01

220 21 3
                                    


Oohallooooo

Selamat datang pembaca baru🎉 buat yang baru datang, baca dulu Noona season satu yaww biar nyambung hehe

Jangan lupa vote dan komennya

Happy Reading💚











Kringg.

Bunyi bel terdengar membuat ketiga orang yang sedang mengobrol mengalihkan perhatiannya ke pintu masuk untuk melihat siapa yang baru saja datang.

Ternyata yang baru saja membuka pintu itu adalah orang yang mereka tunggu-tunggu, Jeno. Tiga orang yang di maksud tadi adalah Suho, Irene, dan Arin.

Sebelumnya Suho memang sudah merencanakan ini jauh-jauh hari dan mengajak Arin untuk kerjasama dengannya. Arin mau menolak juga tidak enak, tapi kalau dia menyutujui permintaan Suho sama saja ini menyiksa Arin dan Jeno juga kan.

Tetapi Arin benar-benar tidak memiliki pilihan lain, akhirnya Arin menyetujuinya. Mau bagaimana lagi, Arin tidak boleh egois bukan, melarang Jeno untuk menuruti permintaan ayahnya sendiri. Bahkan Arin di tugaskan Suho untuk membujuk Jeno supaya mau menuruti keinginan Suho.

"Pah, mah.. loh ada nuna?" sapa Jeno satu persatu saat menghampiri meja mereka dan Jeno terkejut saat melihat ke samping ada Arin, posisi Arin memang membelakangin Jeno makanya Jeno baru sadar kalau itu Arin, kekasihnya.

Arin hanya balas dengan senyuman sedangkan Suho mulai merubah raut wajahnya menjadi serius begitupun dengan Irene. Padahal sebelum Jeno datang mereka bertiga masih mengobrol dengan santai, tetapi sejak Jeno datang suasana berubah menjadi tegang. Jeno pun yang baru datang dapat merasakannya.

"Duduk." perintah Suho.

Jeno menarik kursi tepat di samping Arin berhadapan dengan Suho. "Ada apa pah manggil Jeno, sampai ada nuna juga. Oh mau makan malem ya?" tanya Jeno santai dan masih belum memahami situasinya, ya mau bagaimana Jeno saja baru datang.

"Papah mau ngomong serius sama kamu." Suho menegakkan punggungnya dan menautkan kedua tangannya di atas meja dengan pandangan lurus ke Jeno.

"Mau ngomong apa pah? Mau jodohin aku sama nuna ya?" kata Jeno dengan sangat antusias. "Tapi Jeno belum kuliah pah, lulus SMA aja belum." lanjutnya.

"Sayang, papahmu mau ngomong serius, di dengerin dulu ya jangan banyak omong." tegur Irene dengan lembut.

"Iya mah, maafin Jeno."

"Jeno dengerin papah.."

"Pah, Jeno ga mau bahas itu lagi." tegas Jeno kepada Suho. Sepertinya Jeno mulai mengerti mengapa Suho mengajaknya kesini. Kini raut wajah Jeno berubah menjadi serius tidak seperti tadi yang masih cengar-cengir.

"Jeno.."

"Pah, tolong jangan paksa Jeno. Jeno punya mimpi sendiri pah, papah tau kan Jeno kepengen banget kuliah kedokteran, papah tau kan itu mimpi Jeno dari kecil?"

"Papah tau, tapi lebih baik kamu turutin permintaan papah, karena ini yang terbaik buat kamu."

"Jadi menurut papah, Jeno kuliah kedokteran itu bukan yang terbaik? Yang terbaik menurut papah belum tentu yang terbaik buat aku."

"Apa susahnya kamu turutin permintaan papah? Kamu tinggal belajar, fokus sama kuliah kamu, semua fasilitas sudah papah berikan, kamu tinggal turutin kemauan papah sebagai balasannya. Sudah itu saja, apa sulit buat kamu?" nada bicara Suho sudah mulai meninggi, sampai urat-urat lehernya terlihat.

Irene yang di sampingnya mencoba untuk menenangkan suaminya yang sudah mulai terbawa emosi. "Pah, sabar. Jangan terlalu keras bilang ke Jenonya."

Wajah Jeno mengeras, Jeno menatap Suho tanpa ada rasa takut. "Jadi selama ini Jeno tinggal sama papah, pake semua fasilitas yang papah kasih itu ada imbalannya? Kalo gitu mulai sekarang Jeno keluar dari rumah, Jeno ga akan bawa apapun termasuk motor itu."

[2] Noona - (?) [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang