#Part 5

2 2 0
                                    

“Ayolah gar, tolongin aku, kamu nggak nanggapin si naya nggak apa-apa deh, setidaknya chiara tahu kalau aku udah ada usaha ngajakin kamu,” bujuk angga lagi. 

Keesokan harinya...
“Ga, ni kampus kok rame banget ya?” Tegar celingak-celinguk di pelataran kampus sebuah Universitar Negri ternama.
“Iyalah gar, namanya juga kampus, dulu aku kepengen kuliah tapi papaku suruh aku masuk tentara, huh!” Angga teringat dan menjadi kesal.
“Ngomong-ngomong kamu janjian sama chiara dimana?” Tanya tegar, kakinya terasa pegal lama kelamaan berdiri.

“Tuh di Cafe kampus, sebelah sana,” tunjuk Angga. Mereka berdua pun berjalan menuju Cafe bernuansa biru muda itu. Seorang perempuan yang sedang duduk disalah satu meja melambaikan tangan ke arah angga. “Nah itu si chiara, ga.” Tegar menangkap keberadaan kekasih angga. Angga dan tegar pun melangkah ke meja tempat chiara.

“Kok jam segini baru nyampe? lelet amat sih,” bentak chiara ke angga, wajahnya bersengut.
“Iya tadi macet dijalan,” Angga setengah kesal, ia baru saja sampai dan langsung mendapat makian.
“Oh, ya, ini naya.” chiara mengenalkan temannya pada angga dan tegar.
“Angga.”
“Tegar.”
Angga dan tegar pun duduk. Mereka berbincang-bincang ringan.

Tampak naya menaruh hati pada tegar, tapi tegar hanya menanggapinya biasa. Naya tak hentinya bercerita bahwa om-nya, kakak-nya, sepupu-nya juga seorang tentara, Naya sangat membanggakan diri hingga membuat tegar mulai jenuh duduk berlama-lama di kursi itu.
“Ssst, araa! Tuh para mahasiswi kedokteran datang,” bisik naya ke chiara.

Chiara menoleh dan mencermati beberapa mahasiswi kedokteran yang selalu menjadi buah bibir di kampus mereka. “Oh itu ya yang kamu ceritakan kemarin,” bisik chiara.
“Ada apa memangnya dengan mahasiswi kedokteran ara?” Tanya tegar penasaran.
“Oh, itu Lho Mas, ada 4 orang mahasiswi kedokteran yang popular di kampus ini, tak sedikit mahasiswi lain yang ngikutin style mereka,” kata chiara.

“Apalagi yang bernama arhea, dia paling oke dan keren style-nya dan menjadi buah bibir di kampus, body-nya bagus lagi, hmm... bikin iri aja,” kata naya kagum.
“Arhea??” pekik angga kaget.
“Iya, namanya arhea,” ucap naya membenarkan.
“Yang mana sih?” Tanya tegar.
“Itu lho, yang di meja pojok sana,” tunjuk naya sembunyi-sembunyi. “Itu kan itu ada 4 orang cewek tuh, nah yang namanya arhea itu lho,” Naya menunjuk perempuan berpakaian semi kemeja terusan berwarna hitam dipadu dengan jas dokter berwarna putih.

“Lho itu kan D...” Tak sempat tegar meneruskan kata-katanya, Angga sudah menginjak kaki tegar, mengisyaratkan jangan berkata apapun.
“Mereka itu beneran mahasiswi kedokteran?” Tanya hampir tak percaya.
“Iya Mas, masa naya bohong. Lihat aja mereka semua pakai jas putih ala dokter-dokter gitu deh. Setahu Niar, mereka sekarang sedang koas, denger-denger dalam beberapa bulan ke depan, mereka sudah akan di sumpah dokter.”
Angga dan tegar pun melirik ke arah rea yang sedang duduk bersama teman-temannya.

Baik angga maupun tegae terkejut karena selama ini ia hanya tahu bahwa rea kuliah tapi tak pernah menanyakan ia mengambil fakultas apa. Angga menelan ludah, merasakan nafasnya yang masih terkejut.
“Sebenarnya arhea itu sebaya kita usianya lho ara,” ucap naya dengan suara pelan.
“Oh, ya, tapi kok dia sudah koas ya, sebentar lagi lulus jadi dokter.”
“Iyalah, kan arhea dapat bea siswa karena IPK-nya tinggi.” Naya kembali memandang perempuan yang sedang ia bahas bersama chiara.
Angga melirik ke arah rea lagi, ia tak menyangka, rea yang awalnya ia vonis sebagai wanita kampungan ternyata sehebat itu. 

***
“Mas angga sudah pulang?” Rea menanyai angga yang baru saja masuk ke dalam rumah sore itu.
“Kamu juga sudah ada di rumah Fa?” Angga balas bertanya.
“Sudah dari tadi kok Mas, oh, ya, tadi aku lihat Mas angga di kampus.”
Angga sontak kaget, “Kamu lihat aku re?”
“Iya Mas, tapi maaf, rea nggak sapa, takutnya ganggu,” kata rea tersenyum. “Oh, ya, itu pacar Mas angga ya? Cantik Mas.” Rea memasang senyum lebar di wajahnya.
“Hmm, iya,” jawab angga singkat. “Rea, kamu dokter ya?” 
“Masih koas kok Mas.”
“Kenapa tak pernah cerita?” Tanya Yogi lagi.
“Memangnya Mas angga pernah tanya?” Rea melirik beberapa detik. Angga terkejut. Ia menyadari jika ia memang tak pernah mau tahu tentang rea. Rea melihat ekspresi angga yang berubah, Rea pun tak tega. “Rea hanya bercanda Mas,” Rea tersenyum untuk melegakan hati angga. “Jangan dianggap serius ya.”

Angga memaksakan senyumnya, ia masih tak enak hati pada rea. “Maaf ya rea.” Angga merasa tulang-tulang penopang tubuhnya sedikit menggigil dan lemas dan merasa perlu untuk beristirahat, paling tidak. “Aku mau ke kamar dulu ya,” ujar angga akhirnya.
“Mas angga nggak enak badan?” Tanya rea khawatir.
“Nggak tahu re, kepala rasanya pening dan berat,” ujar angga sembari melangkah ke kamar dan hampir terjatuh. Rea dengan sigap membantu menopang tubuh angga.

“Rea bantu ke kamar ya Mas,” ujar rea prihatin, lalu membantu angga berjalan. Rea membantu angga berbaring, lalu menyentuh dahi angga. “Duh, kok panas banget ya, sebentar ya Mas.” kata rea lalu berjalan ke kamarnya mencari obat penurun panas, tapi sayangnya tak ketemu. Rea mengambil seteko penuh air putih dan gelas kemudian ia bawa ke kamar angga. 
“Mas angga harus banyak minum air putih ya, hmm, persediaan obat rea kebetulan habis. Rea beli dulu di apotik ya Mas, hmm, anu, Rea boleh pinjam kunci mobilnya,” ucap rea ragu.
“Kamu bisa nyetir mobil re?” tanya angga lemah.
“Iya Mas, bisa.”

“Itu, ambil saja di laci itu.” rea pun membuka laci dan mengambil kunci mobil.
“Oh, ya, Mas angga sebaiknya ganti baju dulu. Pakai pakaian yang nyaman, sebaiknya yang menyerap keringat dan bahannya tidak terlalu tebal.” rea memberi saran.
“Iya re, terima kasih.”
Sebelum benar-benar melangkah pergi, Rea berpikir sejenak. “Hmm, pasti Mas angga kesusahan untuk berdiri mengambil pakaian. Biar rea saja yang siapkan baju Mas angga. Rea permisi buka lemari-nya Mas angga ya,” kata rea, kemudian membuka lemari angga dan memilihkan pakaian yang menurutnya nyaman di pakai angga. Pakaian itu diletakkan di sisi tempat tidur.
Setelah rea berangkat ke apotik dengan mobil angga, pemuda terdiam melihat pakaian yang di siapkan rea. Rea sungguh berbeda, kebaikan hatinyalah yang membuat angga terkesan. Selama ini rea hidup mandiri, berbeda sekali dengan chiara, pikir angga.


Bakallllll terjadiiii apaaaa iniiii miskahhhhhhh❕❕❕🤣

Anrhea (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang