Queeny Day part 1 - Bab 4
Sinar matahari menembus kaca tebal menggantikan peran cahaya lampu tidur, kain satin penghalang sinar matahari berwarna merah muda sudah tersibak otomatis setiap pukul tujuh pagi. Untaian lembut sutera dibalik kaca seakan menyala memberikan kilauan pantulan menuju singgasana diatas permadani khas timur tengah.
Dari lantai dua, rumah megah bergaya eropa, kamar seluas rumah ukuran 60 meter dengan jendela besar seperti aquarium, posisi kamar utama berada dibagian tengah rumah yang tepat menghadap matahari terbit.
Dalam selimut merah muda bermotif mahkota berwarna emas, wanita bermanik kelabu baru terjaga dari tidur lelapnya, melepaskan beban kain tebal dengan tendangan penuh semangat, menggunakan piyama biru bermotif pikachu. Kali ini ia tidak mempedulikan sandal slop dengan hiasan kepala babi yang biasa dipakainya didalam rumah, menuju kaca besar di hadapannya.
"Greta, open the window," Kalimat penuh semangat kali ini, berbeda dengan pagi-pagi sebelumnya
"The window will open"
Andai 'greta' mesin komputer cerdas otomatis rumahnya memiliki perasaan, akan disambut dengan ceria wanita cantik ini. Kain renda secara otomatis bergerak pelan menuju sudut jendela, kaca besar setengah oval pun bergerak pelan menuju dasar bawah. Langkah kaki menuju balkon, tangannya meregang keluar hendak memeluk cahaya lembut pagi ini.
"Selamat pagi cahaya ... aku akan bebas menyapamu di luar nanti, nantikan aku di luar sana ya." Seperti mimpi, menyapa pagi terindahnya yang sudah dinantikannya selama sepuluh tahun.
"Halo semuanya ... selamat pagi"
Sambil teriak lantang walau terdengar lirih pada lima orang pekerja dibawah pandangannya, yang terlihat melakukan rutinitas pagi hari, merapihkan taman besar halaman utama, dikelilingi hamparan rumput hijau berbagai pohon besar, luasnya seperti lapangan golf sampai menuju gerbang utama.
Para pelayan hanya merespon tertunduk menunjukkan hormat, wajah mereka menatap satu sama lain, menunjukkan rasa heran, tak biasanya gadis yang selalu keluar istananya setiap pukul sembilan pagi dengan agenda belajar dari berbagai guru homeschooling di teras utama, tak pernah sekalipun membalas sapa walau puluhan pelayannya membungkuk dengan sapaan tersopan sekalipun.
Tak sedikit pelayan yang kuat menghadapi tuan Puteri satu ini, sifat angkuh, keras, siap menghardik apapun yang terlihat ganjil dimatanya, bahkan pernah salah satu dari mereka dihukum push up di bawah terik matahari hanya karena layangan yang masuk area tersangkut di pohon oak, kalau bukan karena gaji dan tunjangan yang mencukupi mungkin mereka sudah banyak yang mengundurkan diri.
****
Selaksa udara segar sehabis kabut tipis pagi ini, terlihat sosok wanita paruh baya dengan senyum terbaiknya muncul dari pintu utama tepat dari bagian bawah.
"Selamat pagi tuan putri, cerah sekali pagi ini mendengar suara indahmu"
"Oma ... aku merdeka hari ini, aku akan bebas keluar hari ini kan Oma?"
"Iya sayang, om Gilbert sudah menunggu di ruang utama ... Oma sudah siapkan sarapan kesukaanmu".
"Sari, kamu segera keatas siapkan keperluan nyonya muda"
Oma Asih, kepala pelayan yang sudah dianggap ibu asuhnya selalu peka apa yang nona cantik ini inginkan, sejak umur enam tahun menemaninya setiap hari, hanya sesekali nyonya besar Memet disela kesibukannya kembali ke Jakarta menemani beberapa malam. Diantara seluruh anggota keluarga, hanya oma Asih yang cukup sabar menghadapi sifat introfert putri ketiga keluarga Baderan.
Nyonya muda ini memang berbeda dari putri keluarga berada kebanyakan, kritis cerdas bahkan terbilang jenius, diumur sepuluh tahun ia sebenarnya mampu menyelesaikan pendidikan setingkat SMU.
Sandra, kepala guru homeschooling dari Batavia Internasional School, sudah sekian tahun dipilih untuk mendidik Queen masih sering terkesima, bagaimana anak kecil ini selalu bisa menyelesaikan semua jawaban dari tiap ujian tatap muka yang diberikan.
Semua guru utusan pilihan terbaik Sandra selalu memuji kecerdasannya, selang satu hari sebelumnya memberikan buku melalui paman Gilbert, tapi anak ini selalu bisa menyelesaikan dengan nilai sempurna walau dengan rumus yang berbeda. Terkadang rumus itu dipakai pada session kelas umum dan terbukti berhasil.
Beberapa kali Sandra meminta pada orang tuanya untuk putrinya mencoba test perguruan tinggi diumur empat belas tahunnya. Tapi selalu dengan jawaban yang sama.
"Biarkan ia seperti gadis lain, ia masih belum siap untuk itu, nanti ada waktunya, berikan pelajaran apa saja yang ada sampai umur tujuh belas tahun"
Sama seperti jawaban Salma, dokter spesialis psikologi terkenal di ibukota yang sering dijumpai di rumah saat sesi pelatihan.
"Kecerdasan intelektualnya harus diimbangi dengan kecerdasan emosionalnya," hanya itu pesan dari orang tuanya.
****
"Halo adik cantikku, selamat ya, bulan depan kamu tujuh belas tahun, suka kado awal dari aku?," Terdengar dari televisi pintar dalam kamar, yang otomatis tersambung ke layar smartphone.
"Halo kak Ziggy, lucu banget bajunya, warna pink favoritku, pasti aku pakai hari ini ... thanks ya kak"
"Pasti kamu tambah cantik pakai itu, have fun ya jalan-jalan hari ini sama om Gilbert ... bulan depan kita ketemu di sana ya"
Suara berat milik Adrian Ziggy Baderan, kakak lelaki tertua yang tinggal bersama kedua orang tuanya di Singapura, kakak yang selalu perhatian dan paling memanjakannya.
"Aaah ... kemarin katanya minggu depan ... kakak bohong, mana papah?"
"Papah udah berangkat ke kantor, kakak gak bohong kok, minggu depan mamah ke Malaysia jemput Ellein, jadi bisa duluan kesana ya sayang"
"Yey ... udah lama ga ketemu kak Janna, beneran ya?, abis kalian disini, pokoknya aku mau ikut kak Ziggy ke Singapura ... Aku mau kuliah disana aja".
"Loh, katanya mau ke Harvard?"
"Gak ah ... kakak aja ga kesampaian kesana, nanti sakit hati liat aku disana, hahaha." Tawa renyah Queen sambil meraih 'lily' boneka besar harimau putih pemberian Ziggy.
Walau kakak laki-lakinya ini juara kelas, nilainya tidak cukup untuk masuk kampus bergengsi itu, alhasil universitas di Singapura menjadi pilihan. Karena pada akhirnya kursi direksi perusahaan manufaktur bertaraf internasional 'Torang Baderan' mau tidak mau akan menjadi tanggung jawabnya kelak.
"Awas kau ya, ya sudah sana mandi, jangan lupa dipakai ya nanti, hihihi".
"Ok, siap kak ... dadah"
Tangan Queen melambai lalu meremas gemas lily, menatap shirt lucu berwarna pink, khawatir dikerjai kakak yang kadang usil ini.
Tak ambil pusing, ia sudah tidak sabar pergi main keluar seharian sesuai keinginannya. Sari sudah terlihat berdiri diluar pintu kamar mandinya, tanda bathtub dengan lilin aroma kopi kesukaannya sudah dipersiapkan.
BERSAMBUNG
KAMU SEDANG MEMBACA
PEKAT, LEON - SINGA KELANA
RastgelePerjalanan hidup, perjuangan mencari kebenaran dan keberadaan sang Ayah, sendiri melawan kerasnya ibukota demi merajut mimpi membawa petuah ibunda, liku pergolakan hati. Leon sang singa kelana, pemuda gagah bergaya unik dari keluarga sederhana asal...