Sesuai namanya, Angkara orang yang temperamental penuh angkara murka. Bekerja dengannya harus perfeksionis. Salah sedikit, bisa-bisa diberi ceramah panjang tiada henti. Sama halnya dalam berhubungan. Kebanyakan orang yang berpacaran dengannya selalu berakhir dalam waktu dekat, tidak tahan dengan sisi temperamen Kara.
Kecuali Aksa.
Bagi Kara, Aksa itu seperti air. Dia selalu berhasil meredam amarah seorang Angkara Ramadhan.
Makanya, wajar saja hubungan mereka bisa langgeng dan melangkah ke jenjang lebih serius. Sebuah pernikahan.
Setelah menikah, Aksa menemukan banyak hal unik tentang Kara. Contohnya, Kara sering meracau pakai bahasa bayi kalau tidur. Kara harus memulai pagi dengan segelas susu segar atau moodnya akan buruk seharian. Baju-baju di lemari Kara disusun berdasarkan warna. Dan masih banyak hal unik lainnya yang Aksa temui dari sosok suaminya.
Ah, satu lagi, Angkara yang keras kepala dan temperamental akan berubah lembut jika berhadapan dengan orang hamil. Kalau yang satu ini Aksa baru tau sekitar dua atau tiga hari yang lalu. Tepatnya pas Aksa dengan hormon hamilnya sok ngide mau menata lemari Kara biar kayak pelangi. Alhasil marahlah si pemilik lemari karna ulahnya.
"Kamu apa-apaan sih, Yang?"
Biasanya Aksa selalu tenang menghadapi kemarahan Kara. Tapi karna sedang hamil, dia jauh lebih sensitif dari biasanya. Nada bicara Kara yang naik satu oktaf itu sukses bikin genangan kecil di manik runcing sang manis. Dengan spontan dia mencicit, "Aku hamil."
Emang nggak ada korelasinya, Aksa sendiri bingung kenapa dua kalimat itu yang malah keluar.
"Kamu apa?"
"Hamil," lirih Aksa sambil menunduk.
Aksa pikir Kara bakal lanjut marah-marah, atau malah semakin marah karna jawabannya yang tidak nyambung. Ternyata laki-laki yang berstatus suaminya itu langsung meluk Aksa.
"Maaf, Sayang. Maafin aku ya? Aku nggak tau kamu lagi hamil."
Padahal udah ditahan, eh dengar omongan Kara yang selembut itu malah bikin ini mata makin banjir.
Emang ya masa kehamilan itu sesuatu banget.
*****
Aksa menikmati banget sikap Kara yang sekarang. Biasanya, kalau dulu tiap jam pulang kantor, Aksa yang akan telepon Kara buat nanya mau dimasakin apa. Sekarang malah kebalik, Kara bakal telepon Aksa duluan sambil bertanya si cowok hamil itu mau dibeliin apa pas pulang nanti. Kara jauh lebih perhatian, dia juga mulai bisa mengontrol emosinya. Apalagi minggu-minggu pertama kehamilan di mana mood Aksa sering berubah secara drastis.
"Kok udah beli itunya sih?" Aksa kelihatan menatap bungkusan yang dipegang Kara, tatapannya kayak nggak suka gitu.
"Kan tadi kamu katanya mau ini, Mama Sa."
"Ih, aku maunya kita berdua yang beli bukan dibeliin!"
Kalau ini Kara yang dulu, udah sejak tadi Aksa kena marah. Berhubung ini Kara yang sekarang, dia cuma bisa menghela nafas, "Mau beli sekarang?" tawarnya.
Dikasih penawaran kayak gitu Aksa cuma diam aja, nggak jawab ataupun nolak.
"Ayo pake jaketnya, Mama Sa," ajak Kara.
Barulah Aksa mau. Dia ambil jaketnya terus dipake. Sedangkan Kara menyiapkan mobil.
"Udah?"
Aksa ngangguk lucu.
Kara bukain pintu mobil buat istrinya itu, "Udah nyaman?"
"Iya, Papa Kara~"
Kara putar arah, duduk di kursi kemudi, "Let's go!"
Pokoknya Aksa suka Karanya yang sekarang.
*****
Nggak terasa kandungan Aksa udah masuk bulan ke sembilan. Sebentar lagi Angkara Junior bakal hadir di tengah-tengah mereka. Kara mulai mengambil cuti. Si Workholic itu berubah jadi suami siaga hanya dalam beberapa hari. Perubahan yang sangat instan.
Dan Aksa suka.
Selama cuti, Kara selalu manjain Aksa dengan hal-hal yang sebenarnya sederhana. Contohnya, pijitin pinggang Aksa tiap si bumil itu ngeluh capek. Kadang dia juga menggendong Aksa dari kamar ke ruang makan. Pokoknya mendekati hari-hari lahiran, Aksa diperlakukan layaknya ratu sama sang suami.
Satu lagi.
Kara juga suka memenuhi ngidam Aksa yang kadang aneh-aneh.
"Pa," panggil Aksa.
Dua detik kemudian, Kara udah ada di samping Aksa. Dia senyum, "Kenapa?"
"Lahiran tuh gimana ya?"
"Huh?"
"Tanda-tanda mau lahiran, Pa."
"Oh, itu. Biasanya rasa mules teratur?"
Kara sendiri sama bingungnya. Wajar aja sih. Si anak semata wayang itu mana pernah liat Mamanya lahiran.
Aksa nyodorin salad buahnya yang masih utuh, cuma apelnya doang yang ilang, ke Kara. "Aku suka mules sih."
"Dari kapan?"
"Semalem," sahut Aksa santai.
Beda sama Kara yang langsung panik. Dia buru-buru lari ke kamar, mengambil tas berisi peralatan bayi dan kunci mobil. Pintu mobil dibuka, langsung melempar tas besar tadi. Lalu kembali ditutup. Derap langkah Kara balik lagi ke ruang tengah.
Sedangkan Aksa masih santai sambil nonton serial tv, "Apa?"
"Kamu bisa jalan?"
"Bis--"
Kara mengangkat tubuh Aksa, menggendongnya ala pengantin. Dia bergumam, "Digendong aja biar cepat."
Kurang dari dua puluh menit, mereka udah sampai ke rumah sakit. Kara masih panik dan buru-buru. Beda lagi sama istrinya yang malah kayak orang cengo.
"Kenapa sih?" tanya Aksa.
"Kamu mau lahiran itu!"
Barulah Aksa ikutan panik sekarang. Apa ketubannya udah pecah? Ntar lahirannya gimana?!
Rempong banget calon orang tua itu.
Baru aja mau masuk ruang UGD, Aksa tiba-tiba nyeletuk, "Mules nya berenti, Pa."
Akhirnya dokter yang ada di sana menyarankan Aksa buat tinggal dulu. Takut tiba-tiba ada kontraksi susulan. Tapi sampai besoknya, si bumil masih santai-santai aja. Pas di cek sama dokternya, ternyata yang tadi cuma kontraksi palsu. Mau tak mau, Aksa dan Kara pulang lagi.
Dua minggu kemudian, Aksa merasakan kontraksi. Setelah yakin ini bukan prank dari anaknya, mereka langsung ke rumah sakit. Aksa harus operasi karna dia nggak punya jalan keluar buat calon anaknya. Kara menunggu di luar, dia juga udah menghubungi mertuanya alias orangtua Aksa.
Berjam-jam menunggu, Aksa udah selesai operasi dan udah dibersihkan juga sama perawat. Sekarang Aksa lagi istirahat.
Beda sama Kara yang dibawa perawat ke ruang khusus bayi. Wanita berseragam putih itu mengarahkan Kara ke dua buah box bayi yang belum diberi keterangan.
"Ini bayinya yang kanan apa kiri, Sus?" tanya Kara.
"Dua-duanya, Pak."
"Hah? Dua??"
Kara tidak pernah memprediksi bayinya akan kembar sebab baik dari keluarga Kara maupun Aksa tidak ada silsilah keturunan kembar. Pas memberitahu mertuanya pun, Kara cuma bilang, "Kayaknya kita harus beli box bayi lagi deh."
–The End–
ini diambil dari real story, yep, my parents
tiga adek aku emg lahirannya penuh drama. yg kontraksi palsu juga bnr, udh ke bidan bawa baju dan tetek bengeknya ternyata gajadi, dua minggu kemudian baru keluar
sebenernya ad satu lagi, ceritaku, karna ak anak pertama mereka ampe manggil dukun beranak sekaligus bidan
astaghfirullah:'
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓]AKSARA
Short Storycerita satu jalur untuk meramaikan san's birthday ateez × san #1 in hongsan