Masih dalam keadaan setengah sadar, Hinata mengambil ponsel di atas meja. Tidak bisa menghitung berapa kali ponsel itu berdering. Ia tidak akan bangkit dari sofa apabila tidak mendengar suara ponsel jatuh. Sungguh malas sekadar menatap layar, cahaya yang dihasilkan mengganggu mata. Tidak bisa melihat jelas siapa yang menghubungi melalui panggilan video, oleh karena itu ia memilih kembali berbaring dan menutup wajah dengan bantal.
Code yang baru keluar dari kamar mandi, memperhatikan sikap gadis itu. Hatinya tergerak untuk memeriksan
siapa yang menghubungi melalui ponsel. Ia mengernyit bingung, "Aneh," nama yang tertera di layar sungguh membingungkan. "Dahi merah muda? Apa kau tidak berniat menjawab panggilan ini, Hinata?"Gadis itu meringkuk di atas sofa, mengambil sikap duduk kemudian, namun tidak berlangsung lama kembali berbaring. "Ah, apa kau baru saja mengucapkan sesuatu?" Code hanya bisa menghela napas ketika mendapati respons seperti itu. "Berikan ponsel itu padaku!" perintah Hinata.
Pemuda itu memberikan ponsel, "Aku akan keluar sebentar untuk mencari makanan. Apa kau ingin menitip sesuatu?" tawarnya.
"Terserah, apa pun yang kau beli pasti akan dimakan."
Seharusnya dia tidak perlu bertanya. "Baiklah ..." Code menghela napas lalu meminta izin untuk meminjam mantel bronze Hinata, karena cuaca di luar benar-benar dingin.
Panggilan video itu terhubung, Hinata mengangkat dan memegang ponsel tanpa minat. Namun tidak berlangsung lama ia tersentak ketika melihat wajah kedua temannya. Sakura Haruno dan Ino Yamanaka. Belum lagi suara nyaring itu berhasil membuat sadar sepenuhnya, kedua bola mata itu membola sempurna kemudian.
"Apa yang terjadi di sini? Bagaimana mungkin kalian menghubungiku?"
"Apa kalimat itu yang harus kau ucapkan pada teman-temanmu setelah hampir lima tahun tidak memberi kabar?" gadis itu berdecak lidah tak kala suara menyebalkan itu masuk melalui telinganya. Hanya Ino, gadis satu-satunya yang selalu ingin Hinata hindari bila sedang marah.
"Kalau aku tahu kalian yang menghubungiku, aku tidak akan mengangkat panggilan ini." dia berdiri, meletakkan ponsel di atas meja dengan vas bunga sebagai penyangga ponsel. Karena tidak mau pusing, Hinata memilih mengambil wacom untuk melanjutkan pekerjaannya. Sembari mendengarkan suara mereka, ia juga menggambar.
"Aku tidak akan mengubungimu jika itu tidak penting," di sisi lain Sakura merasa senang, sebab pada akhirnya bisa berbicara kembali dengan teman-temannya ̶ ̶ salah satunya adalah Hinata. "Saat ini aku sedang mengandung," Hinata tersentak, ia bahkan sampai berhenti menggores di atas wacom. "Minggu depan aku akan menyelenggarakan pernikahan dengan Sasuke."
"Selamat atas pernikahan kalian."
"Hanya itu saja yang ingin kau katakan padaku?" gadis itu mengenyit bingung, mengarah kamera ponsel ke arah wajahnya.
"Jangan mengharapkan aku datang ke pesta pernikahanmu," sahutnya. "Aku tahu kau akan mengundang teman-teman SMA yang lain. Banyak orang yang mengetahui bagaimana momen menyebalkan antara aku dan Naruto Uzumaki. Seharusnya kau senang aku tidak datang, kami berdua mungkin akan mengundang banyak perhatian daripada kalian yang tengah menyelenggarakan pernikahan."
Ino mengangguk setuju, "Itu benar," sahut gadis itu. Sakura mendadak kesal karena tidak sepemikiran. "Sudah kuduga dia akan mengatakan hal seperti itu, aku dan dan Sakura sudah membahas masalah ini. Kemungkinan kecil kau akan datang dan belum lagi, acara pernikahan akan diselenggarakan di Hotel milik keluargamu."
"Apa!"
Sakura dan Ino memekik, suara nyaring Hinata benar-benar mengganggu. Beruntung mereka tidak berbicara secara tatap muka, bila tidak, mungkin teriakan itu akan membuat malu mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Refuse Forget
FanfictionBukan awal yang baik. Semua berawal dari Hinata Hyuuga terang-terangan menyatakan perasaan di depan teman-teman Naruto, dan kemudian pemuda itu menolak dirinya. Bahkan setelah hari di mana Hinata menyatakan perasaan, pemuda itu mengumumkan telah mem...