13

11.8K 627 33
                                    

Elang tidak mengingkari ucapannya pada Elora semalam. Hari ini, hari pertama Elora berkunjung ke kantor tanpa didampingi Fahri. Papa Elora sudah membicarakannya dengan Elang perihal keberadaan Elora di perusahaan. Sebagai orang kepercayaan Fahri, Elang melaksanakan tugasnya dengan baik.

Formalitas Elang, tidak begitu menarik perhatian Elora. Jika Elora memiliki prinsip, maka Elang pun sama.

Dari waktu dua jam yang seharusnya digunakan Elang untuk Elora, laki-laki itu hanya menghabiskan satu jam. Sisanya, Elang menyerahkan pada Mutia, sekretarisnya.

Elora ditugaskan dibawah kepemimpinan Elang untuk awal debutnya di perusahaan. Dan, Elang sudah memberikan laporan awal arahan untuk Elora kepada Mutia.

Seperti yang diinginkan Elora, itu yang dilakukan Elang.

"Apakah Bapak akan melakukan inspeksi?"

Bagian dari akhir latihan Elora hari ini. "Ibu Elora menguasai materi dengan cepat."

Elang tahu itu.

"Jam berapa?"

"Jam tiga. Karena setengah jam setelah itu Bapak ada meeting di luar." Artinya, Elang masih punya waktu 25 menit dari sekarang. Ada beberapa berkas yang belum ditandatanganinya.

"Saya akan menyusul. Kabarkan pada masing-masing divisi sepuluh menit sebelum kita melakukan inspeksi."

Mutia mengangguk dan keluar dari ruangan atasannya.

"Mari Bu." Mutia mengajak Elora ke lantai empat. Ini pertama kalinya Elora akan melihat langsung orang orang yang bekerja di perusahaan tersebut sebelum nantinya berinteraksi.

"Bapak Elang juga akan datang?" "Benar. Beliau sekarang sedang sibuk." sekilas informasi yang diberikan Mutia kepada Elora.

Seperti yang dikatakan Elang, laki-laki itu menyusul saat Mutia dan Elora keluar dari ruangan wakil direktur.

Elang tidak menyapa, ia tahu Mutia akan mengikuti begitu wanita itu melihatnya. Di tangan Mutia sudah ada sebuah map penting yang akan diisi selama inspeksi.

Bersama Mutia, Elora tidak mendapatkan perhatian. Berbeda untuk saat ini. Tidak butuh waktu lama untuk berpikir karena Elora tahu untuk siapa perhatian karyawan yang kebanyakan wanita, tertuju.

"Selamat sore." Elang menyapa tanpa berhenti. Kaki panjang laki-laki itu melangkah dengan pasti ke setiap sudut ruangan. Sudah lama Elang tidak melakukannya, karena itu telah menjadi tugas orang lain. Ini adalah bagian dari latihan untuk Elora tentu tanpa diketahui karyawan lainnya.

Bisik-bisik basah, ditangkap pendengaran Elora. Setelah itu Elora melihat Elang yang berdiri tidak jauh darinya berbicara dengan seorang wanita yang diketahui dari Mutia adalah kepala divisi ruangan itu.

Perhatian para karyawan itu menggelikan. Terang-terangan mereka memuja sosok Elang Ardhana. Apa yang mereka lihat dari Elang? Perasaan, Elang sama saja dengan lelaki lain. Elora tidak menemukan hal aneh.

Sedang Elora menatap, tanpa sengaja Elang juga melabuhkan mata pada wanita itu. Elang tidak grogi. "Ada apa?"

Elora menggeleng, dan Elang kembali berbicara dengan kepala divisi.

"Lihat dan tulis apa yang kamu lihat," kata Elang saat keluar dari ruangan tersebut. Satu ruangan lagi yang harus dituju oleh Elang, setelah itu Mutia yang akan melanjutkannya.

Kini, Elora dibawa ke ruangan lain. Masih sama. Elang adalah bintang di perusahaan papanya.

Wibawa Elang dalam berinteraksi adalah hal yang wajar, kenapa para wanita itu seperti melihat malaikat Jibril?

"Bapak Elang baik dan ramah pada karyawan." Mutia memberikan jawaban ketika Elora menanyakan pamor Elang di perusahaannya.

"Sebelum menjadi direktur, pak Elang pernah menjadi bagian dari divisi-divisi tadi."

Elora mengerti.

"Pak Elang juga sering membawa istri ke kantor, baik ada event maupun acara santai bersama karyawan."

Sampai disini, Elora sudah sangat mengerti.

Saat bersamanya, Elang tidak pernah membagikan waktu dengan orang lain. Dinda telah mengubah semuanya dan berkat hubungan Elang dan Dinda, Elora bisa melupakan semuanya. "Apakah ada kegiatan lagi?"

"Untuk hari ini, cukup sampai di sini."

Elora keluar dari gedung perusahaan tepat angka lima sore. Karena mobilnya berada diparkiran utama, Elora bertemu Elang yang baru memarkirkan mobilnya.

Elang melewati Elora tanpa menyapanya. Tegap langkah Elang tidak terkesan angkuh. Laki-laki itu bersikap biasa seperti yang diinginkan Elora.

"Terimakasih untuk hari ini."

Elang tidak berhenti. Dia tidak melakukan dengan suka rela, melainkan digaji setiap bulannya karena itu merupakan tugasnya, untuk apa wanita itu berterimakasih?

Persahabatan di masa lalu telah usai, Elang berjalan ke arah semestinya. Ia pernah memiliki Elora, dan saat ini ia menerima keputusan jika cukup tujuh tahun kemarin kebersamaan mereka tanpa harus mengharap lebih.

Dwi Rahayu, ibunda Elang sedang berada di Jakarta. Beliau menyempatkan datang satu bulan sekali untuk menjenguk Elang juga cucunya.

Sering Dwi menanyakan Elora, dan selalu Elang mengatakan jika wanita itu sedang sangat sibuk.

"Mama El menelepon," kata Dwi memberitahu Elang.

"Mama bilang apa?"

"Mengajak makan malam. Sesekali

Mama ke sini."

Elang tidak menghalangi mamanya bertemu dengan mama Elora. "Sekalian, ibu almarhumah Dinda.

Kami mau keluar sebentar."

"Kapan?"

"Kamu biasanya kapan?"

"Aku tidak bisa. Mama saja yang pergi.

Aku akan menjaga Emil."

Dwi menyela, "Emil Mama bawa."

"Boleh. Tapi aku tidak bisa pergi."

Dwi memperhatikan putranya.

"Kenapa? El mungkin juga di sana." "Aku diburu waktu, Ma. kerjaan enggak ada habisnya. Mama saja yang pergi." Elang mulai mengisi sup ke mangkuknya. Mama tidak perlu tahu jika antara dirinya dan El tidak ada lagi ada hubungan.

Elang tidak mau membahas Elora. Jika

Elora sudah melupakan semuanya, Elang baru akan mencari jalan agar yang dilakukan Elora tidak lagi mengusik fokusnya. Elora telah berhasil, dan Elang optimis jika dirinya juga bisa melakukannya.

Faktanya, Elang harus menyimpan mangkuk yang telah diisi sup. Selera makannya meluap entah ke mana.

Bersambung....

Cinta Bertepuk Sebelah Tangan (Cerita Lengkap Di PDF)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang