Joint (Inggris) atau Releve (Perancis) adalah salah satu makanan utama pada menu yang juga mengandung daging. Ukurannya lebih besar dari pada sajian entree. Joint biasanya diolah dengan cara dipanggang. Menu ini disajikan bersama saus, lengkap dengan kentang dan sayur-sayuran.
Sisa minggu ini bergulir dengan cepat. Setelah drama makan malam Selasa lalu, aku menyibukkan diri dengan urusan Breakfast in Bed yang cukup padat. Mewawancarai dan melakukan tes pada beberapa calon koki yang melamar menyibukkanku hampir setiap sore.
Kayra juga menambah PRku dengan memintaku melihat ruko yang terletak di bawah apartemen. Jika beberapa calon pelamar kerja yang kami wawancarai kali ini cocok untuk dipekerjakan tentu kami perlu dapur yang lebih layak. Lagipula tak mungkin aku membuatkan akses khusus untuk semua pekerja Breakfast in Bed. Maka dari itu hari ini aku hanya akan mengirimkan sarapan untuk keluarga Bu Ambar, sedangkan dua pesanan lain akan dikirim oleh Gia dan supir. Setelah memastikan semua menu sudah tertata rapi di keranjang, aku melangkah keluar apartemen. Namun, alih-alih langsung menuju parkiran basement, aku turun di lobi untuk menemui pengurus apartemen.
Jam di tanganku menunjukkan waktu tepat pukul setengah tujuh pagi ketika aku meliriknya saat masuk ke dalam lift. Masih cukup waktu untuk mengobrol sebentar dengan pengelola gedung tentang ruko yang tengah mereka sewakan sebelum mengantarkan makanan ke rumah Bu Ambar di daerah Ampera dan menemani Rutha untuk sarapan. Hari ini seharusnya jadi hari yang cukup santai untukku. Mungkin sore nanti aku punya waktu berenang atau nge-gym di apartemen.
Lift yang kunaiki berdenting keras saat tiba di lobi. Aku mengangkat barang bawaanku sebelum melangkah keluar. Belum juga kakiku menapak di lantai lobi, seorang pria berpakaian serba hitam menabrakku hingga aku nyaris terpental. Untung tangannya yang cekatan menahan tubuhku.
"Are you okay?"
Aku mengangkat kepala dan menemukan mata cokelat pekat itu tengah menatap balik padaku. Celaka! Kenapa aku harus ketemu lagi sama dia?
"Hai," ujarnya ceria setelah menyadari bahwa akulah orang yang ditabraknya. "Maaf, aku bener-bener nggak sengaja."
"Nggak apa-apa, kok."
Aku melirik ke arah bawaanku untuk memastikan tidak ada yang jatuh. Semuanya terlihat baik-baik saja. Tidak ada yang isinya tumpah atau terbuka tutupnya.
"Bawaan kamu aman?" tanya pria itu sambil ikut melonggok ke dalam keranjang yang kujinjing.
"Aman." Aku mengangguk mantap.
"Habis nganter makanan? Bukan ke apartemenku, kan?"
Aku mematung sesaat, tapi buru-buru mengangguk, lalu menggeleng.
"Iya, abis nganter makanan,dan bukan ke apartemenmu. Breakfast in Bed punya beberapa klien di gedung ini."
Pria ini jelas tidak perlu tahu kalau aku baru saja keluar dari apartemenku. Sudah cukup makan malam tempo hari membuat Kayra tak bosan-bosan membahasnya, kalau pria ini tahu aku tinggal di gedung yang sama dengannya, lalu punya ide aneh mengenai kedekatan kami, aku sama sekali tidak bisa membayangkan apa yang akan dilakukan Kayra. Bisa-bisa sahabatku itu semakin gencar membahas status jomlo yang kusandang dengan terhormat selama beberapa tahun belakangan.
Tangan Priam yang mendadak menjulur ke belakangku untuk menahan pintu lift membuat aku terkejut.
"Aku harus balik ke apartemen," ujarnya.
"Aku juga harus ngantar makanan ke tempat lain," sahutku.
"Sampai ketemu lagi ya, Blanca."
"Bye, Priam."
Pria itu berlalu melewatiku dan masuk ke dalam lift. Sedangkan aku dengan bodohnya berbalik untuk memandanginya seolah terbawa oleh magnet dalam dirinya.
"Take care," ujarnya seraya mengangkat tangan dan memamerkan senyum sempurna ala model majalah remaja.
Pintu lift tertutup sedetik kemudian, membuatku tersadar dari kekuatan sihirnya yang berbahaya. Aku sempat mengerjapkan mata beberapa kali sebelum akhirnya berbalik dan berjalan menuju ruang pengelola gedung.
Pak Yassin yang janji akan mengantarku melihat ruko sudah menunggu di depan ruangan. Kamipun segera melangkah ke luar gedung, lalu dia mengajakku menaiki mobil golf bercat abu-abu berlogo apartemen untuk menuju ke ruko yang dimaksud. Sebenarnya aku sudah tahu kondisi ruko-ruko yang ada di sana. Kebanyakan digunakan sebagai kantor, meski beberapa juga digunakan untuk bisnis restoran dan mini market. Ruko yang kulihat kali ini adalah salah satu yang tadinya digunakan sebagai kantor. Jika pendengaranku tidak rusak akibat pikiranku yang masih terpusat pada pertemuan singkatku dengan Priam tadi, Pak Yassin mengatakan bahwa ruko ini bisa disewa segera dengan minimal sewa selama dua tahun.
"Kalau Mbak mau saya bisa langsung siapkan dokumennya hari ini," ujar Pak Yassin.
"Saya harus bicara dengan partner kerja saya dulu, Pak. Tapi saya pasti akan hubungi Bapak sesegera mungkin," ujarku.
"Nanti mau dipakai untuk kafe, Mbak?"
Aku menggeleng. "Hanya untuk dapur, Pak. Karena usaha kami tidak melayani makan di tempat, semuanya diantarkan ke rumah masing-masing."
"Oh," ujarnya mengangguk-angguk. "Memang anak zaman sekarang kreatif dalam berbisnis, ya."
Aku tersenyum menanggapi kata-kata itu.
"Sepertinya saya sudah cukup lihat-lihatnya, Pak. Nanti saya telepon Bapak lagi kalau ada pertanyaan."
"Baik, Mbak."
Aku berbalik dan melangkah santai menuju pintu.
"Mbak, nggak difoto dulu ruangannya buat ngasih lihat ke partnernya?"
Pertanyaan itu jelas-jelas membuat langkahku terhenti. Entah di mana otakku tertinggal hari ini. Mungkin terlempar saat tadi Priam menabrakku di depan lift.
Aku segera berbalik dan mengeluarkan ponsel dari tas. Pak Yassin menatapku sambil tersenyum sedangkan aku hanya bisa nyengir dan menahan malu.
~~~
Hai!
Sorry for late update. Weekend kemarin mamaku ulang tahyn, lalu anakku sakit sejak kemarin pagi, jadi aku nggak sempat-sempat buka laptop untuk nulis dan update.
Semoga ini bisa mengobati rindu kalian sama Blanca (dan Priam), ya. Doakan semua segera normal kembali biar aku bisa update lebih cepat.
InsyaAllah part selanjutnya aku up sebelum malam takbiran. Mudah-mudahan bisa. 😊Kisskiss,
KWP
KAMU SEDANG MEMBACA
Breakfast in Bed
ChickLitBreakfast in Bed Now open for business 🥂 Menciptakan sebuah jasa penyediaan sarapan spesial ala hotel tentu bukan perkara mudah. Sebagai pionir bisnis yang amat baru ini, Blanca dan sahabatnya, Kayra, harus belajar dan terus berinovasi agar Breakf...