"Mayat?" Alana tak menyangka setelah menolong merawat lukanya, Adrian akan memperlakukannya seperti ini.
Semula Alana menganggap Adrian bagai tokoh Tsundere, yang dingin tapi diam-diam perhatian. Nyatanya cowok ini mulutnya sangat jahat.
Alana menundukkan kepala karena malu. Adrian benar, ia memang hanya menjadi beban di tim ini. Seharusnya ia tak perlu ikut ke mari.
"Gue yang mau ngangkat dia."
Alana menoleh ke arah Edgar. Ah, dia lupa. Ia masih memiliki Edgar. Sahabatnya dalam suka dan duka, walau terkadang menyebalkan.
"Baguslah." Adrian menatap sinis ke arah Edgar dan Alana. Ia pergi meninggalkan mereka diikuti anggota tim yang lain. Mereka harus cepat sampai di tempat camping.
"Naik ke punggung gue." Edgar berjongkok di depan Alana.
"Gendong belakang?"
"Lo mau gue gendong bridal?"
Alana menurut, pelan-pelan ia naik ke punggung Edgar. Ia merasa agak canggung. Walaupun sudah bertahun-tahun bersahabat, baru kali ini ia digendong Edgar. Sudahlah, ini namanya darurat.
Alana teringat perkataan Adrian yang sangat jahat padanya. Baik saat mabar maupun hiking selalu saja ia dibilang beban oleh orang sekitarnya. Ya, dia memang beban. Beban negara, beban keluarga ... Sedihnya.
"Lan, lo nangis?" Edgar menghentikan langkahnya dan menoleh karena mendengar suara isak tangis Alana, punggungnya juga basah.
"Hua ... Gue dibilang beban, nyusahin, ma-mayat ... Hua ...." Alana menangis meraung-raung. Ia tak peduli jika ditertawakan anggota tim yang lain.
"Makanya gue bilang juga apa. Lo kalau suka sama cowok jadi bego."
Edgar memandang punggung Adrian yang berjalan paling depan dengan kesal. Ia merasa tak terima cowok songong itu mengatai Alana.
"Hua ... Perasaan gue sekarang campur aduk, gue sedih, malu, marah. Hua ...."
"Iya, tapi jangan gigitin pundak gue. Udah lo nya berat malah ditambahin air mata lo, tambah berat." Edgar menggerutu.
Setelah lima belas menit perjalanan suasana menjadi hening, tak terdengar suara tangis maupun keluhan Alana. Edgar menoleh ke belakang.
"Lan, lo ketiduran?"
Edgar tertawa miris, bisa-bisanya gadis itu tertidur di gendongannya, sementara pinggangnya hampir patah karena menggendongnya.
***
"Lan, udah sampai. Lo turun dulu, gue mau bikin tenda." Edgar membangunkan Alana setelah sampai di tempat camping.
"Lo yang gendong gue sampai atas?" Alana bertanya bodoh sambil mengucek matanya, ia turun dari gendongan Edgar.
"Iya, siapa lagi? Si Adrian?"
"Makasih, ya, Gar." Alana menepuk pelan pundak Edgar sebagai tanda terima kasih.
"Untung temen dari kecil, kalau nggak udah gue tinggalin lo, biar dimakan macan." Edgar sebal karena pengorbanannya hanya dibayar sebuah tepukan di pundak. Seharusnya pijit kek, apa kek.
"Gar, gue laper." Alana mengelus perutnya bak orang hamil.
"Iya, gue juga denger suara perut lo dari tadi." Edgar memeriksa tas ranselnya, tampak mencari sesuatu.
"Abis gue bikin tenda gue masakin makanan, sekarang lo makan sukro ini dulu."
(Cerita ini disponsori oleh sukro😁)
Alana duduk di atas batu sambil memakan sukro pemberian Edgar yang dibeli di swalayan, sebelum naik bus. Lumayan untuk mengganjal perutnya yang lapar.
"Masih sakit kakinya?"
Alana hampir tersedak saat Adrian tiba-tiba berdiri di sampingnya. Ia diam, tak mau menjawab pertanyaan Adrian. Ia masih kesal karena dikatai mayat oleh Adrian.
"Kamu nggak kasihan sama teman kamu itu? Dia udah gendong kamu sampai ke atas. Kekuatan cinta, eh?" ledek Adrian.
"Lo jangan asal bicara, gue sama dia temenan dari kecil. Hubungan kami lebih dekat dari orang pacaran." Alana marah karena hubungan persahabatan dirinya dan Edgar diejek oleh orang asing.
"Whatever." Adrian mengangkat bahunya dengan cuek.
"Apa lo selalu sejahat ini sama orang lain?" Alana bertanya dengan marah, ia bahkan tak mau repot-repot menghormati Adrian sebagai orang yang lebih tua juga sebagai ketua tim.
"Saya jahat?" Adrian menunjuk dirinya sendiri.
"Udah sinis, bengis, oportunis, sadis lagi." Alana berang dan menyerang Adrian dengan segala kata-kata yang negatif.
"Whatever." Adrian tampak tak terpengaruh dengan dakwaan Alana.
"Bisa-bisanya gue sempet naksir lo." Alana bergumam pelan, tapi masih bisa didengar oleh Adrian.
"Kamu sempat naksir saya? Saya harus bangga atau gimana, ya?" Adrian semakin bersemangat menggoda Alana yang saat ini mukanya semerah tomat.
"Monyet!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Teman Tapi Cinta
HumorNggak ada persahabatan yang murni antara pria dan wanita? Setuju? Kalau nggak percaya baca aja cerita ini.