12

825 75 6
                                    

Taehyung tak perlu koper besar untuk sekedar menampung baju dan perlengkapannya selama dia akan bekerja di Singapure nanti. Cukup satu buah ransel yang di isi padat saja yang akan menemani perjalannya. Sebab kalau dia pakai koper besar rasanya dia akan pergi lama saja bahkan mungkin bisa saja tak kembali. Tidak Taehyung tidak mau.

Ransel itu sudah bertengger apik di punggung Taehyung, sejenak merapikan pakaiannya yang sempat kusut akibat dia mengikat tali sepatu. Setelah semua merasa lengkap Taehyung berbalik niat hati ingin pamitan pada istri tercinta.

Rasa ngilu yang tadi sempat reda kini bangkit menyeruak memenuhi relung hatinya kala melihat punggung Jungkook yang berdiri beberapa langkah dari hadapannya. Dia tau Jungkook pasti sangat sedih saat ini.

Memang dari tadi malam saat dia mengatakan perihal keberangkatannya Jungkook seolah tabah dan sabar. Sedikitpun dia tak menampakkan perasaan sedihnya. Jelas dan lantang dia mengatakan kalau dia mengizinkan suaminya untuk berangkat karna dia tahu yang Taehyung lakukan juga untuk dirinya dan juga calon anaknya.

Tapi pagi ini saat waktunya tiba saat dirinya benar benar harus melepas suaminya kenapa malah merasa sangat berat. Bahkan sekarang untuk melihat kepergian Taehyung saja dia tak sanggup.

"Sayang......" panggil Taehyung tapi tak di jawab oleh Jungkook.

Tahyung hanya menarik nafasnya dalam dia tau ini berat untuk Jungkook. Dan Taehyungpun merasakan hal yang sama. Kalau di pikir pikir siapa yang mau jauh dari istrinya, apalagi saat ini sang istri tengah hamil muda. Bahkan untuk dapat merasakan masa masa ngidam istrinya Taehyung tak bisa merasakan. Bagaimana repotnya nanti menuruti berbagai permintaan orang hamil yang bahkan kadang suka tak masuk akan. Ingin , Taehyung ingin merasakan itu. Tapi apa mungkin karna sekarang materi yang menuntut terasa lebih penting dari pada hanya sekedar.....oh Tuhan Taehyung tak ingin memikirkannya lagi.

" Sayang...aku pergi..." ucapnya lagi berharap Jungkook akan melepasnya dengan pelukan dan kecupan.

" Pergilah Tae....." balas Jungkook lagi lagi tanpa menatap Taehyung. Punggungnya terlihat bergetar sesekali terdengar suara isakan kecil nyaris tertahan.

Taehyung tau Jungkook menangis.

Maka tak peduli sepatunya akan mengotori kamar kecil mereka Taehyung melangkah menuju Jungkook dan seketika melingkarkan tangannya dari belakang di pinggang Jungkook.

" Bagaimana aku akan pergi jika istriku tak mau melepasku " Taehyung semakin mengeratkan pelukannya pada Jungkook.

Keduanya menangis dalam diam tak bersuara. Sama sama merasa berat. Sama sama merasa tak ingin meninggalkan dan di tinggalkan. Tapi apalah daya semua harus di lakukan demi masa depan. Di sini kenyataan seakan menampar mereka menyadarkan akan sejatinya hidup bukanlah sekedar cinta. Hidup itu ternyata tak seindah khiasan kata yang punjangga selalu ucapkan. Tak semerdu syair yang di dendangkan. Butuh perjuangan. Harus ada keseimbangan antara cinta dan cita. Cinta bisa di peroleh dari rasa yang ada yang tumbuh seiring waktu di dalam dada. Sementara cita butuh harus kau kejar dan perjuangkan. Dan untuk memperjuangkannya tentu ada materi yang harus kau usahankan.

Taehyung perlahan membalik tubuh Jungkook. Dapat di lihatnya bola mata yang biasanya berbinar terang itu kini redup tetutup derasnya air mata. Kedua pipi dan hidungnya sudab merah akibat tangis.

" Jaga anakku baik baik, aku harap nanti saat aku pulang aku sudah mendengar seorang anak kecil memanggilku Appa...."

Dan Jungkook tak mampu untuk tidak memeluk suaminya erat.


" Hyung....ku harap kau tak keberatan jika harus menjaga Jungkook"

Pria berkulit putih itu mengangguk karna sudah paham apa yang terjadi karna dari tadi dia menunggu di luar kamar Taekook tepat di depan pintu.

" Kau jangan khawatir ku pastikan Jungkook baik baik saja. Kau jaga diri di sana " Younggi menepuk pundak Taehyung beberapa kali. Dan tak selang berapa waktu Taehyung pamit karna Jimin sudah menunggunya di luar.
















Di Singapore

Taehyung di tempatkan di barak bersama dengan pekerja lain. Jimin mengantar Taehyung dan memperkenalkannya pada pekerja yang ternyata bukan berasal dari negara Korea seperti Taehyung.

" Maaf Tae...kau mungkin terkejut karna hanya kau satu satunya orang Korea yang aku pekerjakan di sini. Aku tak bermaksud memberi pekerjaan berat padamu tapi kau tau sendiri, kau tak punya ijazah jadi hanya ini satu satunya pekerjaan yang kau dapat tanpa ijazah" . Jelas Jimin.

Sebenarnya perusahaan Jimin tidak merekrut anak lokal untuk di jadikan tenaga kerjanya. Mereka lebih memilih orang orang berkulit hitam untuk pekerjaan jenis kasar ini. Tak tau apa dasarnya. Hanya saja mungkin sayang rasanya orang orang dari negri sendiri yang notabene berkulit putih harus berjemur di bawah terik matahari bergelimang semen dan pasir.

Tapi mungkin tak berlaku untuk Taehyung.

" Aku tau Ajushii aku malah berterima kasih kau masih mau memberiku pekerjaan " Ucap Taehyung tulus.

" Yaaa....berhentilah memangilku dengan sebutan itu, aku tau aku tua darimu...tapi aku lebih menyukaimu memanggiku namaku saja " Marah Jimin. Entahlah semenjak Jimin mengatakan pada Taehyung kalau dia lebih tua Taehyung malah memanggilnya dengan sebutan Ajushi. Sebuah sebutan yang Jimin sangat tidak suka. Karna menurutnya panggilan itu hanya cocok pada orang yang berumur 30th keatas. Sementara dia kan masih 20an.

" Tapi itu terdengar tidak sopan " Taehyung masih beralasan.

" Untuk apa kesopanan jika tak ada kenyaman, aku lebih nyaman kau panggil Jimin, yaa anggap saka kita seumuran "

" Baiklah kalau itu maumu "





Hari pertama kerja.

Untuk orang yang hobby olah raga dan sejenisnya pekerjaan seperti ini mungkin tak akan menyulitkan untuk mereka. Terutama yang berkutat di bidang binaragawan. Mungkin mengangkat satu sak karung semen tak jadi masalah. Mengangkut bata ke lantai lima atau sepuluh juga tak jadi beban.

Tapi lihatlah Kim Taehyung.

Peluhnya sudah berceceran membasahi tubuhnya, kerongkongam sudah kering kerontang walaupun dia sudah berkali kali minum.

Bolak balik ke lantai lima hanya untuk membawakan batu bata yang di perlukan pekerja lain di atas sana sudah serasa akan menghabisi nyawanya.

Jimmin sengaja menugas Taehyung pekerjaan itu karna di rasa itu tidak terlalu berat untuk Taehyung. Tapi ta tetap saja akan terasa berat untuk Taehyung karna ini baru pertama kali untuk dia.

Taehyung terus berusaha melangkahkan kakinya menaiki tangga membawa tumpukan bata setinggi kepelanya itu. Berusaha menjaga keseimbangam agar dia tidak jatuh dan menyebabkan jatuh pula susunan bata itu. Karna kalau jatuh otomatis bata akan pecah. Dan Taehyung tidak mau membuat kerugian untuk Jimin.

"Akhhhh.....sakitnya " Keluh Taehyung saat dia meraba pinggangnya di jam istirahat.

" Karna ini baru pertama kali untukmu makanya rasanya sakit, besok besok kau akan terbiasa " ucap Jimin menyemangati Taehyung.

" Yaa...ternyata punya istri seperti ini ya...." seloroh Taehyung pada Jimin

" Maksudmu...?"

" Nanti kau akan tau sendiri " Kilah Taehyung tak mau menjawab pertanyaan Jimin.












" Jungkook ah.....baru sehari tapi aku sudah merindukanmu "


















Tbc

Selamat pagi

scenery End (pindahan dari akun lama )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang