BAB III KEBIASAAN YANG SUSAH DIHILANGKAN

27 3 0
                                    

" Hidup adalah mimpi bagi mereka yang bijaksana, permainan bagi mereka yang bodoh, komedi bagi mereka yang kaya, dan tragedi bagi mereka yang miskin."

Suatu Ketika di pertengahan tahun 2012 , Willy mulai mencoba hal-hal baru selayaknya anak laki-laki pada umum nya namun sangat berbeda jauh dengan kakaknya yang bernama Jordan yang selalu saja ingin berdiam diri dirumah, Willy sangat jarang sekali dirumah dan selalu keluar pergi bermain menjelajah dari pagi hari hingga petang hari, mungkin saja willy mempunyai pandangan yang berbeda dengan kebanyakan orang lain tentang arti kehidupan diluar sanah.

Di desa Adiarsa, selayaknya musim mangga dan musim jambu permainan anak-anak disanah pun ada musim nya , saat itu musim kemarau yang artinya rata-rata permainan di Desa itu ialah mentang layangan, mentang layangan artinya menerbangkan layang-layang di tengah-tengah lapang dan biasanya untuk diadu dengan layangan orang lain atau bisa juga sengaja di diamkan hanya untuk kesenangan pemain nya semata.

Hari pun cerah kala itu , suara bocah seorang laki-laki memanggil-manggil dari luar dan ternyata seperti biasa nya itu adalah suara Ato yang memanggil Willy

" Wil..Willy..Willy.. main yuk " panggil Ato dari luar rumah.

Tak lama kemudian Willy pun keluar rumah dan mengajaknya mengrobrol sebentar dengannya.

" Langit sedang cerah nih, kira-kira main apa ya yang seru hari ini ? " tanya Willy

" Mentangin layangan aja Wil , ngadu biasa dengan layngan kampung sebelah tapi kita harus beli dulu gelasan nya " jawab ato sambil mengajak willy keluar.

Gelasan adalah benang tipis yang biasanya dipakai untuk menerbangkan layang-layang , selain tipis teksturnya pun sangat tajam jika terkena lengan bisa-bisa luka dan berdarah, gelasan mempunyai warna yang sangat beragam ada yang merah, kuning, hijau, biru seperti warna-warna pelangi saja.

" Yaudah kita sambil jalan aja beli dulu di kios Koh Aliong ( kios sederhana pusat penjualan layang-layang didesa itu ) "

Willy pun teringat sisa layangan yang disimpan di gudang rumahnya , dan menengok sambil berharap layangan kemarin masih ada dan betul saja beberapa layangan masih tersusun rapih pada tempat nya jadi tinggal membeli gelasan saja di kios Koh Aliong.

Tak lama setelah membeli gelasan, mereka berdua pun segera berjalan kearah lapangan yang cukup luas, biasanya jika sore hari lapangan itu dipakai oleh anak-anak bermain bola tapi karena ini masih siang jadi bisa dipakai dulu oleh Willy dan Ato bermain layangan disanah.

Bermain layangan itu susah-susah gampang menurut Willy ,karena harus menebak juga kemana arah angin menghembus yang kadang suka berpindah-pindah tak menentu arahnya dan mereka juga harus mengatur tali kamah yang mengikat pada layangan tersebut, talinya ada yang sengaja dibuat "Singgit" sehingga jika diterbangkan ke atas nanti layang-layang tersebut akan mutar-mutar kencang , ada juga yang membuat tali layang-layang itu "panteng" jadi nanti layangan tersebut itu diam saja mengikuti arahan dari orang yang menerbangkannya .

" Tooo.. buat aja talikamahnya singgit , biar nanti bisa ngelilit layangan musuh di atas biar bisa kita ambil jadi ga perlu capek-capek nyeka layangan " saran Willy kepada ato saat akan mengikat gelasan kepada layangan itu

Nyeka layangan adalah sebutan saat ada layangan putus dan beberapa orang berlari mengejar layangan tersebut berharap layangan tersebut bisa kembali diterbangkan kembali oleh orang yang mendapatkannya

Setelah beberapa saat kemudian, layangan mereka berdua itu terbang dan cukup lumayan tinggi, seperti biasa mereka selalu mencari musuh dari kampung sebelah yang menerbangkan layangan juga, berharap bisa memutuskan gelasan lawan dan itu membuat kesenangan sendiri bagi mereka. Biasanya sekali nerbangin layangan, sepuluh sampai limabelas layangan musuh itu putus oleh mereka berdua, maklum lah mereka memang cukup ahli bermain layangan seperti mempunyai trik tersendiri agar layangan mereka tidak gampang putus.

Tinggal satu lagi tersisa layang-layang musuh dari kampung sebelah, berharap mereka berdua bisa mengalahkannya dan jika kalah mereka pasti akan menyeka layangan yang terputus itu, Walaupun harga layangan tergolong sangat murah dan tidak seberapa tetapi bukan soal harga yang mereka perhitungkan, akan tetapi kesenangan berlari-lari mengejar layangan putus bersama teman-teman yang lainnya yang membuat hal itu terasa lebih menyenangkan.

Warna langit pun sudah mulai menunjukan warna gelalpnya ditambah lagi waktu sudah menunjukkan pukul empat sore, seperti biasanya ada hal unik yang selalu dilakukan oleh anak-anak di Desa Adiarsa , yang menurut mereka hal itu sudah dianggap menjadi suatu kebiasaan kala sore hari, karena walaupun apa hari nya, bagaimana cuaca nya , tua atau muda yang datang, semua bersama-sama melakukan hal yang sama yaitu bermain sepak bola.

Namun berbeda halnya dengan permainan sepak bola ditempat-tempat lain, permainan bola didesa ini dimainkan di tengah lapangan yang kanan kiri nya adalah sungai Citarum, jadi posisi lapangan itu tepat di tengah-tengah hilir sungai Citarum

Nah yang lebih menarik lagi gawang dari permainan bola ini terbuat dari kumpulan beberapa sendal jepit yang sudah hampir putus capitan nya yang ditumpuk dengan jarak dua meter kurang lebih antar tumpukan satu dengan tumpukan lainnya.

Willy dan Ato pun sudah tahu akan pergi kemana jika ingin bermain sepak bola bersama teman-teman yang lainnya, Saung lah yang menjadi tempat titik kumpul para anak-anak lelaki jika ingin bermain sepak bola, setelah mereka berkumpul disaung dan jumlahnya sekitar empat belas orang, mereka pun berjalan kebawah yaitu menuju aliran sungai Citarum yang jaraknya kurang lebih 300 meter dari titik mereka berkumpul.

Memang sangat cocok bermain sepak bola dipinggiran sungai , bukan hanya karena tempatnya yang rindang, tetapi kerap beberapa kali dipadukan dengan derasnya aliran air sungai itu .

Saat mereka sedang bermain bola, tidak ada yang bisa memberhentikan mereka baik itu wasit , atau turun hujan lebat bahkan gempa bumi sekalipun misalnya, mereka akan terus berlanjut bermain sampai-sampai terdengar dari kejauhan suara adzan magrib yang berkumandang, baru mereka semua bubar ke rumah masing-masing, tetapi tetap saja setelah mereka bubar pasti ada salah satu di antara mereka yang balik lagi ke lapangan karena sendalnya yang awal sebelum pertandingan dikumpul menjadi gawang itulah yang ketinggalan.

Beberapa masalah besar mungkin, mengurungkan niat kita untuk berbuat baik kepada sesama kita tapi satu hal yang perlu kita ingat : bahwa kita bisa menjadi pembawa kebaikan kecil setiap hari nya .

Buku Yang Sederhana ( Part 1 )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang