Pudarnya Sang Mawar

16 0 0
                                    


Libur hanya tersisa dua hari, tapi demam dan sakit Mawar tak kunjung sembuh malah dirasa semakin parah.

Sudah empat hari, tapi panas ditubuhnya tak juga mereda. Nenek yang khawatir akhirnya memberitahu Kakek untuk membawa gadis itu dirawat di Rumah Sakit.

Dua hari setelah diopname, suhu tubuh Mawar akhirnya turun, dia kini bisa menelan makanan tanpa muntah setelahnya, meskipun Mawar hanya bisa menelan dua atau tiga suap saja. Dia bahkan sudah bisa berjalan tanpa merasa pusing sekarang.

Hari ketujuh Dokter memanggil mereka untuk membacakan hasil pemeriksaan laboratorium. Setibanya diruangan, aura yang dirasa tiba-tiba saja menjadi lebih dingin, entah karena nyala AC yang terlampau rendah atau karena tatapan Dokter yang memang tajam.

Mawar mengambil posisi duduk bersisian dengan Nenek, sedangkan Kakek berdiri dibelakangnya karena hanya tersedia dua kursi diruang dokter itu.

Mereka ditunjukkan selembar hasil rontgen serta berkas hasil pemeriksaan Mawar.

Mawar, Nenek dan Kakek menyimak dan memperhatikan dengan seksama apa-apa yang dikatakan Dokter, setelah cukup dengan penjelasan awal, tibalah untuk menyampaikan hasil diagnosa.

Dari penjelasan Dokter, dapat dikatakan tubuh Mawar tidak dalam kondisi baik, bahkan mungkin bisa dikatakan memperhatikan.

Ketiganya merasa waswas dan takut dengan apa yang akan dikatakan Dokter selanjutnya. Nenek menggenggam tangan dingin Mawar, sedangkan Kakek memegang bahunya untuk menguatkan.

Diantara ketiganya, tentu saja Mawar yang memiliki ketakutan paling tinggi. Tiba-tiba ingatan Ayahnya yang tidak lagi bangun dari tidurnya menyeruak di kepalanya.

Pagi itu Mawar bangun lebih awal dan bersiap seperti biasanya, dia mandi, membereskan rumah dan membuat sarapan. Sudah hampir jam tujuh, tapi Ayah belum juga bangun, tanpa ada curiga dia masuk ke ruang kamar bermaksud untuk mengejutkan Ayahnya.

Mawar berniat mengagetkan Ayahnya dengan berteriak tepat ditelinganya, seperti yang biasa dia lakukan. Tapi pagi itu Ayah terlihat begitu tenang dalam tidurnya, Mawar mengurungkan niatnya, alih-alih berteriak Mawar lebih memilih untuk menggenggam tangan Ayahnya dan berujar dengan lembut,

"Ayah udah siang,"

"Mawar udah bikin sarapan, ayo bangun,"

"Yah!"

"Ayah!"

"Ayah jangan bercanda deh, nggak lucu tau!"

"Ayah,"

"Ayah!!"

"Ayah bangun Yah!!"

Remasan dibahunya kembali menyadarkan Mawar, pandangan kosongnya kini kembali fokus, tatapannya lurus memperhatikan setiap kata yang diucapkan Dokter dihadapannya.

Mawar berusaha keras mengendalikan ekspresinya, sampai pada akhir diagnosa tiba-tiba saja Dokter berbicara tanpa ada suara, Mawar tidak lagi bisa mendengarkan apa yang dikatakannya setelah kalimat,

"Hal ini mengindikasikan bahwa nona Mawar, cucu Nenek dan Kakek menderita kanker hati...,"

Kanker?

Kanker hati?

KANKER HATI!?!

Ha!

Hhahah?!

Hahahahahahahahaha!!!

Dokter terdiam, Nenek dan Kakek terheran dan ketakutan menatap Mawar, sedang Mawar masih saja tertawa dengan wajah datarnya.

"Kanker?!"

"Wow! Oke,"

Tanpa peringatan Mawar berdiri dan berlari meninggalkan ruangan, Nenek seketika menangis dan ikut bangkit bermaksud untuk menyusul Mawar, tapi Kakek menahannya, menghentikannya, Kakek sangat mengerti Mawar merasa kaget, terpukul dan sedih, dan Mawar membutuhkan waktu untuk sendiri.

Tanpa menghiraukan tatapan para pengunjung Rumah Sakit, Mawar terus berlari, berlari dan berlari, hingga ketegarannya runtuh, Mawar menangis tapi dia tetap berlari.

Buk!

"Ah, maaf-maaf, kamu nggak papa?"

Mawar terjatuh, dia baru saja bertabrakan dengan keras, tapi hebatnya dia sama sekali tidak merasakan sakit saat melihat celana pada bagian lututnya mengeluarkan tembusan darah akibat bergesekan dengan keramik lantai yang tajam karena sudah pecah.

"Lutut kamu! Aduh maaf, aku beneran nggak sengaja,"

Mawar tidak menanggapi, dia kembali berdiri dan berlari, tujuannya hanya satu, menyendiri, jauh dari orang-orang. Gadis itu bahkan tidak menyadari, kalau gelang kertas identitas miliknya telah robek dan jatuh.

Hanya satu yang ada dipikirannya saat ini.

Kenapa?

Kenapa harus dia?

Kenapa!!

Mawar baru saja menerima hidupnya, dia sudah bertekad untuk menjalani hidupnya dengan baik dan bahagia, tapi sekarang?

Apa yang akan terjadi sekarang?

Mawar terlalu takut untuk membayangkan bahwa sisa waktunya tidak lama lagi.

Dan dia bahkan baru akan merayakan ulang tahun ke delapan belasnya beberapa bulan kedepan.

Hati Sang MawarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang