai kehidupan mereka, mengisi kekosongan hari-hari mereka. Cesi memang sudah tidak ada, tapi kenangan dari gadis itu akan selalu melekat dalam ingatan orang-orang yang menyayanginya.
Mereka berlima memasuki kelas, tanpa ada yang membuka suara mereka langsung berjalan ke arah meja masing-masing. Murid lain yang juga berada dalam kelas tidak berani membuka suara atau hanya sekedar menatap mereka lama-lama.
Hampir semua anak Brilyan mengetahui bagaimana hubungan persahabatan mereka berenam, yang kemana-mana selalu berenam menguasai meja paling pojok dan mengklaimnya sebagai milik mereka berenam dan tentu saja kematian salah satu di antara mereka itu akan sulit untuk langsung diterima. Terbiasa selalu berenam, kini mereka merasa kosong dan kurang saat berkumpul dan hanya berlima saja.
Kini di kantin seperti biasa mereka duduk di meja paling pojok, enam kursi yang biasanya selalu lengkap dan meja yang menjadi saksi canda tawa kini diisi oleh keheningan. Saat-saat seperti ini biasanya Cesi yang selalu memecahkan keheningan, juga Vano dan Dito yang selalu membuat lelucon. Tapi sekarang berbeda, bahkan Vano yang tidak bisa diam pun kini hanya duduk membisu. Dito? Cowok itu juga sama, ia hanya duduk diam. Mereka mengerti perasaan Dito, karena bukan rahasia lagi kalau Dito menyukai Cesi dan kematian seseorang yang dicintai itu pasti sangatlah sulit, apa lagi Dito belum sempat mengutarakan perasaanya pada Cesi.
Sampai akhirnya, Dito tidak sempat mengutarakan semuanya karena Cesi sudah berada sangat jauh dari mereka. Rista menatap satu-persatu wajah sahabatnya yang terlihat tidak bersemangat sama sekali, ia mengepalkan tangannya lantas berdiri dan berhasil mengalihkan perhatian mereka.
"Ikut gue!"
Suara datar namun penuh penekanan itulah Rista, cewek yang tidak suka berbasa-basi dan langsung bicara ke intinya. Yang lainnya menatap bingung Rista yang berjalan ke arah pinti kantin namun mereka tetap berdiri dan berjalan mengikuti Rista.
Rista membawa mereka berkumpul di sebuah gudang tidak terpakai yang berada di halaman belakang sekolah. Ruangannya berdebu pencahayaannya pun minim, itu karena tempat ini sudah tidak terpakai lagi.
"Kita gak bisa terus-terusan kaya gini."
"Dihantui rasa bersalah setiap hari."
"Kita harus ngelakuin sesuatu untuk Cesi."
Rista langsung mengutarakan maksudnya mengajak mereka ke tempat itu, yang lainnya masih diam tidak ada yang mengangkat bicara.
"Mau sampai kapan kita harus kaya gini?!" bentak Rista.
Mereka semua langsung menatap ke arah Rista, cewek itu terlihat sangat serius. Sorot tajam yang begitu menusuk kini terpancar dari matanya, seolah ada kobaran api yang memancar dari matanya.
"Kita ungkap siapa penabraknya."
"Tapi bagaimana? Orangtua Cesi juga udah cari tau dengan polisi bahkan menyewa beberapa detektik, tapi pelakunya masih belum diketahui." ujar Melati.
Orangtua Cesi memany sudah mencari tau tentang si penabrak dengan polisi bahkan menyewa beberapa detektif namun sekarang pun pelaku masih belum diketahui.
"Kita ungkap dengan cara yang berbeda. Cara kita dengan cara orang dewasa berbeda, dan gue yakin kita bisa." ujar Rista dengan penuh penekanan.
Rista memandang satu-persatu sahabatnya, meski masih ragu-ragu namun mereka serentak menganggukkan kepala menyetujui ucapan Rista. Meski tidak tau apa yang akan mereka lakukan nantinya, tapi mereka percaya dengan Rista karena cewek itu yang paling waras pemikiran di antara mereka.
"Persiapkan diri kalian!"
"Sebentar lagi kita akan sama-sama bertarung, demi mencari titik kebenaran!" pelan tapi penuh penekanan, memandang lurus dengan sorot mata yang tajam, ekspresi datar dengan senyum miring di wajah, Rista begitu semangat.
Mereka semua ikut semangat lalu Melati dengan semangat memajukan tangannya dan langsung dibalas oleh yang lainnya. Setelah tangan mereka saling bertumpukan, mereka saling menatap dengan memberi semangat dan kepercayaan masing-masing lalu dengan serentak mereka mengangkat tangan ke udara.
"Untuk Cesi!" teriak mereka bersamaan.
Tanpa sadar, dari sinilah kisah perjuangan mereka dalam persahabatan dimulai. Bekerja sama untuk mengungkap kebenaran, mengungkap kebenaran untuk membalas sedikit rasa penyesalan.
Dari sini, mereka akan menemukan banyak hal-hal baru dan juga pembelajaran dan tentunya pengalaman baru. Di mana mereka akan bertarung dan berjuang untuk menemukan setitik cahaya dan mengungkap kebenaran.
⚫⚫⚫
KAMU SEDANG MEMBACA
UNCOVER
Teen FictionPersahabatan yang sudah terikat begitu erat, dengan canda dan tawa yang selalu menghiasi. Namun, semua itu berubah semenjak salah satu dari mereka meninggal. Ke lima sahabatnya yaitu, Rista, Farel, Melati, Vano dan Dito siap bertarung untuk mengungk...