Third Course: Egg (I)

5.8K 878 48
                                    


Egg (Inggris) atau Oeuf (Perancis) merupakan sajian berbahan dasar telur dan paling banyak pilihan penyajiannya. Meski tidak merupakan bagian dari pilihan menu pada jamuan makan, tapi menu telur adalah salah satu yang paling digemari dalam daftar menu sarapan.

 Meski tidak merupakan bagian dari pilihan menu pada jamuan makan, tapi menu telur adalah salah satu yang paling digemari dalam daftar menu sarapan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Apartemen ini seperti kebanyakan tempat tinggal laki-laki lajang. Furnitur berwarna netral, dinding polos tanpa hiasan, beberapa pasang sepatu dan benda-benda aneh yang tidak berada di tempatnya, serta bau menyengat after shave yang seolah disemprotkan ke segala penjuru untuk menghindari kenyataan bahwa si empunya rumah jarang mandi. Memang bukan urusanku untuk menilai kepribadian sang pemilik apartemen. Aku hanya harus mengantarkan sarapan yang dipesan pelanggan baruku untuk laki-laki bernama Priam yang tinggal di tempat ini.

Aku menata sepiring scrambled egg with spinach and mushroom, sebuah roti dan butter, serta jus apel di atas meja kopi. Sebuah nampan kayu aku pilih untuk menyajikan breakfast in bed pertama untuk pelanggan baru ini. Penataan menu pagi ini sengaja aku buat semaskulin mungkin tanpa tambahan bunga-bunga. Semoga saja pelanggan puas dan di kemudian hari melakukan repeat order.

Setelah memastikan sarapan pagi untuk Priam terlihat istimewa aku memotret dan mengirimkan fotonya pada Kayra dan Kak Tasya, si pemesan sarapan. Kemudian aku kembali mengendap-endap keluar dari apartemen sebelum si empunya bangun dan menemukan seorang penyusup.

Satu pelanggan sudah dilayani, masih ada dua pelanggan lagi yang harus diurus. Aku mempercepat langkahku menuju lift dan menunggu sesaat. Suara lift berdentang cukup keras saat mencapai lantai sebelas, pintunya membuka dan aku pun segera masuk. Di jam sepagi ini belum banyak orang menggunakan lift, karena itu perjalananku turun menuju B1 hanya memakan waktu beberapa detik saja tanpa perlu berhenti di lantai-lantai lain.

Rintik hujan mengguyur mobil segera setelah aku keluar dari gedung apartemen. Jakarta dan musim memang bukan padanan yang sempurna, bahkan sering kali tak terduga. Seperti hari ini, hujan tak datang sendirian, dia datang bersama teman akrabnya bernama petir, dan aku benci pada kilatan dan suara keras yang kerap mengikutinya itu. Hujan adalah keindahan dan kenyamanan yang kerap aku tunggu datangnya, tapi hujan jenis yang satu ini adalah yang paling ingin aku hindari. Sayangnya profesionalitas harus tetap dijunjung tinggi meski badai menerjang.

Ponselku berdering. Medina. Nama yang tercantum di layar itu membuatku tergelitik. Sudah lama dia tidak menghubungiku.

Aku menekan tombol hijau di layar ponsel dan menyapanya, "Hai, Med. Long time no see."

"Hai, Ca. Lagi sibuk, ya?" tanya Medina yang terdengar begitu lesu meski masih sepagi ini.

"Sekarang sih lagi nyetir, biasa lah mau nganter sarapan. Tapi kalau lo mau ketemuan siang atau sore ini gue free, kok."

"Gue mau pesen sarapan sebenernya, tapi nanti gue WA aja deh ya."

"Okay, catch you later."

"Drive safely, Ca," ucapnya sebelum memutus sambungan telepon.

Pesan terakhir Medina tadi membuatku merasa sedikit lebih waspada. Belum sebulan yang lalu kakak ipar Medina meninggal karena sebuah kecelakaan nahas. Kecelakaan dan kematian kakak iparnya yang merupakan salah satu selebriti terkenal yang sedang naik daun itu menciptakan pemberitaan heboh selama beberapa minggu. Mungkin karena itu Medina terdengar tak bersemangat.

Aku sampai di depan rumah pelanggan keduaku, dan hal pertama yang aku lakukan adalah memeriksa pesan masuk dari Medina.

Medina Hamid: Ca, gue mau pesen sarapan, kalau bisa buat besok atau lusa.

Medina Hamid: Kabarin ya kapan pesenan gue bisa lo selipin di jadwal lo.

Pesan itu membuatku merasa sedikit lebih buruk dari sebelumnya. Medina dengan suara yang lesu, dan kini pesan yang entah mengapa terasa getir. Aku yakin sebulan terakhir pasti sangat melelahkan baginya. Namun, bukankah Medina dan kakak iparnya tidak terlalu akrab? Maksudku, Medina dan Nichelle jelas adalah dua orang yang teramat berbeda. Bahkan meski mereka terikat persaudaraan karena pernikahan, tapi tetap sulit membayangkan mereka 'berteman'.

Blanca: Lo nggak perlu order sarapan kali, Med. Ketemuan aja yuk nanti sore.

Pesanku tidak langsung mendapat balasan. Mungkin Medina sedang sibuk atau bisa saja kliniknya sudah buka sehingga dia tidak bisa menjawab pesan itu dengan cepat. Sepertinya aku akan mampir ke kliniknya setelah selesai mengantar pesanan. Kebetulan aku memang sudah cukup lama tidak bertemu dengannya.

Sepuluh menit menyiapkan sarapan di rumah klien kedua, empat puluh menit di jalanan menuju rumah klien ketiga, dan sepuluh menit selanjutnya menata pesanan terakhirku untuk hari ini. Sekarang aku sedang mengarahkan mobilku menuju klinik dokter hewan milik Medina. Jalanan Jakarta yang basah dan jumlah kendaraan yang memadati seluruh jalur tak pelak membuat kemacetan terjadi. Macet dan Jakarta adalah dua hal yang hampir tak bisa dipisahkan. Tapi seperti yang didendangkan Melky Goeslaw beberapa puluh tahun lalu, siapa suruh datang Jakarta? Ibu kota yang menjanjikan harapan ini memang tak selalu bersahabat. Dan kita, manusia yang tinggal dan mencari makan di kota ini, harus merasa puas dengan segala masalah yang dimiliki oleh Jakarta. Karena mengeluh tak akan menciptakan perubahan apapun.

 Karena mengeluh tak akan menciptakan perubahan apapun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Breakfast in BedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang