1996' The Gift

391 53 13
                                    

"Ini apa kak?" tanya Jeongyeon ketika melihat sebuah tas kardus dengan warna ungu muda yang tergeletak di atas meja tamu.

Padahal tadi Jeongyeon sedang merebahkan diri di atas sofa tepat setelah kedua kakak beradik itu masuk ke dalam rumah. Tadinya Jeongyeon lemas sekali, tapi rasa penasaran pada tas ungu tersebut membuatnya bertanya dengan suara agak kencang pada Seungcheol yang kini sedang di dapur.

Yang ditanya muncul, menyembul dari balik sekat dapur lalu menghampiri adiknya. "Hm?"

"Ini," Jeongyeon menunjukkan tas kardus dengan warna ungu muda yang ia angkat dengan kedua tangannya.

"Oooh, itu tadi kakak nemu di atas meja kamu," jawab Seungcheol santai. "kalau di atas meja kamu berarti punya kamu, kan?"

Sejujurnya Jeongyeon tidak mengerti moral dan cara berpikir Seungcheol. Tapi sebelum ia sempat berkomentar, Sang Kakak sudah menariknya bangkit dari sofa kemudian mendorongnya menuju tangga.

"Nah, sekarang kamu tidur dulu. Nanti kakak bangunin kalau udah waktunya makan malam. Okeee?"

Jeongyeon menghela nafas malas. Kenapa sifat protektif kelewatan Seungcheol makin parah aja sih. Ini nih salah satu dari banyak alasan kenapa Jeongyeon gak suka sakit. Seungcheol pasti nyuruh dia di kamar terus, mendekam kayak orang antisosial.

Mentok-mentok disuruh tidur. Padahal dia kan gak ngantuk.

"Ganti baju, terus tiduran aja ya. Kalau ada apa-apa panggil Kakak." Itu ucapan terakhir dari Seungcheol sebelum menutup pintu kamar milik adiknya dan pergi. Jeongyeon yang ditinggalkan di dalam kamarnya pun mengitari seisi kamar, mencari hal yang menarik.

Ia kemudian memutuskan untuk mengganti kemeja sekolahnya yang apek ke baju yang lebih kasual. Lagipula ia tidak punya tenaga untuk mandi.

"Tidur aja deh," gumamnya sambil menutup mata setelah membanting dirinya sendiri ke atas tempat tidur.

Jeongyeon bangun dengan tiba-tiba. Lagi-lagi ia mimpi buruk. Selalu begini kalau sedang sakit. Melelahkan sekali.

Ia memejamkan matanya ketika kepalanya berdenyut kencang. Pusing. Kenapa badannya malah lebih buruk setelah bangun dari tidur seperti ini sih? Benar-benar aneh. Jeongyeon benci itu.

Ah, kepalanya seperti mau meledak.

Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka menampilkan wajah Seungcheol yang tampan, "loh, adek kok udah bangun?"

Jeongyeon menoleh ke arah pintu, kepalanya masih berdenyut tapi dia berusaha tidak membuat Seungcheol lebih khawatir. "Iya, udah kebanyakan tidur di UKS tadi," ucapnya ngeles.

Seungcheol sebenarnya gak percaya, tapi kebetulan deh dia juga mau nawarin adik satu-satunya ini untuk makan, "mau makan di sini atau di bawah?"

Belum sempat juga Jeongyeon menjawab Seungcheol sudah mengambil keputusan. "Di sini aja ya? Biar kamu gak perlu turun ke bawah segala. Tunggu, biar kakak yang ambil."

Jeongyeon hanya menutup bibirnya yang sudah sempat terbuka.

Terserah, berdebat juga tidak menyelesaikan masalah. Seungcheol sudah pergi ke bawah. Ketika sedang menunggu Seungcheol datang kembali ke kamarnya, Jeongyeon mengitari sudut kamarnya, kemudian netranya menyadari tas kardus dengan warna ungu muda yang tergeletak di atas meja belajarnya.

"Jangan-jangan ini kebawa?" batinnya sambil mendekati tas tersebut.

Ia kemudian menjadi penasaran dengan isinya. Mungkin saja kalau ia membuka tas tersebut, ia bisa tahu siapa pemilik tas itu sebenarnya. Ya kan?

Setelah cukup lama berdebat dengan dirinya sendiri. Jeongyeon memutuskan untuk membuka tas tersebut. Ia membuka tas tersebut dengan hati-hati. Isinya cuma roti, susu dan beberapa jajanan ringan.

Lalu setelah dilihat lebih dalam lagi, di dalam tas tersebut terletak sebuah notes kecil dengan warna kuning pudar. Isinya cuma ucapan permintaan maaf dengan tulisan yang bisa dibilang sangat berantakan.

Jeongyeon jadi teringat tulisan Momo karena perempuan itu sama abstraknya dalam hal menulis. Yang pasti tulisan tersebut tidak datang dari Sana yang pandai menulis kaligrafi.

"Cochopie? Euhm, why does everyone have a bad taste at picking snacks? I hate chocopie."

"Permen sebanyak ini mau bikin Si Penerima diabetes atau gimana sih?" gumam Jeongyeon sambil terkekeh pelan. Aneh-aneh saja Momo. Ya, kali ini ia mulai berpikir bahwa Momo adalah pengirim dari bungkusan ini.

Mungkin saja Momo cuma mau menitipkan hadiah yang ia siapkan di atas meja Jeongyeon yang kosong kan? Hm, bisa saja begitu.

Baru saja Jeongyeon memikirkannya, handphone-nya berdering. Panggilan dari Momo datang, "Jeongieee huhu pesenin gojek dong, kuota sama pulsa gue abis TT."

Benar-benar, Jeongyeon tak habis pikir dengan sahabatnya yang satu itu. Pasti ini misscall. "Iya, gue pesenin. Ke rumah lo kan?"

"IYAA THANK YOU BANGET SAHABAT!!"

Jeongyeon mendengus. "Alay," komentarnya seperti biasa. "Lain kali diisi makanya. Emangnya Ten udah pulang?"

"Isssh, sumpah ya kayaknya dia masih marah karena yang waktu ituu. Gue harus minta maaf pake cara apa ya?"

Mengerutkan keningnya bingung Jeongyeon melirik tas ungu yang barangnya sudah ia masukkan semua tadi.

"Kalau ditraktir ke cafe yang baru itu kira-kira mau gak sih dia? Ahhh, bingung. Kenapa susah banget sih minta maaf sama orang?!"

"Itu mah elo yang mau," timpal Jeongyeon. Momo tertawa disebrang sana. "Ngomong-ngomong tas kardus ungu muda bukan punya lo?"

"Hm? Tas apa?"

"Warna ungu muda, isinya permen sama chocopie," jawab Jeongyeon. "Bukan punya lo?"

"Hah? Apaan itu, baru tau gue. Nemu di mana itu? Lo bawa pulang?"   tanya Momo berturut-turut. Jeongyeon menyentuh tas tersebut kemudian menjawab dengan gumaman, "Kak Cheol yang bawa, tadinya ada di atas meja gue."

"AAAAAAH! Itu toh ... eh emangnya itu bukan punya lo? Setau gue dari setelah mapel olahraga selesai itu tas emang udah ada sih, anak cowo juga gak ada yang tau pas ditanya. Mau cek cctv?"

Jeongyeon terdiam. "Gak usah, gak penting juga."

"Hmmmh, okayy. Ngomong-ngomong besok lo gak masuk, kan? ah~ nanti siapa yang nemenin gue jajan dong TT~"

Belum sempat Jeongyeon menjawab, pintu kamarnya sudah terbuka. Menampilkan Seungcheol yang membawa nampan berisi bubur dengan senyum manisnya ketika mereka bertukar kontak mata.

"Jeongie yuhuuu?"

"Hm?" gumam Jeongyeon membalas pertanyaan Momo. "Adek makan dulu ayo," ucap Seungcheol membuat Jeongyeon menoleh ke arahnya.

"Oh, lo lagi makan? Eh gojeknya dah dateng Yeon, gue pulang dulu. Byeeee!"

"Dadah.."

Seungcheol menaikkan salah satu alisnya, "abis telponan sama siapa kamu dek?" tanyanya. Jeongyeon meletakkan handphone-nya di atas meja kemudian duduk di atas kursi yang sudah terlebih dahulu di tarik oleh Seungcheol supaya adikmya bisa langsung duduk.

"Momo."

Sang Kakak mengulas senyumnya ketika Sang Adik mulai menyendokkan bubur yang dibuat oleh bibi yang bekerja di rumah mereka. Ia mengusak-usak surai coklat Sang Adik sambil berkata, "makan yang banyak biar cepet sembuh."

Jeongyeon memutar bola mata malas, kemudian melirik Seungcheol sinis. "Emangnya aku anak kecil ..," gumamnya sebal.

Seungcheol tertawa gemas.

"Kamu kan selalu jadi adik kecilnya kakak!" serunya dengan mata menyipit. Jeongyeon mendengus sambil memutar bola mata malas, "terserah."

-
Next update Ready To Love 30 jt views ya, dadah <3

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 26, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

1996' Dating A FreakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang