Prolog

55 12 0
                                    

Hembusan nafas terasa sangat memilukan. Hembusan nafas yang seolah - olah menenangkan, hanya tinggal angin. Jeritan kecil dari ujung ruangan ini, terasa sangat memilukan, kosong dan tak tersentuh.

"Jangan siksa seperti ini Tuhan!" teriaknya dengan suara tertahan.

Nafas yang memburu, kini perlahan tenang, keburaman kembali menampakkan wujudnya. Keringat yang menetes di dahi dan sekujur tubuhnya terhempas dengan satu kali gerakan. Tulang yang meringkuk kembali tegak seolah tak ada yang bisa mematahkan walau seincipun.

Dengan cepat, pucat pasi itu berubah menjadi sorotan tajam yang menenangkan. Rambut hitam tersurai dengan asal - asalan, melangkah pasti untuk menyaksikan janji-janji yang entah kapan selesainya.

Tangannya terulur mencoret satu angka pada angka yang berjejer di dalam kotak-kotak kecil, seolah menjadi alarm kehidupan.

"Kalau memang hanya 90 hari, gue hanya mau berdiri dalam lingkup semestaku."

•••

Note: cerita ini hanya fiktif dan imajinasi penulis. Jika ada kesamaan nama, watak, tempat harap dimaklumi. Cerita ini tak lepas dari inspirasi dari cerita-cerita yang telah ditulis oleh penulis lainnya. kalau teman-teman mau menegur, harap mengigatkan dengan baik, karena bahasa ketikan akan tertinggal selamanya. Harap bijak dalam menggunakan bahasa ketikan. Terimakasih, salam kreatifitas.

-Juli, 2021-

90 Day's of BhumiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang