10.

438 77 0
                                    

Karena kemarin dan dua hari sebelumnya mereka tidak menemukan oleh-oleh yang cocok, hari ini mereka jalan-jalan ke Mall lain. Ke Mall yang lebih besar dan lebih lengkap kalau menurut Johnny.

"Ada bioskop," celetuk Ten saat mereka tiba di pintu masuk dan mencari lantai letak toko brand yang mereka cari.

Johnny menoleh ke Ten, "Mau menonton? Kata Sooyoung ada film baru dan seru," ajak Johnny.

Ten bersyukur bertemu dengan Johnny yang yang sangat peka terhadapnya.

Dan mereka berbelok dari tujuan utama mencari oleh-oleh. Sekarang mereka lebih memilih menonton bersama.

Kalau pembelaan Ten, "Film di sini tidak bisa aku tonton saat di Seoul, karena sudah tidak akan tayang lagi."
Entah karena filmnya tidak bisa ditonton di Seoul atau di Seoul tidak ada Johnny yang menemaninya menonton.

Terserah Ten saja.

Mereka duduk di urutan ke empat paling depan. Dekat dengan layar.

"Kamu takut, Ten?"

Ten sudah memegang lengan Johnny sejak mereka baru saja duduk di kursi mereka. Bahkan lampu bioskop belum dimatikan.

''Sedikit," jawab Ten bohong.

Ten itu penakut. Ia hanya sekitar tiga kali menonton film horror. Sekali dengan mantan kekasihnya dan dua kali dengan dua adiknya.

"Hahaha, lucu." ujar Johnny dengan mengusap kepala Ten.

"Kalau kamu takut peluk atau remas saja tanganku, jangan teriak. Takut penonton lain risih, oke?"

Ten mengangguk dan mengiyakan saran Johnny.

Omong-omong, suara Johnny sangat lembut barusan. Entah suara Johnny yang melembut atau Ten yang terlalu ketakutan hingga membuat segala sesuatu tentang Johnny itu terlihat mengesankan?

Oke, opsi terakhir terlalu berlebihan.

Selama film berlangsung Ten hanya sesekali menonton filmnya. Ia lebih banyak bersembunyi di balik pundak Johnny dan meremas lengan temannya itu.

Sementara Johnny, hanya kepalanya saja yang menatap layar. Matanya sesekali melirik ke arah Ten dan diam-diam tersenyum melihat Ten yang ketakutan.

Di tengah film Johnny merasa Ten berkeringat di area muka. Karena terlalu ketakutan sepertinya. Oh, sangat menggemaskan!

Johnny mengangkat kepala Ten dan mengusap keringat Ten dengan tangannya. Mata Ten tertutup dan badannya sedikit bergetar karena takut. Johnny menarik Ten ke dalam pelukannya, menyandarkan Ten di pundaknya dan kembali fokus dengan film yang hanya tersisa seperempat.

-~~~-

"Bagaimana dengan kamera?" Johnny menunjuk salah satu toko kamera di depan mereka.

"Kamu mengerti tentang kamera?" tanya Ten.

Johnny mengangguk, "Lumayanlah."

Akhirnya mereka berdua mampir ke toko kamera yang Johnny tunjuk tadi. Mereka berkeliling dan memperhatikan satu persatu kamera yang menarik perhatian.

Sampai akhirnya satu kamera menarik perhatian Johnny.

"Bagaimana dengan ini?"

"Aku suka, tapi Lucas dan Yuqi tidak ada yang bisa menggunakan kamera."

"Ya sudah buat kamu saja. Sebagai kenang-kenangan dari ku." Johnny dengan senyum cerah berjalan ke kasir dan membeli kamera keluaran terbaru itu untuk Ten.

Kata-kata Johnny membuat Ten teringat bahwa waktunya di Chicago hanya tersisa sepuluh hari. Setelah itu dia akan berpisah dengan Johnny. Ini sangat menyedihkan.

"John, ada tempat favorit mu selain yayasan di Chicago?" tanya Ten setelah mereka keluar dari toko.

Johnny mengangguk, "Ada, mau ke sana?"

"Boleh?"

"Tentu~ Tapi, bagaimana dengan oleh-oleh mu?"

"Kita bisa cari itu nanti sebelum aku pulang."

Ten dengan semangat menarik Johnny untuk keluar dari Mall dan menuju mobil.

Mau tidak mau Johnny mengajak Ten menuju tempat favoritnya. Tempat yang selalu Johnny kunjungi ketika ia kesepian.

Fakta yang baru Johnny sadari, semenjak adanya Ten ia tidak pernah ke sana lagi. Sebelum Ten datang ke kehidupannya, Johnny hampir setiap sore berkunjung ke sana.

-~~~-

Chicago and Him✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang