Author's POV
Gadis itu membeku. Menatap tak percaya pada orang yang ia lihat di depan matanya. Detak jantungnya yang sebelumnya normal kini mulai berdetak dua kali lebih cepat. Sedetik kemudiannya, (Y/n) langsung mengalihkan pandangannya. Kembali menatap ke arah Kou yang juga tengah menatapnya.
"(Y/n)-san, apakah kau dekat dengan beliau?" bisik Kou dari samping (Y/n).
"Beliau? Maksudmu, lelaki tadi?" tebak (Y/n) bingung karena Kou memakai kata ganti yang formal saat menyebut lelaki itu.
"Are? Mengapa kau terlihat bingung? Beliau adalah CEO di hotel utama!" seru Kou tampak terkejut.
"Eh?" (Y/n) mengedipkan matanya beberapa kali. "EH?!"
***
Dan, di sinilah (Y/n) sekarang. Duduk di sebuah restoran. (Y/n) sudah mengira lelaki di hadapannya itu tidak ingin mereka bertemu di restoran hotel tempat meeting akan diadakan nanti. Hal itu dapat mengundang berbagai pertanyaan dan gosip-gosip yang tak mengenakkan.
"Bagaimana kabarmu?"
Ketika suara bariton itu terdengar, (Y/n) memalingkan wajahnya ke arahnya. Ia pun menjawab, "Tidak baik setelah melihatmu."
Ia pun tertawa. "Kata-katamu masih tajam seperti dulu, (Y/n)."
(Y/n) hanya diam dan tak menanggapi leluconnya yang sama sekali tak lucu itu. Gadis itu memalingkan wajahnya ke jendela. Baginya, pemandangan di balik jendela lebih menarik daripada berbincang dengan lelaki di hadapannya.
"Omong-omong, apakah kau sudah menikah?"
Ia langsung menjawab tanpa berpikir panjang, "Sudah. Maka dari itu, tolong jangan ganggu aku, Tetsurou."
"Ah, aku senang kau masih mengingat namaku." Kuroo terkekeh.
(Y/n) hanya memutar bola matanya jengah. Ia ingin cepat-cepat pergi dari sana. Dan, tak bertemu lagi dengannya. Kini, (Y/n) menyesali keputusannya untuk datang ke Osaka. Namun, karena hal itu juga merupakan permintaan bosnya, ia tak memiliki pilihan lain selain mengikutinya.
"Kau tak mengerti perkataanku ya?" ujar (Y/n) ketus.
"Aku hanya rindu denganmu, (Y/n)."
(Y/n) mendengus. "Jangan membual, Tetsurou."
"Hei, aku serius." Ia menatap (Y/n) dengan lurus.
"Oh, benarkah? Setelah kejadian beberapa belas tahun yang lalu, kini kau mengatakan rindu padaku?" sindirnya.
"Aku bertemu denganmu sekarang bukan untuk bertengkar, (Y/n)," ujar Kuroo masih tampak tenang. Ia menyesap ocha dari dalam gelas di depannya.
"Lalu, untuk apa? Untuk mengucapkan maaf?" (Y/n) mendengus. "Maaf darimu sudah basi bagiku."
Kuroo hanya diam. Ia hanya memperhatikan paras milik gadis yang sempat menjadi miliknya itu. Wajahnya masih sama. Bahkan ia tampak lebih cantik dan dewasa daripada sebelumnya. Tentu saja, karena umur mereka sudah bukan muda lagi.
Percakapan mereka terinterupsi oleh bunyi ponsel (Y/n). Gadis itu langsung minggat dari sana untuk mengangkat panggilan tersebut.
"Moshi-moshi, Kenma-kun."
"Kau sudah sampai di Osaka?" tanya Kenma dari seberang sana.
"Um. Sudah."
"Apa yang sedang kau lakukan sekarang?" tanya lelaki itu penasaran.
"Aku sedang mengurus sampah."
"Sampah?" Dari nada suaranya, Kenma terdengar kebingungan.
"Iya, sampah masyarakat."
"Oh. Kalau begitu, berhati-hatilah agar sampah itu tidak mengotorimu."
(Y/n) tersenyum samar. "Ia tidak akan bisa melakukannya," balasnya. "Omong-omong, jarang sekali kau menghubungiku di saat masih kau masih berada di kantor. Apakah kau sudah rindu denganku?" godanya.
"Um. Aku rindu denganmu."
(Y/n) terkekeh. Suara Kenma yang datar saat mengucapkan kalimat itu sudah cukup membuatnya blushing seketika.
"Aku juga rindu padamu, Kenma-kun," balasnya sambil tersenyum meskipun Kenma tak dapat melihatnya. "Ya sudah. Aku tutup dulu ya. Sampahnya sudah mengamuk."
"Mengamuk? Memangnya sampah apa yang bisa mengamuk?" tanya Kenma heran.
"Jangan kau pikirkan. Aku tutup ya. Jaa ne, Kenma-kun."
"Jaa ne."
(Y/n) pun menutup panggilan singkat namun cukup membuat hatinya senang. Ia pun berbalik ke arah tempat duduknya tadi. Kuroo masih berada di sana. Ia sibuk menekan-nekan layar iPad di tangannya.
"Sudah teleponnya?"
(Y/n) tak menjawab. Ia hanya mengambil sling bag-nya dari atas meja. Lalu, ia berniat untuk pergi dari sana ketika Kuroo menahan tangannya.
"Apa?" ucap (Y/n) tak senang.
"Kau belum menghabiskan minumanmu," ujarnya sambil menunjuk minuman pesanan (Y/n) dengan dagunya.
"Aku tidak perlu menghabiskannya. Memangnya dunia ini akan kiamat jika aku tak menghabiskan minumanku sendiri?" tukasnya sambil menghentakkan tangannya dari genggaman Kuroo. Lalu, (Y/n) beranjak dari sana. Diiringi oleh tatapan yang sulit diartikan milik lelaki itu.
***
Hari sudah berubah menjadi malam ketika meeting selesai. (Y/n) langsung beranjak dari ruangan meeting sambil membawa dokumen-dokumen penting di tangannya. Tujuannya saat ini adalah ke kamarnya. Tubuhnya sudah terlalu lelah. Terlebih otaknya. Sedari tadi, otaknya terus berpikir keras selama meeting.
Sambil berjalan, pikiran (Y/n) melayang. Ia masih merutuki kebodohan dirinya yang tak tahu sama sekali tentang CEO di hotel utama tempatnya bekerja saat ini. Ia sama sekali tak menyangka jika Kuroo-lah yang menjadi CEO di hotel utama. Jika ia tahu Kuroo adalah orangnya, maka ia takkan pernah mengabdi kepada pekerjaannya di sana.
"Kau sangat bodoh, (Y/n)," gumamnya mengumpat dirinya sendiri.
Setibanya di depan pintu kamarnya, (Y/n) langsung masuk ke dalam setelah membuka pintunya dengan kartu di tangannya. Ia menyalakan lampu sebelum menutup pintu rapat-rapat. Ia berjalan ke tepi tempat tidur lalu duduk di sana. Tangannya bergerak mengecek isi ponselnya apakah ada pesan yang perlu ia balas atau tidak.
Salah satu kontak yang belum ia tambahkan sebagai temannya berada di barisan paling atas saat ia membuka aplikasi LINE. Keningnya mengernyit ketika ia melihat nama si pengirim.
"Kapan aku bisa terlepas darinya?" sungut (Y/n) kesal.
Siapa lagi jika bukan Kuroo? Lelaki yang ternyata merupakan CEO di tempat (Y/n) bekerja. Bahkan, lelaki itulah pemilik hotel ini. Jika sudah demikian, itu artinya (Y/n) akan lebih sering bertemu dengan Kuroo setelah meeting tadi. Masih ada hari-hari yang menantikan pertemuan antara dirinya dengan lelaki itu.
(Y/n) sama sekali tidak menginginkannya.
"Apakah aku harus berhenti dari pekerjaan ini? Seperti kata Tou-san?" gumamnya seraya berpikir.
Ia menjatuhkan tubuhnya ke atas tempat tidur. Lengan kanannya menutupi matanya. Ia ingin menjauhi Kuroo sebisanya. Jika memungkinkan, (Y/n) tak ingin bertemu dengan lelaki itu selamanya.
Namun, (Y/n) kembali mengingat tentang kerja kerasnya selama ini di hotel tempat ia bekerja sekarang. Meskipun ia bekerja di hotel cabang, namun tetap saja jerih payah dan keringat yang ia hasilkan sudah cukup membuatnya berpikir dua kali untuk berhenti dari sana.
Lantas, apa yang bisa ia lakukan?
***
Yo minna!
Maaf banget, Wina lupa up lagi😭💔
Semoga saja nanti tidak akan lupa lagiಥ‿ಥ
Terima kasih kalian sudah mau baca dan vomment juga di cerita ini🥺💞💕❤💗
I luv ya!
Wina🌻
KAMU SEDANG MEMBACA
END ━━ # . 'Try Me! ✧ Kozume Kenma
Fiksi Penggemar☁ ━━ ❛Season 2 of Beat Me!❜ ╱̷ "Jika kau sudah tidak mencintaiku lagi, lebih baik kita berpisah saja." ────── Kehidupan pernikahan tidaklah berjalan semulus keinginan (Y/n). Banyak musim yang telah mereka lewati. Ditambah kesibukan antara dirinya da...