Halo Masalah!

158 11 2
                                    

Jarum jam dinding menunjukkan pukul 2 dini hari dan kediaman keluarga Chansook sudah hening menandakan penghuninya telah menjemput mimpi. Namun berbeda dengan Patrick yang justru mengendap-endap turun dari kamarnya menuju dapur. Tangan mungilnya membawa ponsel guna menjadi alat penerang satu-satunya yang ia punya untuk menapaki anak tangga.

Patrick membuka kabinet perlahan berusaha tak menimbulkan suara dan mengambil mug kesukaannya lalu menuang kopi instan yang sedari tadi mengumpat dikantung hoodie miliknya. "Ini kopi terakhir, tolong kerjasamanya ya otak dan hati." Patrick bebisik pada dirinya sendiri. Sungguh ini kopi ketiganya namun perasaan mengganjal belum juga sirna dari hatinya.

Ponsel hitam yang menganggur dimeja dapur bergetar menandakan pesan singkat masuk Patrick tersenyum saat melihat isi pesannya. Patrick mengaduk kopinya sambil sesekali membalas pesan. Setelah selesai Patrick kembali ke kamar tidak lupa membawa sampahnya agar tidak kena marah sang Bunda.

Tepat saat Patrick sampai kamar, ponselnya berdering dengan nama kontak yang sangat Patrick kenal. Patrick menekan tombol hijau dilayar lalu menuju balkon kamarnya.

Patrick butuh udara segar.

Angin malam yang pertama kali menyambut kedatangan Patrick. Remaja mungil itu menaruh kopinya diatas meja kecil dan duduk menghadap jalan.

Sepi.

Tidak banyak yang Patrick lihat.

"Halo." Sang penelepon menyapa.

"Hola! Kamu on time banget aku bilang 2 menit eh beneran 2 menit kemudian nelpon akunya." Sahut Patrick. Ia masih menikmati jalanan yang sepi nan hening dengan angin yang bermain dengan rambutnya.

Sang penelepon terkekeh. "Aku tadi lihat tweet kamu. Kopi ke-berapa?" Patrick terdiam sebentar sebelum menjawab. Sedang memikirkan jawaban yang tepat.

"Kopi ketiga aku, Niel." Lirih Patrick kemudian menyesap kopi hitamnya.

"Wanna tell me something?" Daniel melembutkan suara miliknya. Mencoba memahami dan menyelami suasana hati milik Patrick. Patrick bukan seseorang yang gemar tidur malam maka Daniel dengan pasti paham Patrick-nya sedang gundah.

"Daniel, aku udah minum kopi ketiga tapi tetap belum tenang. Aku bingung harus gimana." Patrick meremat gagang mug membuat buku jari-jarinya memutih.

"Hei, berhenti dulu minum kopinya. Ada aku disini jadi kamu nggak perlu kopi lagi. Sekarang lepasin jari kamu dari mug nanti tangan kamu luka." Entah sadar atau tidak Patrick segera mengikuti instruksi dari Daniel. Daniel masih melanjutkan perkataannya.

"Now, breath. Breath Patrick. Tarik napas dalam terus hembuskan." Daniel menyadari Patrick mengikutinya.

"Terus ulangi lima kali ya."

Patrick berusaha bernapas. Mengikuti semua yang disuruh oleh Daniel. Dan semuanya terhenti pada hembusan ketiga. "Daniel, aku nggak bisa hiks lanjutin." Patrick merasakan sesak pada dadanya. Kepalanya pusing seperti ditimpa sesuatu yang berat. Matanya mulai memanas dan isakan Patrick terdengar.

"Ssh, its okay. Im on my way, wait for me, Patrick. Nggak apa-apa tumpahin aja ada aku." Diseberang Daniel mulai berlari kelimpungan menuju rumah Patrick.

Tuhan, ini cuma beda komplek tapi kenapa rasanya jauh banget? Daniel terus berlari sesekali memberi kalimat menenangkan. Isakan serta raungan kecil Patrick membuat jantung Daniel berdenyut sakit.

Daniel telah sampai dan melihat Patrick yang bersujud dengan tangisnya pada balkon kamar. "Jangan, Patrick. Jangan begitu aku terluka." Daniel mematikan sambungan lalu memanjat pohon didepan kamar Patrick dan berusaha sekuat mungkin mencapai balkon kamar Patrick.

Berhasil.

Daniel melompat dan berlari memeluk Patrick. Membawa tubuh rapuh itu dalam dekapan hangatnya. Mengusap rambutnya dan memberi kalimat penenang.

"Sekarang aku disini. Aku nggak ingkar janji. Kamu nangis yang puas dulu. Aku nggak kemana-mana. Jangan takut, Pai." Dan setelahnya isakan tangis Patrick mengisi ketenangan malam itu. Persetan dengan bising yang ditimbulkan, Daniel hanya mau Patrick lega.

20 menit berlalu dan Patrick mulai tenang. Masih dalam dekapan Daniel Patrick mulai mengatur napasnya. "Daniel, masa depan menakutkan ya?" Patrick memainkan jemarinya ditelapak tangan lebar milik Daniel.

"Menakutkan gimana?" Daniel mengernyit walau tidak terlihat Patrick.

"Iya menakutkan. Nggak ada yang tau apa aku nanti bisa menggapai mimpi aku atau nggak. Nggak ada yang tau apakah aku bisa menjadi anak yang baik atau nggak. Semuanya menakutkan saat terbayang wajah Bunda dan Ayah yang kecewa sama aku."

Daniel membawa Patrick semakin dalam didekapannya lalu menggenggam jemari Patrick. Daniel menunduk dan menatap wajah Patrick. "Sekarang aku tanya balik, kamu tau kalau kamu pasti bisa menggapai mimpi kamu? Kamu tau kalau kamu sudah menjadi anak baik? Kamu tau kalau kamu nggak pernah buat Bunda dan Ayah kecewa? Kamu tau Patrick kamu sudah menjadi sosok yang hebat?" Daniel menatap mata indah yang memerah akibat air mata.

Patrick mendongak dan menelisik iris hitam pekat milik Daniel mencoba mencari kebohongan. Namun yang ada hanya ketulusan dan rasa sayang. "A-aku begitu, Daniel?" Patrick membuka suaranya ragu-ragu.

Daniel mengangguk.

Daniel memainkan surai cokelat Patrick. "Jangan pernah mikirin sesuatu hal yang belum bahkan mungkin tidak akan pernah terjadi, Patrick." Daniel membuka suaranya bergetar. Ia merasa terpukul saat tersadar kekasihnya memikirkan sesuatu yang berat.

"Kamu jangan takut kalau ada yang buat kamu kepikiran, kita hadapi sama-sama ya. Sampai masalah malu mengganggu kamu karena kamu kuat." Daniel mengusap dahi Patrick yang mengernyit. "Kita hadapi bareng-bareng. Aku dan kamu." Sahutnya kemudian.

"Jangan malu terlihat lemah karena malu lah kamu kalau sudah besar masih ngompol." Daniel menjawil hidung Patrick gemas. Yang lebih kecil menyemburkan tawa karena tiba-tiba kekasihnya melawak.

"Daniel! Jayus banget." Patrick menusuk-nusuk pipi Daniel diatasnya dan Daniel hanya terkekeh.

"Nah begitu ketawa. Jangan nangis terus jelek tuh ingus kamu kemana-mana." Daniel menjepit hidung Patrick kencang kemudian tertawa saat Patrick menjerit kesakitan.

Dan setelahnya Patrick menghujani Daniel dengan tabokan dipahanya. Daniel hanya tertawa sambil mengelak.

Tiba-tiba Daniel menarik tangan Patrick yang akan memberikan tabokannya membuat Patrick menabrak dada bidang Daniel. Patrick terkejut kemudian Daniel memeluknya erat. Sangat erat menyalurkan perasaan hangat yang Patrick sukai.

Daniel menaruh dagunya dibahu Patrick lalu mengecup pelipis Patrick. Daniel membawa bibirnya pada telinga Patrick dan membisikan sesuatu hal.

"Halo masalah besar, pacar aku nggak takut sama kamu karena dia punya aku yang lebih besar dari kamu. Dan aku akan melakukan apapun untuk mengalahkan kamu. Jadi, siap-siap kita serang ya!" Dengan suara yang lembut dan sarat akan rasa sayang. Patrick mendengar semuanya dan jantungnya berdesir. Wajahnya memerah kemudian ia memeluk Daniel dengan sangat kencang.

"Hola masalah, kamu sekarang bukan hal besar lagi karena aku punya Daniel yang lebih besar dan siap melindungi aku." Patrick ikut berbisik pada dirinya sendiri yang masih didengar jelas oleh Daniel.

Hari itu ditutup oleh Daniel yang menemani Patrick terlelap dalam mimpinya. Dan Daniel terjebak dalam keindahan wajah tenang Patrick tanpa beban.

Membuatnya jatuh hati lagi dan lagi.

Tanpa takut hatinya hancur.

YouniverseWhere stories live. Discover now