***
Sekitar jam 2 malam angga terbangun dari tidurnya. Ia merasa badannya sudah enakan setelah rea memberinya obat penurun panas dan antibiotik. Angga berusaha duduk, ingin mengambil gelas yang berisi air putih. Namun angga terkejut melihat rea tidur dilantai dengan posisi duduk, tubuhnya bersandar ke tembok yang di sangga dengan bantal. Rea tertidur sambil memegang beberapa buku kuliahnya.“Rea, bangunlah re,” panggil angga. Rea terbangun, ia menusap-usap matanya, setelah menguasai kesadarannya dari mimpi tidurnya, Rea menoleh ke arah angga dan tangannya spontan menyentuh dahi angga.
“Mas angga sudah baikan?” Tanya rea khawatir.
“Iya, aku sudah tak apa-apa re, kamu tidur saja di kamarmu. Aku sungguh tak apa-apa, kamu besok ada praktek pagi kan? sebaiknya kamu istirahat saja, Re.”
“Syukurlah kalau Mas angga sudah baikan. Okey, rea mulai besok praktek di RST, Mas, tempat rea praktek lokasinya tak jauh dari sini.”
“Iya, istirahat saja re. Nanti kamu malah yang sakit.”
“Iya Mas.” Rea memungut beberapa bukunya lalu melangkah keluar kamar angga. Tak berapa lama rea masuk lagi membawa segelas susu coklat, dan membuat angga keheranan. “Lho kenapa re?” tanya angga yang baru saja akan kembali merebahkan tubuhnya.“rea nggak tega aja. Ini rea tinggalkan susu coklat sama roti ya Mas, siapatahu Mas angga lapar.” Rea meletakkan segelas susu coklat dan roti itu sebelum kembali ke dalam kamarnya, namun saat rea sudah berada di ambang pintu, ia menoleh, “Kalau Mas angga butuh apa-apa, panggil rea ya Mas.” Rea yang melangkah kian menjauh meninggalkan kamarnya kemudian melihat segelas susu coklat yang di letakkan rea. Angga mengambil gelas itu, ia tersenyum dan langsung meminumnya sampai habis.
***Keesokan harinya, Angga ditemani tegar berobat ke RST (Rumah Sakit Tentara) yang tak jauh dari asrama mereka.
“Nomer antrian berapa aku, Gar?” Tanya angga.
“Nomer 41 ga, masih lama. Ini baru sampai nomer antrian 23,” ujar tegar sambil memerlihatkan kertas antrian angga. Mereka berdua duduk di ruang tunggu depan poli umum.
“Lama amat ya gar, aku udah laper nih. Ke kantin dulu aja yuk gar,” ajak angga.
“Iya ga, paling juga kamu masih lama di panggilnya,” Tegar menimpali. Telepon seluler milik angga berdering.“Sebentar ya gar, aku terima teleponnya chiara dulu.” Sekitar 6 menit angga menelpon kemudian mengakhiri pembicaraan dan menutup telepon. Wajah angga suntuk, Tegar sudah bisa menebak apa yang terjadi.
“Ada apa lagi sih ga? Perasaan, kamu ama chiara ribut mulu,” ujar tegar setelah angga selesai menelpon.
“Iya gar, Chiara minta di jemput saat ini juga.” Angga menghela kekecewaan di wajahnya.
“Lalu kamu nggak bilang kalau kamu lagi sakit dan sekarang lagi berobat?” Tegar sewot.
“Udah gar, tapi chiara bilang_ah paling cuman masuk angin biasa.”
“Tuh cewek, manusia atau monster sih, perasaan tiap hari kerjanya nggak jauh-jauh dari dua kata ini, kalau nggak marah ya ngambek, ah, aku deh yang rasanya pengen marah,” kata tegar kesal melihat sahabatnya di perlakukan seenaknya sama chiara.“Kenapa nggak kamu putusin aja sih ga?”
“Hmm, aku kasihan gar.”
“Kasihan?? Kamu sebenarnya cinta atau nggak sih?” Tanya tegar.
“Entahlah gar, seperti apa sih cinta itu? setahuku, jika aku suka sama cewek, aku tembak, jadian deh. Begitu ada masalah yaudah putus.”
“Angga, Payah lu ga, cinta itu ya bukan seperti itu. Cinta itu, saat kamu bertemu saja ada desiran halus di lubuk hati terdalam, merasakan keberadaannya saja rasanya dag-dig-dug, apalagi saling bertatapan mata rasanya kamu ingin menyentuhnya tapi kamu pun bisa salah tingkah dan canggung saat menatap mata seseorang kamu cintai. Ah payah kamu ga!”“Tau ah gelap, aku sudah laper. Ka kantin RST dulu yuk gar,” ajak angga. Dua pemuda itu pun melangkah ke arah kantin melewati bangsal anak.
“Ga, itu sepertinya Dek rea?” tunjuk tegar pada seorang wanita berbalut jas dokter yang berjalan ke arah mereka.
“Iya, itu rea.” Angga tak berhenti menatap rea yang berjalan semakin mendekat ke arahnya. Ia merasakan degub jantungnya berdetak tak harmonis, ada apa ini, kenapa hatiku jadi...
“Dek rea keren banget ya pakai jas putih,” decak kagum tegar. “Ga, kamu tiap hari serumah dengan Dek rea, nggak ada perasaan apa-apa gitu?” Tegar menoleh ke angga yang mematung.Angga balas memandang tegar, “Hmm, ada perasaan gar, ya sebatas perasaan kakak dengan adiknya. Apalagi rea sebatang kara, aku merasakan sesuatu akan itu, tapi aku pikir itu perasaan seorang kakak. Aku berharap setelah aku dan rea berpisah, dia mendapatkan seseorang yang lebih baik, Rea itu anak yang baik, gar”
“Kalau gitu, ikhlaskan kalau rea sama aku Gi, hahahaa,” canda tegar.
“Ah, ogah kalau ama kamu gar, hahaa,” balas angga.“Hei, Mas angga, Mas tegar. Udah dari tadi ya disini?” Tanya rea yang menghampiri mereka.
“Lagi nunggu antrian Dek,” ujar tegar.
“Kamu praktek disini ya re?” Tanya angga.
“Iya mas, Rea di bangsal anak...,” Rea tersenyum. Tak lama ada seorang ibu ke arah rea.
“Dokter, infus anak saya apa sudah bisa di lepas?” Ibu bertubuh jangkung itu bertanya pada rea.
“Tunggu dokter arka dulu ya Bu, tapi saya mau lihat dulu keadaannya ya. Soalnya dokter arka lagi di ruang operasi, tapi ngak tau dia jadi melakukan operasi atau tidak” jawab arhea.“Mas angga, Mas tegar, Rea tinggal dulu ya,” pamit rea kemudian pergi bersama ibu tadi ke bangsal anak. Lagi-lagi angga menatap kepergian rea. Bayangan punggung rea menari-nari dipikiran angga, sinar matanya mengambang tengah asik dalam batinnya namun rea tiba-tiba berbalik dan membuat angga terkejut estetok.
“Mas angga, cepat sembuh ya!” teriak rea sembari mengacungkan jempolnya dan tersenyum yang menurut angga senyuman itu sangat manis. Angga terkesima...Tanggal update:20/05/2021.
Gayssssssss masss angga sakittt, gws for you mas angga!.