19

7.4K 906 65
                                    

"Apa ada masalah?" bukan untuk mencari tahu apalagi penasaran tentang Elora. "Sepertinya pesan ini salah alamat."

Elang menyodorkan ponselnya pada Elora. Tiga buah pesan dari Jagat mengusik waktu Elang.

Kehadiran Elora di ruangan Elang adalah untuk menyerahkan hasil audit laporan. Elang tidak pernah mengawali obrolan, namun tidak untuk kali ini.

"Abaikan saja."

Sudah. Tapi Elang ingin Elora melihat isi pesan tersebut. "Kamu memberikan nomorku?"

"Tidak."

"Hubungamu dengannya, jadi jangan libatkan aku walaupun sekedar menyebutkan nama."

Harusnya seperti itu. Seperti Elang yang tidak pernah membahas Elora saat bersama almarhumah Dinda, pun saat bersamanya. Memang Elora sudah melakukannya. Bukan Elora yang menyebutkan nama Elang, melainkan Jagat sendiri.

"Aku tidak menyebutkan namamu." Elora berkata jujur. "Sudah kukatakan, abaikan saja. Anggap saja dia sedang bucin."

Elang tidak mempermasalahkan, andai saja Jagat hanya menyapa. Yang jadi pertanyaan sekarang adalah, "Pantaskah dia bertanya sedang aku tidak tahu apapun tentang hatimu saat ini?"

Elora meneguk ludahnya. Mengambil ponsel Elang, wanita itu membaca pesan yang dikirimkan Jagat.

Saya penasaran, sedekat apa anda dengan calon mertua saya.

Jika berkenan, katakan satu hal saja tentang Elora. Bukan penasaran, tapi saya ingin mengenal tunangan saya dari versi anda.

Dia tidak menjawab. Apakah anda tahu siapa yang ada dihatinya saat ini?

Dengan kata lain, ada dua kemungkinan makna dari pesan tersebut. Pertama, Jagat ingin menyelidiki kedua laki-laki itu sedang diambang keraguan. Begitu yang ditafsirkan Elora.

"Dia mengajakku menikah bulan depan."

"Bicarakan dengan walimu," sanggah Elang. Laki-laki itu berbicara tanpa melihat Elora.

"Harusnya kamu tahu, jika dia sedang cemburu atas alasan yang salah."

Elang meremas erat pena di tangannya. Seandainya bisa, Elang ingin membakar semua benda yang ada di hadapannya.

"Ingatkan tunanganmu. Jangan cari perkara denganku."

"Akan kulakukan," kata Elora menanggapi. Elora tidak menyangka jika Jagat berani menanyakan langsung pada Elang. Seperti itukah lelaki peka?

Meletakkan kembali ponsel Elang di atas meja, Elora kembali pada urusan pekerjaannya. "Diskusi tim----"

"Aku akan memeriksanya nanti. Keluarlah."

Elora memperhatikan raut Elang sebaik mungkin sebelum keluar dari ruangan laki-laki itu.

Begitu Elora menutup pintu ruangannya, hal pertama dilakukan Elang adalah memukul dinding mengeluarkan kesakitan yang selama ini dipendam. Elang sedang membenahi hati, bukan urusannya ke mana hati Elora saat ini. Kenapa Jagat merusak fokus yang selama ini sedang dijaganya?

Dengan siapapun Elora berhubungan, Elang tidak ingin dilibatkan. Cukup Dinda dan Emil yang singgah di hidupnya. Elora pernah pergi sebelum dua orang yang terikat dalam akadnya ikut pergi.

Meeting usai jam makan siang terlihat tegang. Peserta meeting menunduk, kalimat yang diucapkan Elang terlalu pedas untuk didengar. Memang fakta, tapi bukankah ada cara yang baik untuk dibicarakan?

"Jika tidak betah berada di sini, kalian bisa angkat kaki. Saya orang pertama yang akan diproses atas kesalahan kalian. Paham?!"

Elang meninggalkan ruang meeting dengan membanting pintu diikuti Elora dari belakang. Karena sebagai seorang sekretaris, Elora berhak tahu juga melibatkan diri untuk mencari solusi.

"Apakah tidak bisa dibicarakan baik-baik?"

"Keluarlah!" dengan telunjuknya tanpa melihat Elora, Elang mengusir.

"Aku punya solusi."

"Keluar!" desis Elang dengan nada tajam. Elora tidak takut. Sebelum mengatakan cara yang telah dipikirkan olehnya, terlebih dahulu Elora bertanya.

"Profesionalkah kamu hari ini?"

Elang berbalik menatap langsung manik milik wanita yang pernah menjadi sahabatnya. Elang tidak berharap Elora masuk ke ruangannya terlebih ia sudah mengusir wanita itu.

"Karena Jagat kamu marah?" tanya Elora lagi dengan nada dinginnya.

"Jangan pernah menyimpulkan semaumu."

Elora mendengar nada peringatan dalam kalimat Elang. "Aku sudah memintamu mengabaikan."

"Lebih baik keluar sekarang!" Elang sedang dipuncak amarah.

"Aku gagal mengenalmu." bukan karena waktu yang pasti, Elora ragu jika hal yang mengubah sisi yang dikenal dari Elang adalah keadaan. "Kamu bukan orang yang mengambil keputusan tanpa berpikir panjang." dulu, bukan saat ini. Tentang Elang yang menyembunyikan hubungannya dengan Dinda masih menjadi tanya yang belum tersampaikan.

Elora akan keluar, tapi sebelum itu dia perlu mengatakan sebuah hal. "Kamu lebih paham dibandingkan aku yang baru masuk ke perusahaan ini." artinya Elora mau Elang bersikap profesional dan adil.

Elang muak, bukan pada Elora melainkan dirinya sendiri. "Dia mengajakmu menikah, kenapa kamu tidak mau?"

Elora punya jawaban untuk itu. "Ini masalah kamu. Bukankah kamu tidak mau dilibatkan?"

"Kamu pikir dia hanya mengirimkan pesan?"

"Jagat menemuimu?"

Seharusnya laki-laki itu menemuinya, agar Elang bisa mengatakan semuanya. Sayangnya tidak. "Dia menghubungiku dan bertanya sekehendak hatinya. Tidak apa jika hanya bertanya." Elang berusaha sekuat mungkin agar bisa mengendalikan emosinya. "Dia memaksa, menekanku. Kurasa dia bukan laki-laki yang percaya diri." biarlah Elora melihat sisi lain dirinya agar Elora tahu banyak hal telah mengubah sisi yang pernah dikenali wanita itu.

"Dia jatuh cinta padaku." empat kata Elora diartikan dalam oleh Elang. Kini, Elang juga memiliki tanya yang sama dengan Jagat pada wanita itu. Rasanya pantas jika Elang bertanya.

"Bagaimana denganmu?" tanya Elang tajam.

Elora mengatupkan rahangnya. Dengan wajah murka Elang menelisik raut putri Fahri. Elang ingin menghempaskan diri ke lautan Atlantik saat tidak menemukan hal yang dicarinya di wajah cantik Elora.

"Kamu tidak mencintainya." sebuah pernyataan tidak dibantah oleh Elora. "Siapa dihatimu saat ini?"

"Tidak ada."

Terlalu cepat jawaban yang diberikan Elora memaksa langkah Elang. "Kamu ingin melabuhkan hati tanpa bertanya hatimu, El."

"Itu urusanku." Elora tidak gugup apalagi takut saat Elang sudah menipiskan jarak keduanya. "Aku tahu pilihanku. Karena setiap aku memilih, hatiku akan ikut serta."

Elang tidak percaya pada optimisme yang dimiliki Elora. "Rumah tangga bukan hubungan sepele."

"Biar kusederhanakan." Elora menatap wajah Elang. "Aku akan jatuh cinta padanya." Elora tidak tahu kenapa ia harus mengatakan hal yang sama sekali tidak pernah dipikirkan.

"Jatuh cinta tidak sulit. Jagat salah satu lelaki yang bisa membuatku jatuh---"

Elora tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Ciuman Elang membungkam mulut sehingga kalimat itu harus ditelannya. Intens, menuntut dan menggelora. Elora bisa menilai, padahal dirinya tidak pernah berciuman.

"Kamu sedang merindu." Elora memberi makna ciuman Elang. "Siapa yang kamu rindu?" alasan dari tanya itu adalah gelora yang dibawakan Elang.

Elang tidak menjawab. Langit tahu sebabnya ketika kedua kali ia mencium Elora kurang dari sepuluh menit.

Cinta Bertepuk Sebelah Tangan (Cerita Lengkap Di PDF)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang