IV. MEMBUKA HATI

7.7K 944 96
                                    

Dia tahu.

Menerima ajakan Bayu untuk makan malam sama dengan menyulut sumbu dinamit dalam kotak make up Bunda. Tidak akan butuh waktu lama untuk mengguncangkan seluruh isi rumah, bahkan seluruh kompleks perumahan sampai Bunda mendengarnya. Sudah terbayang dalam kepala Ati betapa akan histeris Bundanya yang tersayang, betapa akan repotnya Bapak dan betapa akan panjang desahan Mas Bintang.

Tapi aroma masa lalu itu yang tak bisa diingkari setiap wanita.

Pada dasarnya, bayu adalah pria yang sangat menyenangkan. Ati tak mungkin bisa melupakan fakta yang membuatnya jatuh cinta. Ketika mereka sama-sama menjalani kehidupan kampus, Bayu bukan hanya paling tampan, dia juga paling meyakinkan dan cerdas. Suasana yang terbangun bersamanya adalah suasana penuh penghargaan dan kehangatan.

Terutama, Bayu tau benar bagaimana Ia harus makan malam dengan seorang wanita.

Ketika mereka menyantap hidangan utama makan malamnya, Bayu mengungkapkan betapa Ia sangat merindukan masakan rumah yang sehat dan bersih. Setelah Sofie dan Bundanya meninggal, tak seorangpun bisa memasak nasi bebek hainan yang pas dengan ukuran lidahnya selain chef Holiday resto.

“Kau tidak menemukan wanita lain setelah Sofie meninggal?” Ati bertanya, tidak serius, hanya berusaha menanggapi problema nasi bebek hainan favorit Bayu. Terlebih lagi, Ia merasa kondisi hubungan mereka berdua sudah jauh lebih baik setelah beberapa kali pertemuan.

Bayu terdiam dan Ati merasa dia bertanya terlalu serius sehingga Ia harus meminta maaf.

“Tidak, tidak...” Jawab Bayu, “Aku tidak pernah harus menemukan siapapun, Ti... Dari dulu hingga sekarang, hanya ada satu orang wanita yang pernah kutemukan dan aku tidak akan mungkin menemukan yang lain.”

Ati bukan perempuan bodoh, dia mengerti benar arah pernyataan Bayu. Hanya saja, bukan karena masa lalu, sekali lagi, mengapa Ia sedikitpun tidak berniat kembali melabuhkan cintanya pada laki-laki tersebut.

Bayu menangkap perubahan diwajahlawan bicaranya.

“Apa kau sudah benar-benar memaafkan kami berdua?”

Mimik wajah Ati berubah lagi.

“Maaf.” Bayu meralat ucapannya.

“Sudahlah.” Kibas Ati.

“Maaf. Sungguh. Aku terlalu emosional, Ti... Tidak seharusnya aku lagi-lagi bertanya begitu.”

Ati mengangguk lemah. Ada desir-desir aneh mengaliri hatinya, rasa bahagia yang Ia tahu berbahaya. Rasa bahagia yang tidak diinginkannya tapi tak mampu Ia cegah pula. Ia merasa lemah sebagai wanita, kelemahan yang tak pernah tersentuh olehnya seberapa keraspun kehidupannya di Jakarta.

Bayu menjulurkan tangannya, mencoba mengambil tangan Ati di seberang duduknya. Entah mengapa Ati tidak berusaha mencegah adegan tersebut terjadi, meski sebenarnya dia bisa. Apakah hati kecilnya sudah berkhianat? Batinnya sendiri.

“Aku ingin memintamu kembali, Ti.” Ujar Bayu pelan.

Tak ada yang mengejutkan sesungguhnya. Sebagai wanita Ati tahu begitu Ia mendengar mengenai kematian Sofie, kejadian semacam ini pasti akan menjadi salah satu pilihan yang tak terhindarkan.

Dia tak pernah memungkiri bahwa apa yang sudah terjadi antara Sofie dan Bayu di masa lalu adalah sebuah kesalahan. Hanya saja, Ia tak juga bisa memungkiri keterbatasannya sebagai manusia biasa, ada hal-hal yang memang tak bisa termaafkan kecuali dengan penebusan. Ati tak mungkin menghalangi penebusan kesalahan Bayu dengan menikahi Sofie.

Tapi kini? Ketika kesalahan telah tertebus?

“Aku tahu aku meminta berlebihan, tapi...”

“ Memang berlebihan, Bay...” potong Ati, suaranya mendadak membeku, “Kuharap kau tahu aku sama sekali tidak sedang berusaha mengisyaratkan apa-apa dengan memenuhi janji-janji pertemuan kita.”

Matahari Matahati Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang