Cerita 1 : Mengubah Cara Pandang

12 3 2
                                    

Secara teori, cara keluar dari friendzone itu mudah sekali. Cukup "mengubah cara pandang" kita pada seseorang yang selama ini kita anggap teman. Karena kadang, meski kita nyaman dengan "si dia", kalau kita hanya memandangnya sebagai teman, ya kita tidak akan bisa keluar dari zona pertemanan itu.

Yang sulit adalah, bagaimana kita bisa membuat "si dia" juga ikut mengubah cara pandangnya terhadap kita.

Seperti yang kualami saat ini.

Awalnya, saat pertama kali aku bertemu dengan Aldi, aku memandangnya sebagai cowok yang luar biasa menyebalkan. Sejak dulu, aku paling tidak suka dengan cowok yang tidak mau mengalah. Oke, kedengarannya memang egois, tapi awalnya aku memandang Aldi sebagai cowok keras kepala yang rasanya ingin kupukul mukanya sampai melesak ke dalam.

Aku pertama kali bertemu dengannya saat hari pertama masuk sekolah, tepat di depan gerbang sekolah. Saat itu aku sedang berjalan santai menuju sekolah, dan tiba-tiba saja Aldi menubruk tubuhku dengan keras sampai terjatuh.

"Gila, dasar sinting!" teriakku yang kaget setengah mati. Mataku langsung nyalang mencari sosok yang baru saja menabrakku. Saat aku melihat Aldi yang masih saja berlari sambil tertawa keras, aku langsung bangkit, berusaha mengejarnya, lalu menarik kerah bajunya dari belakang sampai Aldi hampir terpelanting.

"Heh sialan!" bentakku, lalu melirik sekilas untuk melihat nametag yang terjahit di seragamnya. Namanya Aldi Evandra. "Lo gak sadar apa kesalahan lo, ya?!"

Aldi terlihat ketakutan, meski hanya sekilas. Selanjutnya, cowok itu malah menyeringai lebar. "Sadar kok. Badan gue juga sakit nih, berasa abis nabrak babi hutan."

"Gue juga berasa abis ditabrak sapi kurban, tau gak?!" ucapku yang benar-benar sudah kehilangan kesabaran. "Cepet minta maaf! Lutut gue sakit, sialan!"

Dan tahu tidak, apa jawaban Aldi selanjutnya?

"Salah lo sendiri, kenapa ngehalangin jalan gue? Padahal jalanan masih luas, tapi lo malah jalan di tengah-tengah gitu. Mengganggu aktivitas gue banget, sih!"

Sumpah, rasanya ada sesuatu dalam kepalaku yang meledak setelah mendengar ucapannya. Makanya, tanpa basa-basi, aku langsung menonjok mukanya. Kurasa dia tidak menyangka kalau aku akan membalasnya seperti itu, karena cowok itu langsung terjatuh dengan ekspresi tak percaya. Dan yah, ujung bibirnya langsung berdarah, tapi aku tidak peduli. Kalau dia bisa membuat lututku berdarah dan tidak merasa bersalah sedikit pun, aku juga bisa membalasnya, kok.

"Sinting ya, jadi cewek kok kasar banget!"

"Ngaca ya, dasar cowok gila!"

Singkat cerita, aku dan Aldi menghabiskan beberapa menit pertama masa SMA kami dengan penuh emosi sampai kami berdua harus digiring ke UKS.

Dan tadinya, setelah keluar dari UKS, aku kira aku tidak akan sering-sering bertemu dengannya lagi.

Tapi sepertinya takdir suka sekali bercanda, karena pada akhirnya aku melihat Aldi masuk kelas yang sama denganku.

Aku ingat, saat aku melihat Aldi di kelasku, aku langsung memaki-maki dan menyuruh Aldi untuk keluar, dan tentu saja cowok itu juga balas memakiku, lalu berkata kalau pasti ada kesalahan.

"Ngapain lo disini?!" bentakku seraya menunjuk Aldi yang terlihat sama terkejutnya denganku. "Lo pasti salah kelas, kan? Coba sana cek lagi daftar absen, pasti lo bukan anak kelas ini!"

"Palingan juga elo yang salah kelas," sahut Aldi dengan nada santai. "Gak mungkin lo masuk kelas ini, yakin gue."

"Apa-apaan? Pasti lo yang salah lihat!" jawabku yang tidak mau kalah.

Honey LemonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang