Pesona Sang Mawar

30 1 0
                                    

Lahir sebagai anak piatu tentu saja tidak menyenangkan, terlebih penyebab meninggalnya sang ibu adalah karena kelahirannya.

Mawar tentu saja pernah membenci dirinya sendiri, ketika dia merasa sangat membutuhkan dan merindukan Ibunya, saat itu pula rasa bersalah singgah dihatinya.

Oktober adalah bulan yang sangat tidak disukainya, benar, karena Oktober adalah bulan kelahirannya juga sekaligus bulan kematian Ibunya.

Pernah sekali teman-temannya memberinya kejutan dan mencoba merayakan hari ulang tahunnya, bukannya senang, sebaliknya Mawar sangat marah, dia bahkan mengamuk dengan membanting birthday cake berbentuk bola basket yang telah disiapkan temannya. Setelahnya dia pergi menuju danau dan menangis sejadinya, menangis meratapi nasibnya.

Meski begitu kehidupan Mawar tidak selamanya diisi dengan kesedihan dan kekecewaan, memiliki Ayah humoris dan lebih terkesan konyol merupakan kelebihan tersendiri baginya.

Ayahnya sama sekali tidak pernah mengungkit apalagi menyalahkan dirinya atas kematian Ibunya, Ayah berkata bahwa kehadiran Mawar merupakan anugrah terindah yang diberikan padanya.

Selama 16 tahun Mawar dan Ayah selalu hidup bahagia dan saling melengkapi. Ketika Ayah terlalu lelah untuk bangun pagi dan menyiapkan sarapan, Mawar dengan sigap menggantikannya, dimulai dari membersihkan rumah, menyapu, mengepel, membereskan cucian, dan tentu saja memasak sarapan.

Memang benar, Mawar bukanlah seorang yang handal dalam meracik bumbu dan membuat masakan selalu terlihat menggoda, tapi sejauh ini masakannya masih bisa ditolerir oleh mulut dan perutnya. Ayah bilang masakan Mawar rasanya unik, benar sekali, unik dalam artian tidak enak tapi masih bisa dimakan.

Sebaliknya jika Mawar kelelahan setelah kegiatan ekstrakurikuler favoritnya, yang mana itu merupakan olahraga bola basket, sampai-sampai begitu tiba diruang tamu dia akan tertidur tanpa membuka kaos kaki dan mengganti baju olahraga yang penuh dengan keringat, maka Ayah yang akan menyiapkan makan malam dan dengan sabar menunggu Mawar bangun untuk makan bersama, disaat seperti ini Ayah bahkan selalu menyiapkan air hangat agar Mawar tidak merasa dingin ketika mandi.

Sayangnya, kehidupan sederhana dan menyenangkan mereka harus berakhir. Kegagalan fungsi jantung menjadi penyebab kematian Ayahnya yang secara tiba-tiba. Ayah pergi meninggalkan dirinya untuk tinggal bersama Ibu.

Mawar begitu terpukul, selama tiga hari dia menolak untuk makan, tidak untuk satu suap pun, selama satu minggu dia tidak bisa diajak berbicara dan selalu mengurung dirinya di kamar. Tapi setelah dua minggu berlalu, ajaibnya Mawar kembali menjadi dirinya sendiri.

Hari itu senin pagi Nenek yang sedang memasak di dapur dikejutkan dengan gebrakan pintu kamar dan ucapan lantang, "Selamat pagi!!!".

Mawar sudah siap dengan seragam putih abu miliknya, lengkap dengan tas ditangannya.

"Mawar, mau kemana?" Jelas hanya dengan melihat seragam yang dipakainya Nenek bisa tau, tapi tidak ada salahnya untuk bertanya, kan?

"Mau sekolah lah Nek, udah cantik gini juga," tanpa merasa bersalah setelah mengejutkan neneknya, Mawar berlalu begitu saja ke ruang tamu untuk memakai sepatunya, "berangkat dulu ya Nek!"

"Nggak mau sarapan dulu?" Nenek mencoba mengejar untuk menyamai langkah cucunya.

"Nanti aja di sekolah," Setelah menanamkan kecupan di pipi Neneknya, Mawar bergegas mengenakan tasnya.

Suara gebrakan pintu kembali terdengar, kali ini giliran Kakek yang terkejut, untung saja kopi ditangannya tidak jatuh menghujani motor bebek yang sedang diperbaikinya.

"Kakek! Mawar berangkat sekolah dulu ya," Setelah mengecup pipi Kakeknya, Mawar kembali berlalu dengan langkah riangnya.

"Mau Kakek anter?" ditengah rasa terkejutnya Kakek masih sempat menawarkan diri untuk mengantar cucunya ke sekolah.

"Naik bebek ini? Hmm engga deh, jalan kaki lebih cepet hihi," Mawar terkekeh sendiri karena merasa ucapannya lucu, "Assalamu'alaikum!"

"Wa'alaikumussalam," serempak Kakek dan Nenek menjawab salam dari cucunya itu.

"Hati-hati!" Nenek berlari menuju halaman, berteriak memastikan agar Mawar bisa mendengar ucapannya.

Setelah bayangan Mawar tak lagi tampak di ujung belokan, barulah Kakek dan Nenek mengalihkan pandangan mereka, pada mata keduanya jelas nampak gurat kekhawatiran, pasalnya cucunya itu memiliki sifat yang sama persis dengan putra mereka.

Baik Mawar maupun Ayahnya memiliki kepandaian dalam menyembunyikan perasaan mereka, terutama mereka sangat pandai dalam menyembunyikan kesedihannya.

Hati Sang MawarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang