Invitation - Bab 3

12 1 0
                                    

Shabila Hanung Dinastrawidjaja, wajah cantik ayu khas Jawa, julukan putri keraton selalu disematkan karena pembawaan lembutnya, putri bangsawan Solo, badan proporsional tinggi 173cm. Pakaiannya selalu dengan warna senada, anggun dan tidak berlebihan. Ramah pada siapa saja, tak jarang pria menyalah artikan keramahannya, ada yang mengaku-ngaku pacarnya, tapi hampir satu fakultas tahu Shabila belum memiliki pacar, hanya Leon yang mendapatkan perhatian lebih sang putri keraton.

"Sha, ada romeo lu tu, lagi makan sama ex romeo lu Nit." Vina Andriana, asal Bandung, tinggi 168cm, dengan shirt Putih, jeans biru ketat dan rambut diikat menampilkan jenjang putih lehernya, memberi arahan pada kedua temannya melihat sisi ujung cafe dekat pohon trambesi.

"Hai," Gilang mengangkat sebelah alisnya tanpa suara, sekilas beradu tatap dengan sosok bergaun merah yang baru saja keluar dari pintu cafe, mata Shabila beralih mengikuti arah yang ditunjuk teman sebelahnya.

"Kita kesana yu, gue mau nanya-nanya Leon, katanya mau ada kuis dari Bu Hani loh besok," ajak Anita Lai, wanita manis berkacamata, tinggi 165cm, gadis campuran Tionghoa-Jakarta, sambil menarik lengan Shabila yang selalu malu-malu kucing jika menyangkut urusan Leon, wajahnya langsung kemerahan walau hanya memandang Leon dari jauh.

"Wok, fans berat lu tuh, si Sasha mau kesini, awas lu kalo kabur." Sambil tertawa dalam hati, David hapal sahabatnya ini selalu dibuat salah tingkah jika berhadapan dengan sorot mata ayu Shabila.

"Hai Leon, emang bener kata Nita mau ada kuis Bu Hani besok, ko ngedadak sih?," tanpa komando si cuek Vina duduk dihadapan dua lelaki yang sedang menikmati santapan siangnya.

"Iya Vin, tadi gue abis anter si bewok dari ruang Bu Hani ambil kisi-kisi, nanti juga dikasih Leon pas matkul dia, Bu Hani mau ada rapat soalnya." Cerocos David diikuti anggukan Leon.

"Waaw, tumben asisten Leon mulai rajin sekarang," ketus Anita yang selalu berpikiran kedekatan David hanya untuk contekan gratis dari si bintang fakultas, tapi tetap tidak bisa menyaingi nilai Anita sekalipun.

"Sha, koq berdiri aja, duduk situ Sha deket aa Eon," goda David sambil menunjuk kursi sebelah Leon masih kosong.

"Aduh...sakit kuya." Tangan David menyapu jari Leon yang menyapit pahanya.

"Boleh Yon, aku duduk disini?," Shabila tahu persis lelaki yang ditaksirnya ini sudah gelagapan, cara makannya sudah tidak teratur, sendok sudah nyaris masuk kelobang hidung.

"I...iya Sha, boleh." Leon menaruh setengah membanting sendok makannya karena langsung berdiri mempersilahkan dengan tangan sopannya yang gemetaran. Ketiga manusia didekatnya hanya tertawa kecil melihat sikap panik Leon.

"Kerah baju lu kenapa jadi lebar gitu Yon, abis ditarik cewek-cewek centil ya," sambil tertawa keras khas Vina, tak perduli Leon yang setengah mati membenarkan kerah bajunya, tanpa Leon sadari sudah cukup lama kalung tali dengan bandul cincin terlihat jelas di dada bidangnya.

"Ini, jepit pake ini aja," Shabila menyodorkan jepitan rambutnya berwarna hitam dari dalam tas.

"Enggak enggak, gak usah Sha, abis ini mau ganti jepitan, eh baju maksudnya ke kosan." Muka Leon sudah berubah pucat karena jaraknya dan Shabila belum pernah sedekat ini, walau mereka sekelas.

"Oiya girls, ini ada free invitation, dua minggu lagi Leon sama gue mau show perdana di Station Club, pada dateng ya." David mengambil dua lembar free tiket untuk Vina dan Anita.

"Ini beneran, ko ga ada nama lu sama Leon, trus buat Shassa mana?," tanya Anita heran sambil membaca lembar persegi panjang ditangannya.

"Tu liat, DJ Pekat yang lagi hits lagu jakdance, ga nyangka kan lu pada, ternyata DJ Pekat itu Leon, YouTube channel nya emang sengaja ga disebutin nama aslinya, nah kalo gue jadi managernya, keren kan," cerocos David bersemangat, karya sahabatnya dari awal semester baru mendapat respon positif, semenjak bagian lagu Jakdance dibumbui goyangan ajaib David memakai topeng Betawi dua bulan yang lalu di aplikasi 'tiktik', ternyata banyak yang menirunya.

"Nah, kalo tiket Shasa harus romeonya dong yang ngasih, iya ga wok," sambil menggedik lengan sahabatnya, David memberi kesempatan, kepanikan Leon makin memuncak.

"Oh, oh, iya, ini Sha, kalau ada waktu ya, kalau sibuk juga ga apa-apa ko", sambil merogoh tas selempang hitam, mencari lembaran bercorak hitam, sikutnya sampai terpentok meja, wajah pucatnya kini terlihat menahan sakit.

"Aku pasti datang kok, makasih undangannya ya Yon," senyum tercantiknya membuat sakit Leon seketika hilang.

"Sama-sama Sha, oh iya aku pamit dulu ya semua, mau ganti baju ke mbok Tinah."

"Wow, selera lu ternyata emak-emak berdaster jago masak ya?," tawa David pecah, sadar temannya salah sebut karena panik menerima senyuman manis dari Shabila.

"Eh, kosan maksudnya, gara-gara lu ni Vid, baju gue jadi semi lahak gede begini," untuk kesekian kalinya meja tak bersalah dihantam dengkul keras Leon saat berdiri, kali ini membuat ia sedikit mengeram, jalannya terpincang menuju luar area cafe Joy.

"Wok, kopi nya belum lu minum ni."

"Oh iya, sini Vid," Srupuut.

"Asem...masih panas aja, mana manis banget," sambil melirik Shabila yang sedang membaca lembar undangannya. Waktu penuh menikmati kopi idamannya sudah pupus kali ini, setidaknya satu tegukan kecil sudah mewakili kerinduannya.

"Sorry ya semuanya gue tinggal." Mata Leon kembali berpapasan dengan Shabila, tak ingin sikap kikuknya menjadi lebih parah, menghindar selalu menjadi senjata ampuh baginya, dengan nafas memburu langkahnya cepat meninggalkan teman sekelas yang masih tersenyum-senyum menahan tawa.

Srupuuuttt, cuih, weeks.

"Kampret tu bewok, kopi pait gini dibilang manis." David memastikan rasa, sempat heran karena cairan manis gula masih utuh dalam gelas berukuran kecil.

Shabila hanya tersenyum dalam hati sambil memandang Leon yang terpincang di kejauhan. Leon belum berubah dari awal bertemu, sudah kesekian kali perhatian Shabila menunjukkan rasa suka, tapi Leon tetaplah singa garang yang bisa berubah menjadi kukang pemalu berhadapan dengan lawan jenis. Justru itu daya tariknya, belum ada yang tahu siapa yang bisa meluluhkan hati sang singa kelana. "Siapa itu mbok Tinah?," pikiran Shabila berkecamuk kali ini.

Bersambung

****

~Review Scene~

Mata Leon kembali menyipit agar fokus pada bocah penjaja koran yang kini sudah dikerumuni beberapa teman kecilnya, tak lama lelaki paruh baya berjas keluar dari mobil yang sama, berlari panik menuju arah sang gadis namun sedikit terhenti melihat anak penjaja koran yang memegang dompet berwarna merah.
Melihat tatapan tajam lelaki berbadan besar itu, para bocah berlari lincah kearah berlawan lampu merah, diikuti lelaki yang merubah arah kejarannya, terlihat menggaruk kesal rambut tipisnya sesekali menengok keberadaan gadis dan harus ekstra menambah kecepatannya kembali mengejar para tupai jalanan.

Leon berfikir melihat kejadian ganjil di hadapannya sembari menurunkan volume musiknya untuk mencerna apa yang terjadi.

"Bah, seru zuga iklan ini, kupu-kupu mau terbang rupanya, buhahaha." terdengar hanya supir metro berkomentar, Leon meninggikan duduknya melihat kedepan. Penumpang lain tidak menyadari, larut dengan layar pintar digenggaman masing-masing, sekilas Leon mencari keberadaan sang gadis tapi tetap tidak terlihat.

5 detik lagi lampu berubah hijau, kejadian itu terlihat membuat heboh pengendara lain, lantaran mobil sport mewah berada di tengah dan tanpa penghuni, tepat detik ke 1 datang pria tinggi putih berjas hitam berlari mengambil alih kemudi dari arah beberapa mobil dibelakangnya. Metro mini kembali meraung bersiap menggila lagi.

PEKAT, LEON - SINGA KELANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang