1 bulan yang lalu...
"Anggara, kamu harus menikah dengan calon pilihan mama!"
"Aku tidak mau Ma, aku sudah punya pacar!" Tolak Anggara."Ah pacar-pacarmu selama ini nggak ada yang jelas, gonta-ganti! papa sama mama pusing." Sang mama geleng kepala melihat watak sang putra.
"Lalu mama papa ingin aku menikahi siapa?" Tanya Anggara berang.
"Dia anak almarhum sahabat papa," Papa Anggara ikut angkat bicara.
"Lalu?" Anggara mulai malas menimpali."Papa berhutang budi pada almarhum teman papa itu, demi menyelamatkan papa dia meninggal, padahal dia mempunyai seorang anak perempuan yang masih kecil saat itu. Dalam diri papa berjanji saat kalian besar nanti, kalian akan kunikahkan," ucap sang papa yang kini terbaring di ranjang rumah sakit.
"Pokoknya Anggara nggak mau, Pa!" Bentak Anggara. Mama Angga pun menangis melihat putranya yang menolak perjodohan itu.
"Angga! Selama ini, apapun permintaanmu papa turuti, mungkin umur papa tidak akan lama lagi, papa hanya minta satu, nikahilah Arhea. Kasian kini dia yatim piatu, ibunya baru saja meninggal 3 bulan yang lalu.
Arhea mungkin anak desa tidak seperti teman-teman wanitamu yang lain, tapi anak itu baik Angga. Papa yakin kamu bisa bahagia bersamanya," kata papa bersedih.
Malam setelah acara akad nikah, anggara memboyong langsung arhea ke rumahnya, sekitar 4 jam perjalanan dari rumah orang tua angga. Pikir angga, jika ia tetap di rumah orangtuanya maka akan lebih sulit bagi angga jika kedua orangtuanya memaksa acara bulan madu mereka.
Sepanjang perjalanan angga tak sama sekali mengajak bicara arhea. Bahkan angga merasa sangat sebal dengan arhea. Sesekali angga melirik perempuan di sampingnya itu dengan pandangan sinis dan enggan.
'Kampungan banget sih cara berpakaian nih cewek, hmm bisa membuat aku malu, namanya arhea, norak banget, kampungan!' angga tak berhenti mengumpat dalam hati. Arhea yang memakai rok panjang denga atasan gamis, serta rambut dikuncir satu, tanpa memakai hiasan apapun, membuat angga tak suka.
Angga sesungguhnya pria yang baik namun karena ia anak terakhir dan keluarganya terbiasa menuruti apapun permintaannya, menjadikannya sedikit manja.
"Kita sudah sampai, ini rumahku, Arhea." Angga sedikit ber basa-basi."Rea, panggil saja Rea," ucap Rea.
"Ya. Masuklah," ajak angga. Melihat langkah rea yang lamban membuat angga gregetan, "Ayolah cepat sedikit, aku tak enak jika ada tetangga yang melihat," kata angga lagi.Rea pun berusaha cepat tapi karena tiga barang bawaannya cukup berat membuat langkahnya melambat. Rea masuk ke rumah dinas suaminya itu untuk pertama kalinya. Angga tinggal di sebuah rumah dinas di sebuah asrama tentara. Angga merupakan seorang tentara berpangkat Sertu.
"Ini kamarmu Rea. Aku harap kamu tak salah paham dengan pernikahan ini, dengan menyetujui keputusan orangtuaku untuk menikahimu bukan berarti aku setuju untuk hidup denganmu," ucap angga ketus.
"Iya aku mengerti Mas." Rea mendesah, mengerti posisinya. Kemudian masuk ke sebuah kamar berukuran kecil di sebelah kamar anggara, ia meletakkan barang-barangnya di kamar berukuran 3x3 itu."Akhirnya aku mendapat tempat tinggal," ucap rea senang. Terdengar angga dari kamar sebelah sedang menelpon seseorang. "Aku tahu ini perjodohan yang terpaksa. Aku sadar diri dengan hal ini. Tak apa, aku harus bertahan sampai tiba waktunya." Rea menguatkan dirinya memulai sesuatu yang baru dalam hidupnya.
Sebenarnya Rea pun terpaksa mau menerima perjodohan dari orang tua Angga, sepeninggalan ibunya, Rea jadi tak mempunyai rumah tinggal, karena rumah tempat ia dulu tinggal juga sebuah rumah dinas. Ketika ayah Rea meninggal, sebenarnya keluarganya pun sempat akan di usir dari rumah itu namun karena belas kasihan, maka Rea dan ibunya pun diperbolehkan sementara tinggal di rumah itu.
Kini sepeninggalan ibunya, Rea bingung akan tinggal dimana lagi, kemudian orangtua angga pun datang membicarakan tentang pernikahan, Rea berpikir jika ia menerima pernikahan itu, ia akan dapat rumah tinggal dan ia bisa melanjutkan kuliahnya yang hanya tinggal beberapa bulan lagi sebelum ia lulus kuliah.
Lagipula Rea tahu bahwa angga sangat menentang pernikahan itu, Rea merasa itu suatu kebetulan karena jika ia tinggal bersama angga, angga yang tak menyukai keberadaannya tak mungkin menyentuhnya, sehingga ia bisa tenang tinggal di rumah angga itu sampai waktunya ia lulus kuliah dan akan mulai hidup mandiri.